Peringati Hari Buruh, Edy Wuryanto Dukung Perlindungan bagi Pekerja

Anggota Komisi IX DPR Dr Edy Wuryanto berbincang dengan tenaga kesehatan pada suatu acara. Foto:dok
SEMARANG (Jatengdaily.com) – Setiap 1 Mei diperingati sebagai hari buruh, Namun masih ada kompleksitas masalah buruh di tanah air. Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto menyatakan bahwa Komisi IX selalu berusaha untuk menyerap dan mendengarkan suara pekerja. Selain itu mendorong mitra Komisi IX yang bergerak dalam ketenagakerjaan untuk terus melakukan tindakan konkret agar pekerja mendapatkan perlindungan maupun terpenuhi haknya.
Salah satu yang menjadi sorotan Edy adalah hak pekerja untuk mendapatkan jaminan sosial. Pekerja informal acap kali tidak didaftarkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Legislator dari Dapil Jawa Tengah III ini menyoroti jumlah perlindungan ketenagakerjaan yang belum mencakup seluruh pekerja. Misalnya, pekerja formal swasta yang terlindungi di Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm) masih sebanyak 23 juta orang.
Kemudian pada program JHT sebanyak 17 juta orang, yang terlindungi Jaminan Pensiun sekitar 14 juta, serta Jaminan Kehilangan Pekerjaan sebanyak 13 juta. “Ini tidak hanya mengetuk kepedulian pemberi kerja saja, tapi pemerintah tingkat daerah maupun pusat harus mampu menekankan mematuhi aturan agar pekerja dilindungi,” ujar Edy.
Politisi PDI Perjuangan ini melihat ada yang lemah dalam pengawasan. Jumlah pengawas ketenagakerjaan yang tidak seimbang dengan jumlah yang diawasi membuat aturan hanya dijalankan secara setengah-setengah. Sesuai data Kemnaker, jumlah pengawas ketenagakerjaan sekarang berkisar 1.500 orang, sedangkan jumlah perusahaan yang wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan (WLKP) daring pada tahun 2023 mencapai 1,8 juta perusahaan.
“Belum lagi masalah geografis dan mentalitas oknum pengawas yang lemah yang makin menyulitkan pengawasan yang tegas,” tutur Edy.
Menurut data yang diterimanya, jumlah perusahaan yang diperiksa oleh pengawas ketenagakerjaan15.540 dari 1.886.947 Perusahaan. Jumlah ini tidak sampai 1 persen. Data lainnya, jumlah Perusahaan yang disidik atas dugaan pelanggaran tindak pidana ketenagakerjaan hanya tujuh dari 15.540 perusahaan.
Jika ditinjau lebih jauh lagi, ada beberapa hak pekerja yang belum diberikan dengan baik. Terutama pada hak-hak di wilayah domestiknya. Misalnya saja cuti melahirkan tanpa pemotongan gaji, izin sakit, menahan ijazah untuk masuk kerja, hingga tersedianya ruang laktasi bagi pekerja perempuan yang sedang masa menyusui. “Aturan seperti ini bisa saja diatur dalam peraturan perusahaan (PP). Namun dapat dilihat faktanya, perusahaan terdaftar WLKP yang memiliki Peraturan Perusahaan (PP) 38.032 dari 1.886.947 perusahaan atau hanya 2 persen saja,” ucap Edy.
Ketika bicara Pekerja Migran Indonesia (PMI) juga masih banyak terjadi sengkarut. Bukti adanya PMI ilegal yang bermasalah dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ini menunjukkan harus ada yang dibereskan. Menutup celah nakal hingga membekali angkatan kerja dengan kemampuan yang mumpuni menurut Edy harus dilakukan. “Bekali keterampilan, kemampuan bahasa asing ditingkatkan, lalu lewat pemerintahan terkecil harus ada edukasi tentang pemberangkatan PMI yang legal,” ungkapnya.
Memang pekerjaan rumah di sektor ketenagakerjaan masih sangat banyak. Untuk itu Edy mengajak seluruh pihak melakukan evaluasi. Kritik dari buruh yang melakukan aksi pada 1 Mei ini harus diserap. “Karena semua pihak ingin pekerja di Indonesia mendapatkan haknya dan rasa aman. Indonesia akan menjadi negara dengan ekonomi maju jika pekerjanya tidak lagi khawatir dengan hak yang diterimanya,” pungkas Edy. St