SEMARANG (Jatengdaily.com) -Pementasan wayang kulit yang digelar oleh Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Sabtu (9/8/2025) malam yang dihadiri seribuan orang berlangsung gayeng.
Menghadirkan dalang Ki Bayu Aji Pamungkas, Prof Dr KPH Yanto (yang merupakan Hakim Agung, Mahkamah Agung RI, yang juga Guru Besar Fakultas Hukum Unissula), Ki Sri Kuncoro, dan dimeriahkan oleh sinden Endah Laras, pagelaran wayang kulit mengambil lakon Wahyu Makutharama.
Rektor Unissula Prof Dr Gunarto SH MH mengatakan Unissula sebagai kampus yang selalu merawat dan nguri-uri budaya. Apalagi wayang kulit menjadi warisan budaya yang telah diakui oleh UNESCO.

”Wayang telah menemani perjalanan bangsa Indonesia selama ribuan tahun karena kesenian wayang sudah berkembang di Indonesia sebelum abad pertama tahun Masehi,” jelas rektor.
Oleh karena itu menurutnya menjadi tanggung jawab kita semuanya untuk merawat seni wayang ini agar terus lestari dan dapat kita wariskan kepada generasi mendatang. Jika tidak kita rawat, saya khawatir kesenian ini akan diakui dan dikalim oleh negara lain.

”Wayang tidak hanya sekedar seni pertunjukan biasa, karena Wayang dapat menyatukan semua kalangan seperti halnya pertunjukan wayang malam ini di kampus Unissula dapat menyatukan banyak pihak: mulai dari unsur penegak hukum, kaum akademisi, eksekutif, legislatif, pecinta seni, pecinta budaya serta masyarakat umum dari berbagai latar belakang budaya, suku, bangsa, dan agama,” jelasnya.
Dalam sejarahnya wayang bisa menjadi media pendidikan moral dan budi pekerti. Kita dapat belajar dari tokoh tokoh wayang yang memiliki watak mulia yang mengajarkan kepemimpinan, keberanian, keteguhan hati, kejujuran, dan ketulusan. Serta menghindari watak angkara murka yang tercermin dari tokoh yang tamak, bengis, dan suka mengadu domba.
Di masa lalu wayang juga menjadi media dakwah yang dapat diterima oleh semua kalangan, dapat merangkul semua pihak tanpa menimbulkan gesekan, keretakan dan permusuhan misalnya yang dicontohkan oleh Sunan Kalijogo.
Sedangkan tema Wahyu Makutharama menjadi tema yang sangat pas dalam konteks ke-Indonesiaan saat ini yang membutuhkan kepemimpinan transformatif di semua lini.
Wahyu Makhutarama sendiri merujuk pada wahyu ilahiah yang diturunkan bagi para pemimpin yang sedang berada di tengah berbagai permasalahan maupun problem. Wahyu Makutharama merupakan pengetahuan, kebijaksanaan dan budi pekerti yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin sejati.
Pemimpin harus berlaku seperti matahari yang menumbuhkan harapan. Bulan yang menerangi dalam gelap. Bintang yang menjadi arah. Mendung yang menunjukkan kewibawaan. Kemudian pemimpin juga harus memiliki sifat bumi yang kokoh. Samudera yang luas yang dapat menampung aspirasi. Api yang berani menegakkan kebenaran, dan angin yang menyentuh dan melingkupi seluruh tempat.
Wahyu ini turun dan menjadi petunjuk, bekal, maupun bentuk lainnya yang menuntun pemimpin dalam merumuskan langkah yang tepat dalam menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi.
Dalam Islam, Wahyu Makhutarama adalah nilai nilai wajib yang dimiliki oleh seorang pemimpin yaitu shidiq (benar) amanah (dapat dipercaya), fathonah (cerdas) dan tabliq (komunikatif). ”Sesungguhnya seorang pemimpin tidak dapat menjalankan kepemimpinannya dengan baik tanpa adanya dukungan dari masyarakat,” jelasnya. she