in

Generasi Klik vs Generasi Jala: Dilema Nelayan Kota Tegal di Era Digital

Oleh: Luziana Wijaya Tanjung, S.ST

Analis Pengelolaan Keuangan APBN Ahli Pertama
BPS Kota Tegal

 

“Mampukah Nelayan Kota Tegal Menaklukkan Ombak Digital?”

Kobaran api menjilat langit Pelabuhan Kota Tegal pada akhir tahun 2024, menciptakan pemandangan apokaliptik yang mengerikan. Puluhan kapal nelayan dilahap si jago merah, meluluhlantakkan mata pencaharian dan diperkirakan menimbulkan kerugian hingga 60 miliar rupiah (Paguyuban Nelayan Kota Tegal/PNKT). Musibah ini tak hanya menambah duka bagi “Kota Bahari”, tetapi juga memberikan kesadaran akan pentingnya adaptasi dan inovasi, terutama dalam menghadapi era digital.

Kini, ombak di Pelabuhan Jongor kembali tenang dan kembali hidup. Kesibukan di mana-mana, kapal-kapal berlabuh, ikan-ikan dibongkar, suara sahutan tawar-menawar lelang ikan menciptakan atmosfer khas pelabuhan yang penuh energi. Ironisnya, di balik geliat ini, tersembunyi kegelisahan mendalam. Meskipun hasil tangkapan melimpah, mencapai 39,29 ton pada tahun 2023 (Kota Tegal Dalam Angka 2023), nelayan Tegal justru terancam tenggelam dalam pusaran kemajuan teknologi digital. Akankah mereka mampu beradaptasi, menguasai “lautan” informasi, dan menaklukkan ombak digital?

Perahu Kayu vs Era Digital

Jauh sebelum dijuluki sebagai “Kota Bahari” pada 1950, para nelayan Kota Tegal telah lama mengarungi kerasnya kehidupan laut dimulai dengan menggunakan perahu kayu dan jala sederhana untuk menangkap ikan. Sekarang, banyak nelayan yang sudah memakai kapal motor dan alat tangkap modern. Namun, kini mereka dihadapkan pada tantangan baru: menaklukkan lautan digital.

Data menunjukkan 63,83% nelayan di Tegal hanya lulus SD. Rendahnya pendidikan ini menghalangi mereka menguasai teknologi digital. Mayoritas nelayan berada pada usia produktif, namun sebagian besar hanya lulus SD. Jika dilihat dari kelompok umur, mayoritas nelayan di Kota Tegal berada pada kelompok usia produktif (35-64 tahun) sebanyak 91,55%, sedangkan nelayan senior (umur 65 tahun ke atas) sebanyak 7,86% (BPS, 2023).

 Pendidikan Nelayan: Kunci Melek Teknologi di Era Digital

Ironisnya, Angka Partisipasi Murni (APM) untuk SD/MI di Kota Tegal tahun 2023 hanya 97,75% (BPS, 2023). Artinya, masih ada anak-anak di Kota Tegal yang tidak mendapatkan hak bersekolah tingkat dasar. Meskipun angka ini tergolong tinggi, pemerintah tetap harus meningkatkan kualitas sumber daya manusia di sektor perikanan, khususnya untuk nelayan muda. Mereka perlu dibekali dengan pendidikan dan keterampilan yang memadai, terutama di bidang teknologi digital.

Pemerintah perlu meningkatkan kualitas tenaga kerja di sektor perikanan. Salah satunya dengan menyediakan akses pendidikan dan pelatihan teknologi yang mudah dijangkau oleh para nelayan muda.

 Mampukah “Generasi Klik” Melanjutkan Warisan “Generasi Jala”?

Ada dua generasi dengan karakteristik berbeda dalam hal teknologi. “Generasi Jala” adalah nelayan yang lebih senior dan kaya akan pengetahuan tentang laut. Mereka memiliki kearifan lokal yang tak ternilai karena sangat berpengalaman. Sayangnya, mereka gaptek atau gagap teknologi. Di sisi lain, “Generasi Klik”, yaitu nelayan muda, justru melek teknologi. Sayangnya, mereka kurang pengetahuan tentang kondisi laut.

Keadaan ini menyulitkan transfer pengetahuan antar generasi. Nelayan senior kesulitan meningkatkan diri karena keterbatasan dalam teknologi. Sebaliknya, nelayan muda kehilangan kesempatan untuk belajar dari kearifan lokal para seniornya. Nelayan senior memiliki insting yang kuat dalam membaca tanda-tanda alam, seperti arah angin dan gelombang, untuk menentukan waktu yang tepat untuk melaut.

