
SEMARANG (Jatengdaily.com)-Energi fosil khususnya minyak bumi, merupakan sumber energi utama dan sumber devisa negara.
Namun demikian, cadangan minyak bumi yang dimiliki Indonesia jumlahnya terbatas. Sementara itu, kebutuhan manusia akan energi semakin meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencari bahan bakar alternatif yang memiliki sifat dapat diperbaharui (renewable) dan ramah lingkungan.
Potensi energi yang terbaharukan antara lain tenaga matahari, panas bumi, angin, arus laut, tanaman penghasil minyak, dan lain-lain. Meskipun demikian, pemanfaatan energi yang bersumber dari tenaga matahari, angin dan arus laut mengalami kesulitan dalam hal penampungan (storage) khususnya untuk benda bergerak.
Oleh karenanya, ide inovatif dari Tim Riset Program Studi (Prodi) Teknologi Rekayasa Kimia Industri (TRKI) Sekolah Vokasi Sekolah Vokasi (SV Undip), yakni Endy Julianto, Malika Pintanada Kaladinanty dan Haliza Ramadiani, mengubah minyak nabati menjadi biodiesel.
Haliza Ramadiani yang biasa disapa Haliza menyampaikan bahwa inyak nabati merupakan salah satu hasil tanaman yang berpotensi sebagai sumber hidrokarbon atau sumber energi di Indonesia. Namun minyak tersebut tidak bisa digunakan secara langsung karena memiliki viskositas yang tinggi, adanya asam lemak bebas, volatilitas yang rendah, adanya gum dan terbentuknya endapan yang tinggi bila digunakan sebagai bahan bakar secara langsung. Oleh karenanya, harus diubah ke bentuk lain yaitu menjadi alkil ester (biodisel).
Sejak berabad-abad yang lalu minyak nabati, seperti minyak jarak pagar telah dikenal oleh masyarakat Indonesia. Minyak jarak pagar termasuk golongan setengah mengering (semi drying oil) atau minyak mengering (drying oil), sehingga tidak dapat digunakan sebagai minyak goreng. Hal ini disebabkan karena minyak tersebut jika kontak dengan udara pada suhu tinggi akan cepat teroksidasi sehingga berbau tengik. Oleh karenanya, minyak jarak pagar lebih baik diubah ke bentuk oleokimia, seperti biodisel terang Haliza.
Sementara itu Malika mengungkapkan bahwa produksi biodisel dari minyak nabati pada dasarnya adalah reaksi metanolisis, yaitu reaksi trigliserida dengan metanol dihasilkan metil ester asam lemak dan gliserol. Reaksi ini dapat dilakukan secara kimiawi menggunakan katalis dengan energi tinggi, dan dapat secara enzimatik. Pembuatan biodisel dari minyak nabati telah banyak dikaji bahkan diproduksi secara komersial.
Saat ini metode kimiawi untuk produksi biodisel mempunyai beberapa kesulitan, seperti kebutuhan akan bahan baku murni, rekoveri gliserol, pembuangan katalis basa, dan energi yang lebih besar. Transesterifikasi kimiawi dapat menjadi kompleks jika bahan baku mengandung asam lemak bebas atau air yang tinggi. Pendekatan enzimatis dapat menyelesaikan masalah ini karena lipase dapat beroperasi dibawah kondisi yang bervariasi dalam sintesis alkil ester.
”Meskipun harga enzim secara komersial masih mahal, namun demikian proses kontinyu untuk memproduksi ester menggunakan immobilized enyme dapat menurunkan biaya produksi,” jelas Malika.
Endy Julianto yang merupakan Kaprodi TRKI SV Undip mengatakan, beberapa minyak nabati telah dicoba untuk dikonversi menjadi biodisel secara enzimatis. Studi awal juga telah dilakukan dalam skala laboratorium dengan menggunakan bioreaktor packed coloumn enzimatis, dimana menunjukkan bahwa metanolisis trigliserida dengan immobilized lipase sangat potensial dalam memproduksi biodisel.
Jenis bioreaktor ini mempunyai keunggulan diantaranya perancangan sederhana, tanpa ada bagian yang bergerak, aliran mudah dikendalikan, waktu tinggal dalam reaktor seragam, kontak area lebih luas dengan energi input yang rendah, adanya peningkatan perpindahan massa dan memungkinkan tangki yang besar sehingga kapasitas dapat ditingkatkan.
Dari berbagai kajian tersebut dapat disimpulkan berbagai faktor yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi enzimatis tersebut, antara lain sumber enzim, kadar air, rasio metanol/minyak, suhu jika waktu reaksinya pendek.
”Disamping itu, secara umum reaksi interesterifikasi dapat dipengaruhi oleh adanya beberapa jenis pelarut organik, sementara pelarut organik lain tidak. Pelarut organik ini dapat memfasilitasi kontak antara enzim dan substrat, serta dapat mengencerkan viskositas campuran,” tutur Endy.
Meskipun demikian, menurutnya, kendala yang dihadapi dalam mengkonversi minyak jarak pagar ke biodisel secara enzimatis, adalah harga enzim yang tersedia secara komersial masih mahal. Oleh karenanya perlu upaya dalam menurunkan dan menekan biaya produksi melalui penggunaan enzim yang berulang-ulang dan produksi secara kontinyu. Alternatif proses yang dikembangkan adalah produksi biodisel secara kontinyu menggunakan immobilized enyme dalam bioreaktor packed coloumn, tutup Endy. she
0



