in ,

Puasa dan Integritas Pribadi

KH Ahmad Rofiq

Oleh Ahmad Rofiq
Wakil Ketua Umum MUI Jateng

Assalamualaikum wrwb.
Alhamdu liLlah wasy-syukru liLlah, hanya atas anugrah dan karunia Allah semata, hari ini kita bisa menjalani ibadah puasa di sepuluh hari terakhir bbulan Ramadhan. Idealnya, tentu sudah banyak nilai tambah, kenyamanan hati dan kebahagiaan yang kita bisa rasakan, setelah kita menjalani puasa selama dua puluh hari yang lalu. Shalawat dan salam mari kita terus senandungkan untuk Baginda Rasulullah saw, keluarga, sahabat, dan pengikut yang setia meneladani beliau. Semoga semua urusan kita dimudahkan oleh Allah, dan kelak di akhirat kita mendapatkan syafaat beliau.

Teman-teman dan Saudaraku, saya menerima postingan di whatsapp, yang posisi juga “diteruskan” tidak jelas dari siapa yang menulis. Anggap saja “anonimous” (maaf saya tidak bermaksud melakukan plagiat, karena dalam kiriman itu tidak disebutkan penulisnya) tetapi karena isinya “bagus” maka beberapa poin, saya kutip.

Kiriman yang sama juga saya terima dari kawan saya Dr. KH. Syukri Iska, M.Ag, direktur program pascasarjana IAIN Batusangkar.Judulnya “Boleh Pintar tapi Integritas dan Kejujuran Lebih Penting”. Inti tulisan itu, menggambarkan ada seorang wanita muda dari Asia (tak usah disebut negaranya)yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata, bahasa Inggris dan Prancisnya sangat baik, dan mendaftar kuliah di perguruan tinggi ternama di Prancis dan diterima.

Dari tempat kostnya, ia menggunakan public transport yang sudah tertata sangat baik, semua menggunakan self service karena semua dilayani oleh mesin. Nyaris tidak ada lagi layanan manual. Tentu dengan fasilitas cctv yang lengkap. Pemeriksaan insidental pun tidak ada. Ini karena sistem layanan dan budaya “trust” atau kepercayaan dan tertib hukumnya sangat baik.

Setelah berhari-hari ia menggunakan jasa transportas umum, anak muda wanita “cerdas” ini menemukan kelemahan yang bisa “disiasati” di mana dengan tanpa membayar, ia tetap bisa mendapatkan layanan transport tersebut. Dengan “kelihaiannya” itu dia bisa memperhitungkan kemungkinan tertangkap petugas karena tidak membeli ticket sangat kecil. Sejak dirinya merasa aman menggunakan “caranya” itu, ia tidak pernah membayar lagi.

Anehnya, ia merasa dengan “temuan atas kelemahan” sistem manajemen layanan transportasi umum itu, sebagai modus penghematan karena ia merasa sebagai mahasiswi miskin, untuk mengirit dan sekaligus merasa itu sebagai “kehebatan” yang tidak bisa dilakukan orang lain. Seiring berjalannya waktu, kuliahnya pun bisa diselesaikan tepat waktu, empat tahun dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) summa cumlaude.

Merasa prestasinya hebat, ia tidak mau berlama-lama menganggur, ia mengajukan aplikasi lamaran kerja ke beberapa perusahaan bonafide di Prancis. Awalnya semua perusahaan di mana dia mengajukan aplikasimelalui email, menerimanya karena IPK yang tinggi dan jebolan Universitas keren di Prancis. Namun setelah melalui tracking atau penjejakan, akhirnya semua perusahaan menolak lamarannya. Ini terjadi berulang-ulang, tanpa alasan yang jelas. Bahkan sampai dirinya merasa diperlakukan secara rasial dari perusahaan yang ada di Prancis.

