in ,

Jateng, Bangkitlah di PON 2024

Oleh Pandu Adi Winata
Statistisi BPS Purbalingga

UNSUR sosial budaya mempunyai peran penting sehingga mampu menciptakan investasi tersendiri membangun peradaban masyarakat di segala lini kehidupan. Oleh sebab itu pembangunan yang komprehensif, tidak hanya bertumpu pada peningkatan perekonomian saja, namun juga memperhatikan unsur sosial budaya, di mana salah satu dimensinya adalah aspek olahraga.

Olahraga sendiri didefinisikan sebagai segala kegiatan yang sistematis yang dilakukan untuk mendorong, membina serta mengembangkan potensi jasmani, rohani dan sosial (UU No. 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional). Di masyarakat, olahraga sudah menjadi bagian penting dari aktivitas mereka. Mulai dari anak-anak, remaja hingga orang tua menyukai olahraga.

Masyarakat pun mulai menyadari betapa pentingnya olahraga bagi kesehatan, sampai ada sebagian orang yang rela mengeluarkan banyak uang hanya untuk bisa menikmati olahraga tertentu. Sepeda bromton yang harganya selangit, cukup menjadi contoh bagaimana orang rela mengeluarkan segepok uang untuk sekedar berolahraga sepeda.

Dalam perkembangannya olahraga tidak hanya sekedar untuk menjaga kesehatan, akan tetapi juga untuk meraih sebuah prestasi. Ajang multievent nasional untuk mengasah prestasi olahragawan adalah Pekan Olahraga Nasional atau PON. Sebuah kebanggaan tersendiri bagi provinsi di ujung timur Indonesia yakni Provinsi Papua untuk bisa menyelenggarakan PON ke 20 yang berakhir pertengahan Oktober lalu.

Sebuah gelaran pertandingan olahraga antar- Provinsi yang digelar setiap empat tahun sekali. Tantangan sebagai tuan rumah tentunya besar, mulai dari merebaknya pandemi dan timbulnya gangguan keamanan menjadi hal yang membutuhkan kesiapsiagaan dari panitia. Walhasil tantangan tersebut dapat dilewati dengan baik, Provinsi Papua bisa dikatakan sukses menjadi penyelenggara PON yang pertama kali dilaksanakan di Bumi Cendrawasih. Mereka telah menunjukkan mampu menjamu 34 kontingen dari 34 provinsi dengan total 7.039 atlet.

Selain sebagai ajang pertandingan dan perlombaan antar Provinsi, PON memiliki misi untuk dapat meningkatkan persaudaraan dan persatuan bangsa. Di mana gagasan awal diselenggarakannya PON adalah untuk mendapatkan bibit atlet yang diharapkan dapat mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional. Meminjam istilah sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui, begitulah perumpaan tujuan diselenggarakan PON.

Gejolak yang terjadi di Papua dengan adanya sebagian kecil masyarakat yang ingin memisahkan diri dari NKRI, diharapkan dapat diredam, dapat tersadarkan, melalui PON ke 20. Ribuan atlet dan official dari berbagai suku dan budaya, yang datang ke Papua diharapkan semakin mempererat rasa persatuan dan kesatuan bangsa.

Dalam PON kali ini, provinsi besar seperti Jawa Tengah tentu saja turut serta untuk unjuk kebolehan. Besar yang dimaksudkan di sini adalah dari segi jumlah Sumber Daya Manusia, di mana Jawa Tengah merupakan provinsi dengan penduduk terbanyak ketiga se Indonesia, dengan penduduk hasil sensus penduduk 2020, penduduk Jawa Tengah ada sebanyak 36,52 juta jiwa, terbanyak setelah Jawa Barat dan Jawa Timur.

Dengan jumlah penduduk yang banyak tersebut tentu tidak salah, sebagai warga Jawa Tengah berharap prestasi yang ditorehkan pada ajang PON juga memuaskan. Itung-itungan gampangnya, jika penduduknya paling banyak nomor tiga, prestasi minimal juga nomor tiga. Berkaca pada olimpiade, Republik Rakyat China (RRC), negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, sekaligus sebagai pengumpul medali terbanyak pada olimpiade.

Melihat rapor kontingen Jawa Tengah pada PON ke 20, yang meraih peringkat ke enam tentu belum bisa dikatakan memuaskan dan kita berharap raihan itu masih dapat ditingkatkan. Berkaca pada gelaran PON sebelumnya, dalam empat edisi PON terakhir sejak PON Palembang 2004, Jawa Tengah selalu menempati posisi ke empat, kecuali pada edisi 2008 yang harus rela di posisi ke lima karena tergeser oleh posisi tuan rumah, Kalimantan Timur.

