S3 Hukum Untag Semarang Kupas Bedah Plastik Modern dalam Perspektif Bioetik

img_1756726251771

Program Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum Untag Semarang menggelar webinar nasional bertajuk “Praktik Bedah Plastik Modern, Rekonstruksi dan Estetika dalam Perspektif Bioetik Berkeadilan”.Foto:dok

SEMARANG (Jatengdaily.com) – Program Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum Untag Semarang menggelar webinar nasional bertajuk “Praktik Bedah Plastik Modern, Rekonstruksi dan Estetika dalam Perspektif Bioetik Berkeadilan”.

Kegiatan ini menghadirkan pakar medis, praktisi hukum, hingga akademisi untuk membedah isu medis dan yuridis dalam praktik bedah plastik yang kian berkembang di era modern.

Webinar yang diselenggarakan secara daring ini menghadirkan empat narasumber kompeten di bidangnya, yakni dr. Erythrina Permata Sari (Kepala KSM Bedah RSUP Persahabatan Jakarta), Dr. Ir. Endang Sris Sarastri (Ketua DPD Federasi Advokat RI), Dr. Lisfer Berutu, S.H., M.H. (Hakim Tinggi di Papua), serta Ananda Agus, S.H., M.H. (Pengacara hukum kesehatan).

Selain itu, Prof. Dr. Sarsintorini Putra, S.H., M.H., Ketua Pembina Yayasan UNTAG Semarang, turut hadir sekaligus menjadi pembahas dalam diskusi yang berlangsung interaktif. Kehadirannya menegaskan dukungan yayasan terhadap penguatan riset dan diskursus akademik di bidang hukum kesehatan dan bioetika.

Dalam paparannya, dr. Erythrina menekankan bahwa bedah plastik rekonstruksi dan estetika merupakan kombinasi antara ilmu pengetahuan dan seni. Praktik ini tidak hanya memerlukan keahlian medis berbasis bukti (evidence-based medicine), tetapi juga pemahaman budaya, psikologis, dan spiritual pasien.

Sementara itu, Ananda Agus menjelaskan bahwa prinsip bioetik — autonomy, beneficence, non-maleficence, dan justice — harus menjadi landasan dalam setiap tindakan medis. Menurutnya, dokter tidak hanya berkewajiban memberikan layanan terbaik, tetapi juga memastikan keadilan bagi pasien maupun tenaga medis.

Dr. Endang Sarastri mengulas sisi hukum, terutama terkait perlindungan bagi dokter spesialis bedah plastik rekonstruksi dan estetik. Ia menegaskan perlunya regulasi yang jelas agar penyelesaian sengketa medis tidak semata-mata merugikan salah satu pihak, melainkan mengedepankan prinsip bioetika berkeadilan.

Sementara Dr. Lisfer Berutu menyoroti peran hakim dalam menangani perkara medis yang kerap melibatkan dimensi moral, etik, dan hukum. Menurutnya, pendekatan non-litigasi melalui mediasi sering kali menjadi jalan terbaik bagi pasien maupun tenaga medis.

Webinar ini menegaskan komitmen Program Doktor Ilmu Hukum Untag Semarang untuk terus menghadirkan forum ilmiah yang menghubungkan dunia medis, hukum, dan etika, sekaligus menjadi wadah edukasi bagi mahasiswa, akademisi, dan praktisi. St