Loading ...

Libatkan 113 Sejarawan, Sejarah Indonesia akan Ditulis Ulang

Fadli Zon

Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon Foto: Dok Kementerian Kebudayaan

JAKARTA (Jatengdaily.com)-  Menteri Kebudayaan (Menbud), Fadli Zon, menegaskan komitmen pemerintah dalam menyusun ulang Sejarah Nasional Indonesia secara menyeluruh dan inklusif, dengan melibatkan 113 sejarawan dari seluruh Nusantara.

Hal ini disampaikannya usai rapat terbuka dengan Komisi X DPR RI terkait program strategis penulisan sejarah nasional,  dilansir dari laman InfoPublik Sabtu (31/5/2025).

Fadli Zon menyebut, penulisan sejarah ini bukan proyek baru, melainkan kelanjutan dari misi Kementerian Kebudayaan sejak awal dibentuk. Penulisan akan dilakukan dalam 10 jilid besar yang mencakup seluruh periode sejarah Indonesia, mulai dari masa prasejarah hingga era Presiden Joko Widodo.

“Sudah 26 tahun kita tidak menulis sejarah secara komprehensif. Terakhir buku Sejarah Nasional Indonesia diperbarui pada 2008, dan hanya sampai era Presiden Habibie. Kini kita menulis sejarah dari 1,8 juta tahun lalu hingga masa kini,” ujar Fadli.

Tim penulis terdiri dari para guru besar, doktor, akademisi, serta pakar-pakar sejarah, arkeologi, antropologi, hingga arsitektur dari berbagai wilayah Indonesia. Mereka dibagi berdasarkan periode keahlian masing-masing, dengan sistem editor per-jilid dan satu editor umum.

Langkah ini, kata Fadli, bertujuan agar penulisan sejarah lebih objektif dan berbasis perspektif Indonesia, bukan narasi kolonial seperti yang selama ini mendominasi.

“Kalau versi Belanda, agresi militer mereka disebut politionele actie. Bung Tomo dianggap ekstremis. Tapi bagi kita, Bung Tomo adalah pahlawan nasional. Maka penulisan ini kita dasarkan pada perspektif Indonesia-sentris,” tegasnya.

Dalam penulisan ulang ini, beberapa istilah seperti “Orde Lama” akan direvisi karena dianggap tidak inklusif. Fadli menjelaskan bahwa istilah tersebut tidak pernah digunakan oleh pemerintahan masa itu dan hanya muncul dari narasi tertentu di era berikutnya.

Sebaliknya, pembabakan sejarah akan berdasarkan sistem politik dan dinamika demokrasi yang berkembang kala itu, seperti masa Demokrasi Liberal, Demokrasi Terpimpin, Orde Baru, hingga Era Reformasi.

Fadli juga menyoroti pentingnya mencantumkan temuan arkeologis mutakhir, seperti lukisan gua di Leang Karangkuang yang berusia hampir 52.000 tahun, menjadikan Indonesia sebagai pemilik ekspresi budaya tertua di dunia.

Temuan situs Bongal di Tapanuli yang menunjukkan masuknya Islam pada abad ke-7 Masehi juga akan dimasukkan dalam narasi baru ini, memperkuat argumen bahwa peradaban dan pengaruh Islam di Indonesia dimulai jauh lebih awal dari asumsi sebelumnya.

Menjawab kritik tentang minimnya narasi pelanggaran HAM dalam draft awal yang beredar, Fadli menegaskan bahwa draft tersebut belum final. Buku ini bukan bertujuan merinci pelanggaran HAM secara spesifik, namun menekankan pencapaian bangsa dan garis besar peristiwa penting dalam rangka memperkuat integritas nasional.

“Kalau kita mau tulis sejarah secara detail, bisa 100 jilid dan tak akan pernah selesai. Fokus kita adalah menuliskan sejarah nasional yang konstruktif dan positif,” ucapnya.

Namun demikian, Fadli memastikan bahwa seluruh peristiwa penting, termasuk konflik etnis dan keagamaan di masa Reformasi, akan tetap dicatat sebagai bagian dari sejarah nasional.

Penulisan sejarah ini ditargetkan selesai dan dapat diluncurkan menjelang 17 Agustus 2025, sebagai bagian dari perayaan 80 tahun kemerdekaan Indonesia. Rencananya, buku ini juga akan digunakan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan nasional, guna memperkuat pemahaman sejarah bagi generasi muda.

“Jangan sampai generasi muda kita tidak tahu siapa Sutan Sjahrir, atau mengira Soekarno-Hatta itu satu nama. Sejarah adalah kunci jati diri bangsa,” tutup Fadli Zon. she 

Facebook Comments Box
Exit mobile version