SEMARANG (Jatengdaily.com) – Melalui penelitan disertasinya yang berjudul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Penanganan Unjuk Rasa Anarkis Yang Berkeadilan” Dedy Indriyanto, SIK, MSi. dinyatakan lulus sebagai doktor pada ujian terbuka promosi doktor yang digelar oleh Program Studi Hukum Program Doktor (PSHPD) Fakultas Hukum Untag Semarang, belum lama ini.
Dedy sangat bersyukur, dalam kesibukannya sebagai Kombes Densus 88, dapat menyelesaikan studi S3 nya dalam kurun waktu 3 tahun, 11 bulan, 2 hari, dengan predikat cumlaude (ipk 3,83).
Menurutnya, ini semua tentunya berkat dukungan dan bimbingan Promotor Prof. Dr. Liliana Tedjosaputro, SH. MH. MM, dan Co. Promotor Dr. Totok Tumangkar, SH. MHum. hingga dapat lulus tepat waktu.

Pada kesempatan itu, Dedy juga mengucapkan terima kasih kepada para dewan penguji yang dengan sabar memberikan arahan dalam tahapan disertasinya, dari mulai ujian proposal, Seminar Hasil Penelitian, Kelayakan, ujian tertutup hingga ujian terbuka.
Adapun para dewan penguji yang dimaksud adalah Prof. Dr. Edy Lisdiyono, SH. MHum, yang juga selaku Ketua Sidang, Dr. Mashari, SH. MHum, Dr. Bambang Joyo Supeno, SH. MHum, dan Dr. Krismiyarsi, SH. MHum, serta penguji eksternal Dr. Risto Samudra, S.Sos. SIK, SH. MH, (Direktur Sabhara Polda Jawa Tengah).
Dari pengalamannya menangani kasus serupa, saat Dedy dulu menjabat sebagai Kapolres di Langkat dan Kapolres Batubara Polda Sumatera Utara, maka telah memudahkan dia dalam menyusun disertasinya.
Hal itu terungkap dalam keterangannya, bahwa penyebab utama unjuk rasa menjadi anarkis karena masa telah terprovokasi. Kedua faktor internal dari pengunjuk rasa sendiri, dan ketiga faktor aparatur pengamanan unjuk rasa yang tidak profesional, katanya.
Disamping itu, kata Dedy lebih lanjut, bahwa dalam pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan pada perkara tindak pidana anarkis telah melalui mekanisme berjenjang, yaitu adanya perbedaan satuan kerja, antara penangkap pelaku oleh SAA Brimop Polri dan Penyidik oleh satuan wilayah, yang mengakibatkan tidak maksimalnya proses penyidikan yang dilakukan.
Dari hasil penelitiannya telah terbukti, bahwa keberhasilan pemberkasan perkara untuk diserahkan kepada JPU sangat rendah prosentasinya. Hal ini disebabkan penyidik satuan wilayah mengalami kesulitan dalam pembuktian akibat minimnya alat bukti dan keterangan yang diterimanya saat pelimpahan tim penangkap SAA Brimop Polri.
Dari hasil permasalahan tersebut maka telah ditemukan konsep baru dalam penegakan hukum pidana dalam penanganan unjuk rasa anarkis yang berkeadilan. Beberapa poin dari model tersebut, pertama, menyempurnakan Bab sanksi pada UU No. 9 Tahun 1988 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum, yakni terkait subyek korporasi yang terlibat unjuk rasa diminta pertanggungjawabannya, pidananya dengan pola minimum dan maksimum.
Kedua, perubahan dan perbaikan tahap penyelidikan dan penyidikan tindak pidana anarkis dengan memberikan kewenangan penyidikan perkara anarkis kepada SAA Brimop Polri.
Ketiga, terhadap petugas yang melampui kewenangannya dan melakukan pelanggaran dikenakan sanksi penegakan hukum sesuai jenis pelanggaran yang dilakukannya, yakni disiplin, etik dan profesi maupun tindak pidana. Kepada korban akibat aksi anarkis diberikan ketentuan ganti rugi atas kerugian yang dialaminya.St