Ia pun merasa jengkel dan penasaran, dan ia mengadu ke Kementerian Tenaga Kerja, mengapa lamarannya ditolak oleh semua perusahaan. Akhirnya ketika ketemu dengan Manajer di kantor Kementerian Tenaga Kerja, ia mendapat penjelasan yang di luar dugaannya. Manajer menjelaskan: “Nona kami tidak rasis, sesungguhnya kami sangat membutuhkan Anda. Ketika saya mencermati, kami sangat terkesan dengan nilai akademik dan prestasi Anda. Kami sangat membutuhkan, karena berdasarkan nilai akademik, Andalah yang kami cari. Nona pun menimpali, “jika demikian kenapa perusahaan-perusahaan menolak saya?

Manajer ini bilang : “Begini, setelah kami periksa di database kami menemukan data bahwa Nona telah tiga kali kena sanksi tidak membayar ticket saat naik kndaraan umum. Nona ini pun kaget, dan berkata: “Ya saya mengakuinya, tetapi apakah karena perkara kecil tersebut semua perusahaan menolak saya? Manajer : “Perkara kecil? Nona, kami tidak menganggap itu perkara kecil, kami lihat di database kami, Anda pertama kali melanggar hukum terjadi id minggu pertama Anda masuk negara ini. Saat itu petugas percaya dengan penjelasan Anda bahwa Anda belum mengerti sistem transportasi umum di sini. Itu sebabnya kesalahan itu diampuni, namun Anda tertangkap dua kali lagi setelah itu”. Nona ini masih ingin mencari dalih, bahwa waktu itu merasa tidak mempunyai uang kecil saja.

Menajer: “Maaf, kami tidak menganggap demikian, Nona. Perbuatan Anda membuktikan dua hal: pertama, Anda tidak mau mengikuti peraturan yang ada. Anda pintar mencari kelemahan dalam peraturan dan memanfaatkannya untuk diri sendiri. Kedua, Anda tidak bisa dipercaya. Nona, banyak pekerjaan di berbagai perusahaan di Prancis ini bergsntung pada kepercayaan atau “trust”.

Jika Anda diberi tanggung jawab atas tugas di sebuah wilayah, maka aanda akan diberikan kekuasaan yang besar. Karena efisiensi biaya, kami tidak akan memakai sistem kontrol untuk mengawasi pekerjaanmu. Hampir semua perusahaan besar di aprancis ini mirip dengan sistem transportasi di negeri. Oleh karena itu, kami tidak bisa menerima Anda. Saya berani katakan, di negara kami bahkan di seluruh Eropa, tidak akan ada perusahaan yang mau menerima jasa Anda.

Bak disambar petir, wanita itu seperti tertampar dan “ditelanjangi” dan tersadar seakan baru terbangun dari mimpi buruk, bahwa selama ini ia bisa “mempecundangi” aturan transportasi dengan “kesombongannya”, yang ternyata semua itu berdampak sangat buruk bagi dirinya dan masa depannya.

Saudaraku, puasa adalah ibadah untuk menguji kejujuran, kedisiplinan, dan Allah menegaskan, bahwa “ibadah puasa (hamba-Ku) itu untuk Aku (Allah) dan Aku yang akan membalasnya”. Bahkan imbaan pahala, disediakan pintu khusus masuk surga, namanya Rayyan, yang secara agama, hanya boleh dilewati oleh orang yang berpuasa.

Ilustrasi di atas menegaskan, bahwa kejujuran, integritas pribadi, itu modal hidup yang sangat fundamental. Karena itu, dengan puasa mari kita menjadi hamba-hamba Allah yang menjaga integritas, atau ihsan. Sangat boleh jadi tidak ada orang lain yang melihat ketika Anda melakukan kesalahan, akan tetapi Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui. Allah a’lam bi sh-shawab. st

Written by Jatengdaily.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

GIPHY App Key not set. Please check settings

Ajak Bukber, Sahabat Lestari Peduli Anak Yatim dan Lansia

Terlambat Bayar THR, 21 Perusahaan Terancam Sanksi