Oleh: Moh Fatichuddin
ASN BPS Provinsi Bengkulu
PANGAN merupakan hal pokok dalam kehidupan manusia, Undang-undang nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan menimbang bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualita untuk melaksanakan pembangunan nasional.
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukan sebagai maknan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Berbicara pangan secara langsung akan mengarah pada komoditi beras, merupakan komoditas strategis yang berperan sangat penting terhadap ketahanan pangan di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan beras adalah pangan pokok utama bagi masyarakat Indonesia (Khumaidi, 1997). Pangan pokok utama adalah pangan pokok yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk serta dalam situasi normal tidak dapat diganti oleh jenis komoditas lain (Hessie, 2009).
Masih bergantungnya masyarakat Indonesia terhadap konsumsi beras ditandai dengan sumbangan sebesar 20,35 persen komoditas ini dalam menentukan garis kemiskinan, angka ini tertinggi pada komoditas makan (Khumaidi,1997 dan Hessie, 2009 dalam Distribusi Perdagangan Komoditas Beras 2020).
Tahun 2020 produksi beras di Indonesia mencapai 31,33 juta ton beras meningkat 0,07 persen jika dibandingkan produksi tahun 2019 sebesar 31,31 juta ton beras.
Lebih dari 50 persen produksi beras nasional diberikan oleh tiga provinsi besar di Pulau Jawa yakni Jawa Timur 5,7 juta ton beras, disusul Jawa Tengah 5,4 juta ton dan Jawa Barat 5,2 juta ton. Kalau melihat posisi tiga provinsi besar ini, tahun 2020 telah terjadi pergeseran jika disbanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2019 posisi teratas dipegang oleh Jawa Tengah dengan 5,52 juta ton beras, kemudian Jawa Timur sebesar 5,50 juta ton dan Jawa Barat 5,22 juta ton.
Selanjutnya untuk wilayah luar Pulau Jawa produksi beras tahun 2020 terbesar adalah Sulawesi Selatan 2,69 juta ton, Sumatera Selatan dan Lampung sekitar angka 1,5 juta ton dan Aceh serta Sumatera Utara berkisar diangka 1 juta ton beras. Ketersebaran produksi beras ini tidak bisa diabaikan, mengingat beras merupakan bahan pangan utama seperti diungkap sebelumnya.
Bagaimana dengan konsumsi beras Indonesia, BPS mencatat dalam publikasi Distribusi Perdagangan Komoditas Beras 2020 bahwa rata-rata konsumsi rumah tangga untuk komoditas beras pada September 2019 sebesar 6,412 kg per kapita sebulan. Angka konsumsi rata-rata tersebut merupakan angka paling rendah selama rentang antara 2015 sampai dengan 2019.
Dari angka rata-rata konsumsi tersebut, BPS dalam publikasi yang sama menyebutkan pad tahun 2019 ada 16 provinsi mengalami defisit beras, yang merupakan perbandingan produksi beras dengan proyeksi konsumsi beras rumah tangga berada di bawah 100 persen.
Dalam publikasi yang sama disebutkan bahwa pada tahun 2019 defisit terbesar terjadi di Provinsi DKI Jakarta dan Kepulauan Riau hingga di atas 99 persen. Kemudian Riau, Bangka Belitung, Maluku Utara dan Papua Barat dengan angka defisit di atas 70 persen. Sementara secara nasional, tahun 2019 Indonesia mengalami surplus 52,52 persen.
Beras Jawa Tengah
Jawa Tengah sebagai salah satu produsen terbesar beras nasional sangat memungkinkan berperan dalam pemenuhan pangan nasional. Karena itu kondisi perberasan di Jawa Tengah menjadi alah satu hal yang selalu diperhatikan.
Untuk persebaran produksi beras Jawa Tengah, berdasar pengamatan KSA diketahui bahwa pada tahun 2020 posisi tiga besar produsen beras tertinggi di Jawa Tengah dipegang oleh Kab. Grobogan, Cilacap dan Sragen dengan produksi beras lebih dari 400 ribu ton beras, bahkan Grobogan mampu mencapai 461,19 ribu ton beras.
