Dilema Meroketnya Harga Minyak Goreng

azka2

Oleh : Azka Muthia SST

Statistisi BPS Kota Pekalongan
NAIKNYA harga minyak goreng semakin dirasakan oleh masyarakat Kota Pekalongan. Terpantau pada hari ini (11/01/2021) harga minyak goreng curah di Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp 17.600/liter dan minyak goreng kemasan sebesar Rp 18.200/liter (ews.kemendag.go.id). Lonjakan minyak goreng ini sangat tinggi mencapai lebih dari 34 persen dibandingkan harga minyak goreng pada awal tahun 2021 sebesar Rp 13.100/liter untuk minyak goreng curah dan Rp 13.300/liter untuk minyak goreng kemasan.

Merangkaknya harga minyak goreng ini tak terelakkan juga berdampak ke harga-harga barang lain. Hal ini karena adanya multiplier effect akibat harga minyak goreng yang terus meroket. Yang paling terasa adalah kenaikan harga-harga makanan jadi karena banyak menggunakan minyak goreng sebagai bahannya, salah satunya harga gorengan.

Tercatat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) rata-rata pengeluaran per kapita minyak dan kelapa rumah tangga Kota Pekalongan selama sebulan pada tahun 2021 adalah sebesar Rp 12.780. Angka ini cukup besar untuk pengeluaran minyak dan kelapa. Sudah tak terelakan lagi kenaikan minyak goreng ini membuat masyarakat mengeluh apalagi masyarakat Kota Pekalongan yang memang bergantung pada konsumsi minyak goreng. Ketergantungan ini tak lain karena makanan favorit masyarakat Kota Pekalongan adalah gorengan.

Untuk menjaga harga dan memberikan angin segar pada masyarakat, Pemerintah Kota Pekalongan melalui dinas perdagangan, koperasi dan UKM menggelar operasi pasar pada 31 Desember 2021 khusus untuk komoditas minyak goreng. Operasi pasar ini menyediakan minyak goreng dengan harga Rp 14.000/liter. Harapannya dengan adanya operasi pasar ini masyarakat bisa mendapatkan minyak goreng dengan harga yang lebih murah.

Melansir katadata.co.id Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan menyalurkan 3,7 juta liter minyak goreng murah hingga bulan Mei 2022. Operasi pasar ini bertujuan untuk menekan harga minyak goreng. Seharusnya ketika operasi pasar ini terus berjalan masyarakat kecil dan miskin lebih terbantu dan ketahanan pangan juga terjamin.

Merangkaknya harga minyak goreng mulai tahun lalu ini dipicu kenaikan CPO di pasar Internasional. Kenaikan harga minyak goreng ini juga tercatat sebagai komoditas penyumbang inflasi terbesar di Jawa Tengah selama tahun 2021 yaitu sebesar 0,31. Jika ditelisik Indonesia sebagai produsen CPO terbesar di dunia seharusnya bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri dan tidak terpengaruh dengan harga internasional.

Namun kenyataan di lapangan tidak demikian. Menurut Oke melalui siaran pers yang dilansir di bisnis.com sebagian besar produsen minyak goreng tidak terintegrasi dengan produsen CPO. Oleh karena entitas bisnis yang berbeda para produsen minyak goreng dalam negeri harus membeli CPO sesuai harga pasar lelang dalam negeri yang mengacu pada harga pasar internasional.

Sebenarnya meroketnya minyak goreng ini menjadi dua mata pisau bagi pemerintah. Satu sisi dengan kenaikan CPO di pasar internasional membawa dampak positif untuk pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan petani kelapa sawit di Indonesia. Namun juga memicu inflasi dan beban pengeluaran kebutuhan masyarakat. Apalagi mengingat minyak goreng merupakan salah satu komoditas sembilan bahan pokok (sembako).

Pemerintah perlu mencari jalan keluar selain mengintervasi harga melalui penyelenggaraan operasi pasar yang sudah dicanangkan sampai Mei 2022. Sebenarnya dengan mengubah minyak goreng curah menjadi minyak goreng kemasan bisa menjadi solusi jangka panjang. Memang mengubah pola konsumsi minyak goreng curah menjadi minyak goreng kemasan, bukanlah pekerjaan mudah. Terutama untuk masyarakat kelas menengah kebawah yang kemampuan daya belinya rendah.

Pemerintah harus memastikan keamanan pangan masyarakat terus terjamin dan memastikan berlangsungnya produksi minyak goreng kemasan murah, yang tetap memenuhi standar keamanan pangan dengan variasi kemasan lebih kecil seperti kemasan 250 ml. Jatengdaily.com-st