in

Jumlah Pengawas Ketenagakerjaan Minim, Harus Awasi 24.000 Perusahaan

ilustrasi. Foto: ist

SEMARANG (Jategdaily.com) –Jumlah tenaga pengawas bidang ketenagakerjaan di Jawa Tengah, hingga saat ini masih sangat minim. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah mencatat kini hanya mempunyai 154 tenaga pengawas yang disebar di enam satuan kerja wilayah.

“Di sektor bidang pengawasan, kita sekarang hanya memiliki 154 orang pengawas. Itu pun hanya bisa disebar di enam satkerwil yang meliputi eks-Karesidenan Pati, Semarang, Tegal, Surakarta, Banyumas dan Kedu. Jumlahnya sangat tidak imbang jika ditugaskan mengawasi 24.000 perusahaan yang beroperasi saat ini,” ungkap Kabid Pengawasan Ketenagakerjaan, Disnakertrans Jateng, Budi Prabawaning Dyah.

Ia menyebut nasib para pengawas ketenagakerjaan sampai saat ini masih terlunta-lunta. Karena sejak berlakunya UU Nomor 23 Tahun 2016, para pengawas kini beralih berada dibawah naungan Disnakertrans Jateng dan bukan lagi dibawah Disnaker kabupaten/kota.

Tugas mereka terbagi mengawasi pabrik-pabrik skala besar, kecil dan menengah. Ditambah lagi tugas mereka mengawasi nasib para tenaga kerja yang berjumlah 1.670.000 jiwa dengan rincian sekitar 900 ribu buruh perempuan dan 600 ribu pekerja laki-laki. Padahal, idealnya seorang pengawas bertugas memantau lima perusahaan.

“Dengan kondisi saat ini, jumlahnya masih kekurangan banyak. Maka kita maksimalkan mereka. Mau enggak mau, setiap pengawas harus bisa mobile mengawasi pabrik-pabrik besar sekaligus yang kecil atau UMKM. Gajinya dibiayai dari APBN,” bebernya.

Pihaknya mengaku terus berupaya membekali para pengawas dengan kemampuan yang mumpuni. Mulai mengasah keahlian mereka dengan ikut diklat berjenjang dari enam bulan sampai diangkat jadi pejabat fungsional oleh Gubernur Ganjar.

Kerumitan dalam mengawasi para perusahaan saat ini adalah maraknya perilaku pemilik usaha yang nekat mempekerjakan buruh-buruh harian lepas. Buruh inilah yang dimanfaatkan perusahaan untuk meraup jumlah produksi berlipat tanpa harus membayar gaji sesuai ketentuan.

“Itu sebenarnya bisa mengarah pidana. Terutama melanggar UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan pasal 90 dan pasal 185 tentang layanan upah. Situasinya marak terjadi di pabrik alas sepatu, garmen, pemintalan benang dan permebelan,” tuturnya. adri-she

Written by Jatengdaily.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

GIPHY App Key not set. Please check settings

Ilmu Kedokteran Berkembang Pesat, FK Unissula Terapkan Pembelajaran Modern

Puasa, Harga Ikan Naik