Dosen STPMD ‘APMD’ Yogyakarta Raih Doktor di Untag Semarang

Dosen STPMD"APMD" Raden Yoseph Gembong Rahmadi, SH. MHum raih doktor pada acara ujian terbuka promosi doktor, yang digelar oleh PSHPD Untag Semarang, belum lama ini. Foto:dok
SEMARANG (Jatengdaily.com) – Salah satu dosenSekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD} “APMD” Yogyakarta, Raden Yoseph Gembong Rahmadi, SH. MHum. meraih gelar doktor usai Ketua Sidang Prof. Dr. Edy Lisdiyono, SH. MHum mengetukan palu dan menyatakan bahwa Gembong lulus sebagai doktor yang ke 87 dengan ipk sebesar 3,89 dengan predikat cumlaude, selama masa studi 3 tahun, 11 bulan, 8 hari.
Kegiatan itu dilakukan pada acara ujian terbuka promosi doktor yang digelar oleh Program Studi Hukum Program Doktor (PSHPD) Fakultas Hukum Untag Semarang, belum lama ini.
Disertasinya yang berjudul “Penerapan Azas Peradilan Berjenjang Terhadap Sengketa Penetapan Lokasi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum” telah dibimbing oleh Promotor Prof. Dr. Retno Mawarini Sukmariningsih, SH. MHum, dan Co Promotor Dr. RR. Widyarini Indriasti, SH. MHum.
Selama tiga jam Gembong mendapat cecaran pertanyaan dari para dewan penguji, yang terdiri dari Prof. Edy Lisdiyono, Prof. Retno Mawarini, Dr. RR. Widyarini Indriasti, Dr. Mashari, SH. MHum, Dr. Sri Mulyani, SH. MHum (Sekertaris Sidang), dan Dr. Johan Erwin Isharyanto, SH. MHum. Adapun sebagai penguji eksternal Dr. W. Riawan Tjandra, SH. MHum. Adv. CCMs. dari Universitas Atmajaya Yogyakarta.
Dalam disertasinya Gembong mengungkapkan bahwa pelaksanaan penerapan jenjang peradilan terhadap sengketa penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum pada saat ini belum diterapkan secara konsisten. Hal ini dikarenakan adanya ketidakharmonisan dan pertentangan antar undang undang.
Menurutnya, bahwa azas peradilan berjenjang belum dapat dilaksanakan karena terganjal oleh Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2016. Hal itu dikarenakan didalam pasal 23 UU No. 2 Tahun 2012 tidak mengatur tentang adanya peninjauan kembali, maka oleh MA dianggap ada kekosongan hukum.
Oleh sebab itu, MA menerbitkan PERMA No.2 Tahun 2016 tentang pedoman Beracara Dalam Sengketa Penetapan Lokasi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Pada Peradilan Tata Usaha Negara. Dalam Pasal 19 PERMA tersebut mengatur tentang tidak adanya Peninjauan Kembali (PK).
Mencermati Pasal 23 UU No. 2 Tahun2012 memang ada kekosongan hukum dalam hal beracara. Tetapi dalam masalah upaya hukum peninjauan kembali, berlakulah UU Peradilan Tata Usaha Negara sebagai Lex Generalisnya. Selain itu prninjauan kembali adalah hak dari warga masyarakat sebagai sarana upaya hukum untuk mendapatkan keadilan, sehingga PERMA tidak berwenang mengatur tentang peninjauan kembali. Peraturan Perundang undangan yang mempunyai kewenangan untuk mengatur hak dan kewajiban adalah peraturan perundang undangan di tingkat undang undang.
Untuk itu, perlu diadakan perubahan terhadap Pasal 23 ayat (5) yaitu dengan mencantumkan norma tentang peninjauan kembali dan menambah ayat (6) yang mengatur tentang norma bahwa putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap menjadi dasar diteruskan atau tidaknya pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
Selanjutnya, dalam PERMA No. 2 Tahun 2016, perlu penghapusan Pasal 19 yang menyatakan bahwa kasasi merupakan putusan akhir yang tidak tersedia upaya hukum peninjauan kembali. St