SEMARANG (Jatengdaily.com) – Setiap huruf, setiap kata, dan setiap ayat dalam Al-Quran mengandung hikmah yang mendalam, yang dapat membimbing umat Islam menuju kehidupan yang penuh berkah dan rahmat.
Namun, meskipun begitu besar manfaatnya, banyak dari kita yang terkadang merasa ragu untuk membaca Al-Quran, terutama jika kita merasa kesulitan dalam membacanya dengan lancar dan tepat. Padahal, membaca Al-Quran, meskipun terbata-bata atau grotal-gratul, tetap mendatangkan pahala, di mana disebutkan dua pahala.
Hal itu dikemukakan oleh Ketua Komisi Hukum dan HAM MUI Jawa Tengah Drs. K.H. Eman Sulaiman, M.H. dalam Peringatan Nuzulul Quran di Masjid Baitussalam, Jalan Taman Karonsih, Ngaliyan, Semarang, Senin malam, 17 Maret 2025.
Sebelumnya ada sambutan dari Ketua Takmir Masjid Baitussalam Gendro Susilo dan pembacaan ayat suci Al-Quran oleh ustaz Luthfi Fahmi Mahbubi.
Eman mengatakan, membaca Al-Quran adalah ibadah yang sangat dianjurkan dalam Islam. Setiap huruf yang kita baca dari Al-Qur’an mendatangkan pahala yang besar, dan pahala tersebut dilipatgandakan.
Oleh karena itu, semakin sering kita membaca Al-Quran, semakin banyak pahala yang kita peroleh. Setiap bacaan yang kita ucapkan dengan penuh niat dan ketulusan, meskipun terkadang terbata-bata, tetap diterima oleh Allah dengan penuh kasih sayang.
“Sering kali seseorang merasa malu atau enggan membaca Al-Qur’an ketika ia merasa tidak lancar atau terbata-bata. Namun, dalam ajaran Islam, kita diajarkan untuk tidak takut atau ragu dalam beribadah kepada Allah, termasuk ketika membaca Al-Quran.”
” Pahala yang dijanjikan Allah tidak hanya diberikan kepada mereka yang mampu membaca dengan lancar dan fasih, tetapi juga kepada mereka yang berusaha keras meskipun terbata-bata,” katanya.
Menyinggung tentang ibadah puasa, yang dilaksanakan oleh umat Islam setiap tahun di bulan Ramadan, sering kali dipahami secara sederhana sebagai tindakan menahan lapar, dahaga, dan keinginan untuk berhubungan seksual sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.
Puasa jika hanya sekadar itu sangat ringan. Meskipun itu adalah inti dari ibadah puasa, makna dan esensi puasa jauh lebih dalam daripada sekadar menahan diri dari kebutuhan fisik.
Puasa sejatinya adalah sebuah ujian spiritual yang menguji ketahanan mental, emosional, dan moral seseorang. Beratnya ibadah puasa sesungguhnya terletak pada aspek-aspek tersebut yang seringkali lebih sulit untuk dijalani daripada sekadar menahan hawa nafsu.
Menurut Eman, puasa bukan hanya soal menahan diri dari makanan dan minuman. Salah satu ujian terberat dalam puasa adalah kemampuan seseorang untuk menjaga hati dan pikirannya dari perbuatan atau pemikiran yang buruk.
Nabi Muhammad SAW mengingatkan umatnya bahwa puasa bukan hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menahan diri dari perkataan kotor, dusta, dan perbuatan yang tidak baik.
“Aspek lain yang membuat ibadah puasa terasa berat adalah tantangan untuk menahan diri dari berbagai keinginan duniawi.
Puasa mengajarkan untuk lebih fokus pada nilai-nilai spiritual, bukan pada kenikmatan duniawi yang bersifat sementara. Keinginan makan, minum, atau berhubungan intim dengan pasangan hanya sebagian kecil dari berbagai hasrat manusia yang terus-menerus mengalir dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya.
Hadir dalam acara itu sejumlah tokoh masyarakat setempat, seperti Ketua Yayasan Baitussalam Didik Suwarsono, dosen UIN Walisongo Semarang M. Saefullah dan Abdul Sattar, dosen Unissula Mohammad Agung Ridlo, Ketua RW IV Ngaliyan Gunoto Saparie, pengurus Takmir Masjid Baitussalam M. Masono, dan lain-lain. St