Namun pada PON ke 20 kali ini, raihan semakin melorot. Posisi Jawa Tengah kalah dari Provinsi Bali yang tepat 1 tingkat di atas raihan Jawa Tengah. Padahal segi jumlah SDM tentu kita tidak kekurangan. Walaupun kita sadari semua, prestasi yang moncer, diperoleh bukan hanya karena faktor melimpahnya SDM semata. Ada beberapa hal yang mempengaruhi prestasi di antaranya aspek biologis, psikologis, sosial dan penunjang.

Aspek biologis meliputi potensi atau kemampuan dasar tubuh, fungsi organ tubuh, postur tubuh serta gizi. Aspek psikologis meliputi intelektual, motivasi, kepribadian serta koordinasi gerak. Aspek sosial meliputi sosial, sarana dan prasarana, cuaca atau iklim. Aspek penunjang meliputi pelatih, program latihan, serta penghargaan atau bonus. http://jurnal.pdii.lipi.go.id/index.php/search.html?act=tampil&id51261&idc=77.

Menarik untuk mencermati faktor sosial, di mana faktor tersebut berkaitan dengan fasilitas olahraga. Salah satu jenis cabang olahraga yang dipertandingkan di PON adalah sepakbola, di mana olahraga ini dimainkan sebanyak 22 pemain, dan 11 pemain setiap timnya. Dengan banyaknya jumlah pemain yang terlibat, jelas olahraga ini membutuhkan fasilitas lapangan.

Dilihat dari ketersediaan lapangan sepakbola di Jawa Tengah, jumlahnya meningkat dalam kurun waktu tahun 2014 hingga 2018. Ini terlihat dari data Statistik Potensi Desa (PODES) tahun 2014 di mana ada sebanyak 6.275 desa yang memiliki lapangan sepakbola. Tahun 2018 jumlah lapangan sepakbola meningkat dan tersebar di 6.715 desa, menunjukkan bahwa gairah masyarakat Jawa Tengah terhadap olahraga sepakbola begitu tinggi. Jika ketersediaan fasilitas lapangan sepakbola dipadu dengan pembinaan yang terarah, bukan tidak mungkin Jawa Tengah akan merajai sepakbola pada PON yang akan datang.

Demikian juga dengan fasilitas lapangan bola voli. Masih bersumber dari survei Potensi Desa 2014, tercatat ada 5.997 desa di Jawa Tengah yang mempunyai fasilitas lapangan bola voli. Empat tahun kemudian jumlah desa yang memiliki lapangan bola voli meningkat sebesar 8,1 persen menjadi 6.488 desa.

Tercatat ada penambahan hampir 500 desa dalam empat tahun, jika dirata rata setiap tahun ada penambahan lebih dari 100 desa. Hal ini menandakan bahwa geliat olahraga bola voli masih diminati oleh warga Jawa Tengah. Peningkatan jumlah fasilitas olahraga juga dialami fasilitas olahraga lainnya seperti lapangan futsal, tenis meja, bulu tangkis serta bola basket. Ini menandakan masyarakat Jawa Tengah sangat menggemari olahraga.

Motivasi seseorang untuk berolahraga ada bermacam-macam. Ada yang sekedar untuk menjaga kesehatan, ada yang sekedar hobi. Bahkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2018, dari penduduk Jawa Tengah yang berolahraga, sebanyak 1,29 persen melakukan olahraga dengan tujuan memperoleh prestasi.

Jawa Barat yang seringkali menjadi juara umum PON, persentasenya masih di bawah Jawa Tengah, yakni sebesar 0,85 persen. Namun jika dilihat dari wadah atau jalur berolahraga, persentase masyarakat Jawa Barat yang menggeluti olahraga melalui perkumpulan olahraga ada sebanyak 9,45 persen, berada di atas Jawa Tengah yang masih 9,02 persen. Dari data di atas sebetulnya Jawa Tengah punya potensi meraih hasil yang lebih baik.

Walaupun secara umum hasil yang didapat pada PON Papua kurang menggembirakan bagi kontingen Jawa Tengah, kita harus yakin bahwa kontingen telah memberikan yang terbaik. KONI Jateng dan Ketua Kontingen bahkan mengakui kegagalan pada PON Papua. Ke depan masih ada event multicabang nasional empat tahunan yang akan digelar di Aceh dan Sumatra Utara pada 2024. Masih ada waktu untuk berbenah untuk PON ke 21. Cabang-cabang yang potensial kiranya dibina lebih intensif untuk dapat mendulang medali. Semoga kontingen Jawa Tengah mendapat hasil yang lebih baik. Salam olahraga. Jatengdaily.com-st

Written by Jatengdaily.com

Siswa MTs NU Banat Kudus Rebut 4 Medali di Ajang Internasional ISIF 2021

Perda RPJMD Demak Ditetapkan, Ini Rekomendasi DPRD