Oleh Ahmad Rofiq
HARI Jumat besok kita akan memperingati Hari Santri. Momentum peringatan Hari Santri Nasional ke-6, 22/10/2021 hendaknya menjadi spirit para santri dan pondok pesantren, untuk terus menyiapkan para santrinya menjadi calon-calon Ulama masa depan, yang selain mereka menjadi faqih/fuqaha’ fi d-din (sangat faham ilmu agama), ‘alim (berilmu banyak), ‘amil (pengamal ilmu agama), ‘abid (penghamba kepada Allah), wara’ (hidup wira’i dan berhati-hati terhadap hal makruh), dan al-‘arif biLlah (makrifat/mengenal Allah dengan baik).
Karena untuk menyiapkan santri menjadi Ulama, membutuhkan waktu yang cukup lama, penguasaan khazanah kitab kuning/turats yang banyak, bertingkat, dari yang dasar ibtida’i, tsanawi, ‘aliyah, dan bahkan ma’had ‘aly. Dan bahkan bisa setingkat doktor, meskipun di dalam tradisi pesantren gelar itu tidak penting karena kealiman – atau ‘allamah – seseorang, tidak dilihat dengan bertenggernya gelar, akan tetapi dari kefaqahah-an, kealiman, kehidupan yang wira’i, kedekatannya kepada Allah dan juga masyarakat, sekaligus kesuhudannya terhadap materi duniawi.
Karena orientasi hidup ulama, adalah untuk menebar ilmu, kasih sayang, dan menjadi pelita bagi masyarakatnya. Jumat, 22 Oktober 2021 merupakan momentum strategis bagi para Santri di seluruh Indonesia, diperingati sebagai Hari Santri Nasional ke-6.
Hari Santri Nasional ditetapkan oleh pemerintah pertama kali melalui Keputusan Presiden (Kepres) Nomor: 22/ 2015. Keputusan penetapan Hari Santri ini merujuk pada resolusi jihad yang dicetuskan oleh Pendiri NU, Rais Akbar KH. Hasyim Asy’ari pada tanggal 22 Oktober 1945 di Surabaya.
Tema peringatan Hari Santri Nasional 2021 ini, ada dua versi. Versi Kementerian Agama mengusung tema “Santri Siaga Jiwa Raga” sementara versi PB Nahdlatul Ulama “Hari Santri 2021 Bertumbuh, Berdaya, Berkarya”.
Masih segar dalam ingatan kita, pandemi Covid-19 telah merenggut banyak korban. Di antara warga yang meninggal tersebut, data per-5 Juli 2021, sebanyak 584 kiai dan ulama meninggal dunia selama pandemi COVID-19. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengingatkan masyarakat pesantren agar pesantren waspada (Gur Rozin).
Hingga tulisan ini dibuat, total kasus yang terpapar Indonesia 4,24 juta, meninggal 143 ribu, seluruh dunia total kasus 242 juta (+441.000), dan meninggal dunia 4.91 juta (+8.506). Di Jawa Tengah per-Rabu, 20 Oktober 2021 16:00, terkonfirmasi dirawat (Kasus Aktif) 3.077 (+83) dan meninggal total 32.288 (+2).
Wafatnya banyak Ulama, berarti posisi ilmu agama semakin hilang dari permukaan bumi. Dalam ungkapan bijak dinyatakan: “mautu l-‘alim mautu l-‘alam” artinya “matinya orang alim (yang berilmu agama banyak) laksana matinya alam ray aini”.
Rasulullah saw mengingatkan: “Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak mengangkat ilmu dengan sekali cabutan dari para hamba-Nya, akan tetapi Allah mengangkat ilmu dengan mewafatkan para ulama. Ketika tidak tersisa lagi seorang ulama pun, manusia merujuk kepada orang-orang bodoh. Mereka bertanya, maka mereka (orang-orang bodoh) itu berfatwa tanpa ilmu. mereka sesat dan menyesatkan” (Riwayat Al-Bukhari).
Dalam riwayat yang lain Rasulullah saw bersabda: “Zaman saling berdekatan, ilmu dihilangkan, berbagai fitnah bermunculan, kebakhilan ditimpakan (ke dalam hati), dan pembunuhan semakin banyak” (Riwayat Muslim).
Implikasinya, kehidupan di dunia ini, makin dihiasi praktik-praktik hedonis, materialistik, nilai-nilai agama makin tercampakkan dan tercerabut dari karakter sebagian masyarakat, kemaksiyatan merajalela, laksana dunia ini terang secara lahiri namun gelap di dalam batini.
Dampak ikutannya, keadaan demikian, akan melahirkan banyak orang tidak berilmu memadai, membaca Al-Qur’an tidak fashih, bahkan tidak mengerti tajwid/Tahsin Al-Qur’an, akan tetapi dijadikan ustadz, dan dapat dipastikan mereka ini memberikan ilmunya yang “compang-camping” dan boleh jadi menyesatkan bukan saja jamaahnya, akan tetapi juga dirinya sendiri. Na’udzu biLlah min dzalika.
Spirit Resolusi Jihad 22 Oktober 1945, perlu terus digelorakan.
Tentu bukan jiwa melawan penjajah secara fisik yang dulunya mau merampas kembali kemerdekaan yang belum lama diproklamasikan, akan tetapi bagaimana para Santri siap menjadi kader dan penerus para Ulama.
Karena selain hanya para Ulama-lah yang takut kepada Allah, juga para Ulama merupakan salah satu pilar tegaknya kehidupan di dunia ini. Kata Rasulullah saw: “Kalau saja tidak ada ilmu/fatwa/nasihat ulama, sungguh akan rusaklah orang-orang yang bodoh”.
Ulama juga bertugas memberi nasihat kepada Umara’, agar di dalam memimpin negara dan pemerintahan senantiasa berlaku adil. Karena apabila, Umara memimpin secara tidak adil atau dhalim, maka sungguh antara sesama manusia saling “memangsa” satu sama lain.
Selamat Hari Santri Nasional ke-6, 2021, “Santri Siaga Jiwa Raga” dan “Santri 2021 Bertumbuh, Berdaya, Berkarya”. Semoga bangsa Indonesia yang cinta santri ini, akan terus tetap mencintai Ulamanya, dan makin banyak Ulama di masa-masa yang akan datang, yang siap memberi suluh dan pelita bagi perjalanan panjang bangsa Indonesia tercinta.
Dan yang terpenting, Ulama akan terus menjadi pilar kehidupan dunia ini. Hadana Allah wa iyyakum, la sabil al-haqq wa shirath al-mustaqim, Allah a’lam bi sh-shawab.
Prof. Dr. H. Ahmad Rofiq, MA., Direktur LPPOM-MUI Provinsi Jawa Tengah, Wakil Ketua Umum MUI Jawa Tengah, Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum dan Pascasarjana UIN Walisongo Semarang, Ketua Bidang Pendidikan Masjid Agung JAwa Tengah (MAJT), Ketua II YPKPI Masjid Raya Baiturrahman Semarang, Ketua Dewan Pengawas Syariah (DPS) Rumah Sakit Islam-Sultan Agung, dan Koordinator Wilayah Indonesia Tengah Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Pusat.Jatengdaily.com-st