Tokoh Lintas Agama Jateng Serukan Perbaikan Fundamental Pemerintahan dengan Basis Moralitas

Para tokoh lintas agama dan kepercayaan Jawa Tengah berkumpul di Keuskupan Agung Semarang, Senin, 1 September 2025, menyikapi situasi dan kondisi terakhir di Indonesia, khususnya Jawa Tengah.Foto:dok
SEMARANG (Jatengdaily.com) – Suasana teduh menyelimuti Aula Keuskupan Agung Semarang di Jalan Pandanaran, Senin (1/9/2025), ketika puluhan tokoh lintas agama dan kepercayaan Jawa Tengah duduk bersama.
Mereka, yang tergabung dalam Persaudaraan Lintas Agama (Pelita), sepakat menyuarakan satu hal penting: bangsa Indonesia perlu melakukan perbaikan fundamental dalam tata pemerintahan, berlandaskan moralitas dan kepercayaan.
Koordinator Pelita, Setyawan Budy, dalam siaran persnya menggambarkan situasi akhir Agustus lalu yang sempat mencekam.
“Ibarat bisul, akumulasi kekecewaan dan amarah masyarakat bisa meletus kapan saja. Itu membahayakan keselamatan bangsa. Karena itu, kita harus menyikapinya dengan bijak, dengan langkah fundamental yang membawa rekonsiliasi dan harmoni sejati,” ujarnya penuh tekanan.
Pelita menilai, respons Presiden bersama DPR, MPR, dan DPD yang berusaha meredam gejolak rakyat patut diapresiasi. Namun, Setyawan mengingatkan agar jajaran pemerintah—baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif—tidak berhenti di situ.
“Kebijakan publik harus berpihak pada kebutuhan rakyat, berbasis partisipasi, dan dilandasi prasangka baik terhadap warganya sendiri,” tegasnya.
Dalam seruannya, Pelita juga menekankan pentingnya pendekatan persuasif dari aparat keamanan. Setyawan meminta agar tindakan represif dan penggunaan kekuatan berlebihan dihindari, terutama saat menghadapi warga sipil yang menyampaikan aspirasi.
Hak bantuan hukum, pemulihan psikologis, serta perlindungan kelompok rentan—seperti perempuan, anak, dan penyandang disabilitas—menurutnya harus dipenuhi tanpa kompromi.
Di sisi lain, ia mengajak mahasiswa dan elemen masyarakat agar tetap fokus menyampaikan aspirasi secara damai, tidak mudah terprovokasi, dan menolak tindakan destruktif.
“Kami mengecam siapa pun yang menunggangi aspirasi rakyat dengan aksi penjarahan, perusakan, atau ujaran kebencian berbasis SARA. Itu mencederai kemanusiaan sekaligus persaudaraan kita sebagai bangsa,” kata Setyawan.
Suara moral juga diserukan kepada para pemuka agama. Mereka diajak lebih cepat merespons kegelisahan umat, menjadi penyejuk, serta menuntun dengan hati nurani yang bersih.
“Umat dan masyarakat harus saling peduli, saling mendoakan, agar negeri ini benar-benar maju, damai, dan sejahtera,” tambahnya.
Seruan Pelita itu mendapat dukungan luas dari berbagai tokoh agama, kepercayaan, lembaga hukum, hingga komunitas budaya.
Nama-nama besar turut membubuhkan tanda tangan, mulai dari K.H. Taslim Syahlan (Sekjen Asosiasi FKUB Indonesia), Rm. FX. Sugiyana Pr (Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Semarang), Bhikkhu Cattamano Mahathera (Kepala Vihara Tanah Putih Semarang), Pdt. Rahmat Rajagukguk (Ketua PGI Kota Semarang), hingga Lukito (Ketua Majelis Agama Khonghucu Indonesia Kota Semarang).
Tak hanya itu, aktivis hukum seperti Ahmad Syamsuddin Arief (LBH Semarang), tokoh masyarakat Harjanto Halim, Gusdurian Semarang, hingga akademisi dari Unika Soegijapranata juga berdiri dalam satu barisan moral.
Dukungan lintas iman dan latar belakang itu menjadi penegasan, bahwa keresahan rakyat bukanlah persoalan satu golongan, melainkan tanggung jawab bersama.
“Sebagai wujud nyata, pemuka agama dan kepercayaan dalam jaringan Persaudaraan Lintas Agama akan bersatu dengan masyarakat Jawa Tengah, mengupayakan kedamaian masyarakat, serta kemajuan bangsa Indonesia,” tandas Setyawan, disambut anggukan dan doa bersama seluruh hadirin. St