SEMARANG (Jatengdaily.com) – Ketua Umum MUI Jateng KH Ahmad Darodji mengatakan, sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang diupayakan pemerintah di masa pandemi Covid-19 menimbulkan berbagai masalah.
‘’Jika sekolah masih terus ditutup, apa jadinya dengan anak-anak? Sementara di luar sana pasar ramai berkerumun bebas, sama sekali tidak khawatir terpapar covid. Pantai dan tempat wisata dibuka, sarana ibadah juga sudah dibuka, tempat hiburan dibuka, sarana transportasi penuh sesak penumpang, mal juga dibuka,’’ katanya.
Dia mengatakan hal itu dalam Focus Group Discussion (FGD) ‘’Problem dan Solusi Pembelajaran Daring pada Masa Normal Baru’’ di Masjid Raya Baiturrahman, Simpanglima Semarang, Sabtu (5/9).
Ketua Panitia Soekasdi menjelaskan, FGD yang diselenggarakan oleh Yayasan Pusat Kajian dan Pengembangan Islam (YPKPI) Masjid Raya Baiturrahman Jateng Semarang, menghadirkan narasumber Wakil Ketua Umum MUI Prof Dr H Ahmad Rofiq, Guru Besar UIN Walisongo Prof Dr Abu Rokhmad, Dosen Unissula Muhammad Khosyiin, Dewan Pendidikan Kota Semarang Dr Ali Imron, Dewan Pendidikan Jateng Prof Dr Rustono dan lain-lain.
Menurut Kiai Darodji yang juga Ketua Umum YPKPI Masjid Raya Baiturrahman, PJJ menjadi beban baru untuk para orang tua.
‘’Beban bertambah bahkan mencekik para orang karena harus membeli hp android dan kuota internet tiap minggunya. Kalau anaknya lebih dari satu? Apalagi keluarga pra sejahtera. Belum lagi orang tua yang gaptek alias gagap teknologi terpaksa harus ikut sekolah privat,” katanya.
Masalah juga dialami guru, dosen, murid dan mahasiswa. Semenjak diadakannya sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ), menurut Kiai Darodji aktivitas ibu rumah tangga mulai berkurang karena harus mendampingi anak-anaknya belajar.
‘’Bagaimana kalau masih punya bayi menyusui ?,’’ katanya.
Murid SD kehilangan waktu bermain. Mereka kangen berseragam dan bersekolah. “Kangen sekolah, pengen ketemu teman, dan belajar tatap muka dengan guru,” katanya.
Prihatin
Wakil Ketua Umum MUI Jateng Prof Dr Ahmad Rofiq MA mengatakan kalau YPKPI (Yayasan Pusat Kajian dan Pengembangan Islam) Masjid Raya Baiturrahman Semarang, menggelar FGD karena bukti dari keprihatinan yang mendalam.
‘’Sebagian karena untuk merespon keluhan banyak orang tua selama mereka mendampingi anaknya mengikuti PJJ di rumah,’’ katanya.
Menurutnya para orang tua memiliki banyak alasan satu dan lainnya berbeda. Soal kesibukan orang tua yang tidak mungkin mendampingi anaknya dalam belajar secara daring, soal gadget dan laptop yang belum dimiliki oleh setiap peserta didik, soal kuota bagi sebagian besar orang tua, masih menjadi beban sangat berat.
‘’Apalagi ada sebagia orang tua peserta didik yang mengatakan, belajar anaknya tetap dari rumah, tetapi mengapa SPP harus masih membayar utuh, dan lain sebagainya. Orang tua semacam ini, tentu harus dimaklumi, karena keterbatasan pemahaman, seolah-olah kalau mengikuti pembelajaran jarak jauh dari rumah itu, guru dan kepala sekolah, juga beban pekerjaannya menjadi bertambah,’’ kata Rofiq.
Selain harus segera menyesuaikan dengan kebiasaan menggunakan cara-cara manual dan tatap muka langsung, tiba-tiba harus segera menyesuaikan dengan kebiasaan daring dan PJJ menggunakan internet dan bahkan layaknya seperti tatap muka di kelas biasa, namun dilakukan dengan sistem jaringan.
‘’Unesco menyebutkan, bahwa lebih dari 849 juta siswa di dunia belajar dari rumah. Tentu angka tersebut dapat dipastikan bertambah, karena angka tersebut baru dari 112 negara. Itu data per Maret 2020. Unesco merilis bahwa pandemi Covid-19 telah menyebabkan darurat Pendidikan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dampaknya, 9,7 juta anak yang terkena dampak penutupan sekolah berisiko putus sekolah secara permanen,’’ tegas Rofiq.st
GIPHY App Key not set. Please check settings