Namun, mereka akan kesulitan dalam menggunakan teknologi modern seperti aplikasi prakiraan cuaca yang membutuhkan pengetahuan teknologi digital. Kondisi ini diperparah dengan sistem mentoring yang belum berkembang di kalangan nelayan Kota Tegal. Baik mentoring konvensional (senior mengajarkan ke yang lebih muda) maupun reverse mentoring (junior mengajarkan ke yang lebih senior) belum dikenal di sini. Sistem pewarisan dan berbagi pengetahuan masih sangat tradisional, tergantung pada kedekatan atau kekerabatan saja.

 Jerat Akses, Terhimpit Modal

Akses internet juga menjadi krusial. Namun, hanya 81,61% penduduk Kota Tegal yang menggunakan internet, termasuk yang bekerja sebagai nelayan (BPS, 2024). Bayangkan, di era informasi dapat diakses dengan sekali klik, banyak nelayan Kota Tegal masih terisolasi dari “lautan” informasi digital. Mereka kehilangan akses pada prakiraan cuaca yang akurat, informasi harga pasar yang real-time, dan pengetahuan tentang teknik penangkapan ikan yang berkelanjutan.

Dampak pandemi COVID-19 juga masih dirasakan oleh para nelayan. Survei menunjukkan bahwa 79,10% usaha mikro dan kecil (UMK) di Kota Tegal terdampak pandemi COVID-19, termasuk di sektor perikanan (BPS, 2023). Dampak yang dirasakan antara lain penurunan permintaan/penjualan, bahan baku mahal dan langka, penundaan pembayaran, dan kehadiran pekerja berkurang.

 Dampak Kesenjangan Digital: Lebih dari Sekedar Ekonomi

Kesenjangan digital sangat mempengaruhi nelayan di Tegal. Ini tidak hanya soal uang, tapi juga tentang sosial dan budaya.

  • Ekonomi: Nelayan yang gaptek sulit mendapatkan info penting. Mereka butuh tahu tentang cuaca, harga, dan cara penangkapan ikan yang ramah lingkungan. Tanpa itu, mereka berisiko di laut dan pendapatan mereka menurun. Mereka kesulitan menjual ikan mereka secara online. Mereka juga sulit mendapatkan dana untuk bisnis mereka. Pandemi COVID-19 membuat hal ini semakin buruk, menurunkan penjualan dan kesulitan mendapatkan modal (BPS, 2023).
  • Sosial:

Kesenjangan digital di Kota Tegal mempersulit transfer kearifan lokal antar generasi nelayan. Generasi muda, yang melek teknologi, justru kesulitan menyerap pengetahuan melaut dari generasi tua. Padahal, seperti kata Marcus Garvey, seorang aktivis hak-hak sipil, “Masyarakat yang tidak mengenal sejarah, asal-usul, dan budayanya ibarat pohon tanpa akar.” Hilangnya tradisi bahari berarti hilangnya identitas dan keterampilan melaut yang berharga.

  • Budaya:

Teknologi modern bisa mengancam kearifan lokal nelayan. Mereka butuh mengintegrasikan teknologi dengan kearifan lokal untuk menjaga laut dan ketahanan pangan

 

Bersama Menuju “Kota Bahari” yang Sejahtera

Meningkatkan produksi perikanan sangat membantu ekonomi. Setiap 1% peningkatan produksi membawa peningkatan PDB 0,21% (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2024). Mari kita dukung nelayan di Kota Tegal. Kita bisa membantu dengan berbagai cara. Misalnya, membeli dan mempromosikan produk perikanan mereka. Kita juga  bisa terlibat dalam program pemberdayaan nelayan. Pemerintah pun memiliki peran penting.

  • Meningkatkan literasi digital: Melalui pelatihan penggunaan smartphone, komputer, aplikasi relevan (prakiraan cuaca, pemetaan (GPS), dan pasar digital), pemasaran digital, dan keamanan digital.
  • Meningkatkan akses internet: Memperluas jaringan internet, menyediakan Wi-Fi publik di tempat-tempat strategis, dan memberikan subsidi internet.
  • Mempermudah akses permodalan: Menyederhanakan persyaratan kredit, menyediakan program kredit khusus, dan meningkatkan literasi keuangan.
  • Meningkatkan program kesehatan: Memperluas jangkauan layanan kesehatan, menyediakan asuransi kesehatan khusus, dan melakukan penyuluhan kesehatan.

Kita harus menjembatani kesenjangan digital di Kota Tegal. Peningkatan kualitas pendidikan dan pemberdayaan nelayan sangat penting. Teknologi yang bijak juga kunci untuk “Kota Bahari” yang sejahtera. Jatengdaily.com-st

Written by Jatengdaily.com

KAI Daop 4 Semarang Layani 12 Juta Penumpang Sepanjang 2024, Naik 12 Persen Dibanding Tahun 2023

Sambut Ramadhan, Musisi Semarang Herie Pethek Rilis Single Religi