Untuk kabupaten yang berhasil memproduksi bertas di atas 300 ribu ton beras adalah Kab. Demak dan Pati. Beberapa kabupaten memproduksi beras relatif besar di atas 200 ribu ton yakni Brebes, Pemalang, Blora dan Kab. Kebumen.
Seperti diungkapkan sebelumnya bahwa ada beberapa provinsi yang mengalami defisit beras, untuk itu Jawa Tengah melakukan pendistribusian ke beberapa wilayah provinsi. BPS menuliskan dalam publikasinya Distribusi Perdagangan Komoditas Beras 2020, bahwa pada tahun 2019 produsen beras Jawa Tengah menjual sebagian besar berasnya ke provinsi lainnya, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur dengan total penjualan 71,12 persen.
Di samping itu untuk pedagang pengepul, distributor, agen, pedagang grosir dan eceran yang mendistribusikan beras Jawa Tengah ke Provinsi DI Yogyakarta, Sumatera Barat, Kalimantan Utara dan Sumater Utara.
Untuk kebutuhan beras rumah tangga tahun 2019, sebagian besar petani Jawa Tengah menjual sebagian hasilnya ke pedagang eceran sekitar sekitar 16,69 persen. Dilihat dari pendistribusian yang dilakukan di dalam provinsi, penggilingan padi di Jawa Tengah menjual sebagian hasil produksinya ke pedagang eceran sebesar 19,69 persen, dijual ke pedagang besar (distributor, agen, pedagang grosir, pedagang pengepul), dan sisanya untuk konsumsi rumah tangga.
Dari pedagang eceran, sebagian besar pasokan berasnya dijual untuk konsumsi rumah tangga sebesar 69,29 persen, dijual ke sesama pedagang eceran sebesar 27,97 persen, kemudian sisanya dijual ke kegiatan usaha lainnya dan ke luar provinsi yaitu Sumatera Utara. Di sisi lain masih ditemukan pelaku usaha distributor, pedagang grosir, dan supermarket/swalayan yang melakukan pembelian beras dari luar provinsi yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, dan DI Yogyakarta.
Strategi
Beberapa hal yang mungkin akan membantu dalam mencapai optimalisasi dalam peranan Jawa Tengah dalam pemenuhan beras nasional. Transportasi, agar beras dapat terdistribusi ke wilayah yang benar membutuhkan, maka diperlukan infrastruktur transportasi yang tepat dan cepat. Agar beras sampai lokasi tetap berkualitas maka untuk mencapai ke wilayah tersebut, perlu dilakukan proses pengangkutan yang aman bagi beras.
Proses pengangkutan beras ini sangat pasti akan menyita energi yang besar. Alat angkutan yang dapat membantu meminimalkan kehilangan unit beras dan atau mengurangai kualitas beras adalah pemanfaatan alat transportasi besar seperti kapal laut dengan daya muat tinggi serta pelabuhan
Setelah transportasi, hal yang mungkin akan mendukung peranan Jawa Tengah dalam pemenuhan beras nasional adalah teknologi yang tepat guna saat proses pasca panen. Teknologi yang dapat meningkatkan ketahanan beras terhadap kondisi infrastruktur dan transportasi yang belum memadai. Teknologi yang dapat memperpendek waktu tempuh beras dari produsen hingga ke konsumen.
Akhirnya pada saat produsen beras sudah mampu meningkatkan produksi beras, teknologi sudah berhasil menjadikan beras lebih berkualitas dan infrastruktur serta system transportasi sudah mengakomodir kepentingan, tidak akan maksimal jika tidak disuport dengan regulasi dari pemerintah. Regulasi yang memudahkan beras bisa hadir di wilayah tujuan dengan tetap terjaga kualitas dan terjangkau oleh konsumen serta masih menguntungkan bagi produsen.
Komitmen dan sinergitas dari para pihak yang berkecimpung dalam perberasan sangat diperlukan, sehingga regulasi dan system yang terbangun dapat diimplementasikan dengan tepat dan manfaat. Wallahualam. Jatengdaily.com-yds