Oleh : Erya Indy P, S.ST
ASN BPS Kabupaten Kendal
COVID-19 secara nyata telah memberikan catatan berharga, utamanya bagi para pengambil kebijakan. Sepanjang pandemi terjadi, pertanian menjadi sektor yang paling tangguh di antara sektor lainnya.
Di saat sektor lain goyang dan mulai merumahkan karyawannya, sektor pertanian menjadi harapan bagi mereka yang kehilangan pekerjaan. Namun, apakah ini cukup menjadi jalan keluar bagi mereka?
Pada Februari 2021 sektor pertanian Jawa Tengah mampu menyerap tenaga kerja baru hingga 1,44 persen. Sedangkan industri menjadi sektor terbanyak kedua yang menyerap tenaga kerja Jawa Tengah saat ini justru mengalami penurunan jumlah tenaga kerja. Selain karena panjangnya pandemi yang juga meruntuhkan sektor industri, pergeseran tenaga kerja menjadi teknologi mesin pada beberapa industri tidak dapat dielakkan lagi.
Peningkatan produktivitas seringkali dirasa lebih efektif dengan menambah investasi pada mesin-mesin berteknologi tinggi dibandingkan menambah jumlah tenaga kerja. Tanpa pandemi pun, dalam jangka panjang penurunan jumlah tenaga kerja pada sektor industri akan tetap terjadi.
Baca Juga: Jawa Tengah Bebas Stunting?
Penyerapan tenaga kerja baru ini semakin nyata memperlihatkan bahwa sektor pertanian masih menjadi sektor unggulan bagi tenaga kerja di Jawa Tengah. Namun disadari pula bahwa sektor pertanian seringkali menjadi ‘jalan keluar terakhir’ masyarakat pedesaan untuk tetap bekerja. Menjadi petani seolah dianggap sebagai ‘nasib’ saja.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan kehilangan pekerjaan akibat pandemi yang memaksa mereka kembali ke desa untuk bertani. Padahal, sektor pertanian masih sangat identik dengan kemiskinan. Kemiskinan Maret 2021 mencatat 54 persen penduduk miskin Jawa Tengah tinggal di wilayah pedesaan. Jika tidak segera diatasi maka hal ini akan memunculkan masalah baru.
Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Tengah yang menjadi tolak ukur daya beli petani tercatat berfluktuasi di sekitar angka 100. Semakin tinggi NTP secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan atau daya beli petani. Tak jauh berbeda, Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) juga demikian halnya. Bahkan, selama enam bulan pertama tahun 2021 NTUP mengalami penurunan dan berada kurang dari angka 100. NTUP ini mengeluarkan konsumsi rumah tangga dari perhitungan sehingga hanya membandingkan produksi dan biaya untuk keperluan dalam proses produksi petani.
NTUP yang kurang dari 100 mampu mengungkapkan bahwa dengan mengabaikan besarnya konsumsi rumah tangga, dapat dikatakan bahwa sektor pertanian Jawa Tengah belum cukup menguntungkan. Padahal, kesejahteraan petani menjadi hal penting yang harus diperhatikan mengingat semua kebutuhan pangan bergantung kepada petani.
Pelatihan Pertanian
Namun, munculnya petani-petani baru bisa menjadi angin segar bagi sektor pertanian. Kuncinya, asal mampu dikelola dengan baik. Pelatihan dalam bidang pertanian tetap diperlukan agar petani baru mampu memperkokoh barisan yang ada. Campur tangan pemerintah tak bisa diacuhkan lagi dalam hal ini. Perlu strategi yang tepat karena sektor pertanian memiliki peran yang sangat krusial.
Salah satu hal yang penting yaitu mengenai bagaimana caranya agar produksi pertanian yang dihasilkan memiliki kualitas terbaik dan mampu bersaing. Pemerintah perlu membekali petani dengan kemampuan dan keilmuan untuk mengelola pertanian seoptimal mungkin sehingga mampu menghasilkan produk pertanian yang unggul dan berkualitas ekspor. Tentunya keahlian ini akan menjadi modal penting petani dalam jangka panjang.
Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong penggunaan teknologi-teknologi modern. Meski hadirnya teknologi pertanian cukup marak namun masih banyak petani Jawa Tengah yang menggunakan terknologi pertanian tradisional. Padahal, penggunaan teknologi modern ini akan sangat menghemat waktu dan tenaga dalam pengelolaan pertanian.
Selain itu, dimungkinkan bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi generasi muda untuk melirik profesi pertanian ini. Pasalnya, Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS) 2018 mencatat hanya sekitar 30 persen petani Jawa Tengah yang berusia kurang dari 45 tahun. Selain dianggap kurang menjanjikan, pertanian sepertinya kurang menarik bagi sebagian anak muda.
Lebih lanjut, upaya meningkatkan nilai tambah hasil pertanian juga penting untuk dilakukan. Selain meningkatkan daya beli petani, pengembangan pertanian akan semakin luas dan juga mampu meningkatkan peluang kerja.
Di sinilah peran pemerintah diperlukan. Pelatihan dan keterampilan mutlak diberikan. Baik pelatihan teknis maupun nonteknis. Sebagai contoh, pelatihan mengolah hasil produksi dari sektor pertanian. Tanaman rempah yang banyak dihasilkan oleh petani bisa diolah menjadi bumbu jadi yang dikemas dengan menarik dan tahan lama. Atau aneka umbi yang bisa diolah menjadi tepung. Begitu pula dengan tanaman buah yang bisa diolah menjadi selai maupun saus bercita rasa ataupun sayur-sayuran yang juga bisa diolah menjadi aneka keripik.
Dengan demikian produk pertanian akan ‘naik kelas’. Tidak berhenti di situ, industri rumah tangga ini juga memerlukan dukungan dalam pengemasan maupun pemasarannya sehingga nantinya akan terus berkelanjutan dalam jangka panjang. Mengingat dulu penjajah datang karena rempah dan tanaman yang tumbuh di Indonesia, jadi tepat rasanya jika industri pangan ini tak lagi dipandang sebelah mata.
Pelatihan-pelatihan yang diberikan oleh pemerintah ini diharapkan akan mampu melahirkan petani tangguh dengan skill yang mumpuni serta usahawan baru dengan olahan-olahan pangannya. Tentu saja hal ini akan turut mendongkrak pendapatan petani dan meningkatkan kesejahteraannya.
Selamat Hari Tani! Petani sejahtera, mendukung ketahanan pangan bangsa. Jatengdaily.com-yds
0



