Oleh : Nur Khoirin YD
SEMUA orang berkeinginan agar keluarga yang dibangunnya menggapai sakinah, yaitu rumah tangga yang penuh dengan ketenangan, ketenteraman, aman dan damai. Keluarga yang dapat nyayemi (tenteram), ngayomi (melindungi), ngrasari (betah), ngangeni (selalu kangen rindu pulang ke rumah), ngademi (dingin, dan tenang).
Rumah yang kondusif untuk menyemai dan menumnuhkan benih-benih generasi bangsa yang unggul, cerdas, berimtek, berimtaq, dan berakhlaqul karimah. Lawan kata sakinah adalah keresahan, was-was, khawatir, prasangka buruk (suudhdhan), dan suasana yang panas, karena dilanda konflik dan perselisihan yang terus menerus.
Membangun keluarga syariah
Syarat untuk menggapai keluarga sakinah adalah rumah tangga harus dikelola sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Ajaran syariah harus menjadi tata tertib keluarga, menjadi batas antara yang boleh dan yang tidak, menjadi ukuran antara yang baik dan yang buruk. Suami harus marah kepada istrinya jika dia tidak shalat atau melanggar agama. Istri juga wajib marah dan menolak jika diberi nafkah oleh suaminya dari hasil yang haram. Sehingga tidak tidak pantas bertengkar hanya karena sayur kurang garam atau kopi kurang manis misalnya.
Salah satu prinsip syariah yang sering diabaikan dalam rumah tangga adalah wajibnya mengkonsumsi produk-produk yang halal dan baik, halalan thayyiban (QS. Al Maidah : 88), baik halal barangnya (dzatihi) maupun cara memperolehnya (li ghairi dzatihi). Keluarga muslim harus memelihara diri dan keluarganya dari makanan maupun minuman yang haram Di dalam syari’at Islam telah ditegaskan beberapa barang yang haram dikonsumsi, seperti bangkai, darah, babi, binatang buas (QS.Al Maidah :3), khamr (QS. Al Maidah : 90) dan semua produk turunannya. Demikian juga diharamkan mengkosumsi barang-barang yang diperoleh dengan cara-cara transaksi yang batil (QS. An Nisa’ : 29), seperti gharar (spekulasi buta), maisir (judi), zulm (aniaya), dan riba.
Tidak hanya hanya halal barangnya dan cara mendapatkannya, tetapi harus baik (thayyib) untuk kesehatan tubuh. Ada beberapa makanan atau minuman yang halal, tetapi tidak bagus bagi kesehatan seseorang. Misalnya gula halal, tetapi tidak bagus dikonsumsi orang yang menderita diabetes.
Daging kambing enak dan halal, tetapi tidak baik dikonsumsi terlalu banyak bagi penderita hipertensi. Kacang-kacangan dan sayuran tertentu halal tetapi tidak bagus bagi penderita asam urat. Disinilah Allah swt membuktikan keadilan-Nya untuk mengendalikan nafsu manusia. Ketika seseorang belum mampu membeli apa saja (ketika masih muda), ia tidak dilarang makan apa saja. Sebaliknya, ketika seseorang sudah mampu membeli apa saja (ketika sudah tua), dia tidak boleh makan apa saja.
Yang halal menenangkan
Larangan mengkonsumsi yang haram ini tidak tanpa alasan yang masuk akal. Banyak Hadits yang meriwayatkan, bahwa makanan yang haram akan mengajak tubuh kepada maksiat (Al Ihya’, Jld 2, hal. 91). Rasulullah saw menyatakan, “tidaklah yang baik itu mendatangkan kecuali yang baik” (HR. Bukhari dan Muslim). Ini bisa dipahami sebaliknya, bahwa yang makanan yang buruk akan mendatangkan yang buruk.
Doa-doa yang dipanjatkan orang yang meskipun rajin ibadah tetapi selalu mengkonsumsi yang haram akan ditolak tidak dikabulkan (HR. Muslim dari Abu Hurairah). Orang-orang yang selalu memakan harta yang haram, seperti dari hasil riba, korupsi, dan cara-cara yang batil lainnya, hidupnya tidak akan sakinah, akan selalu waswas dan gelisah.
Dalam Syari’ah Islam, orang yang mengkonsumsi dan terlibat riba diancam dengan berbagai dosa. Allah swt menggambarkan, “Orang-orang yang makan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila”(QS. Al Baqarah : 125). Nabi saw bersabda, “Riba itu memiliki 73 pintu. Yang paling ringan adalah seperti seseorang yang menikahi ibunya sendiri. Sedangkan yang paling berat adalah seseorang yang senantiasa merusak kehormatan saudara Muslimnya
.”Dalam riwayat Anas disebutkan, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Satu dirham yang didapat oleh seseorang dari hasil riba itu lebih berat daripada berzina sebanyak 36 kali, dalam pandangan Islam”. Oleh karena itu riba diharamkan oleh semua ulama, dan bahkan semua agama menolak riba. Majlis Ulama Indonesia dalam Fatwanya Nomor 1 Tahun 2004 telah dengan tegas mengharamkan bunga baik, baik yang dilakukan oleh Bank, Asuransi, Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi, dan Lembaga Keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu.
Bank Syari’ah membuat sakinah
Sekarang ini bank Syari’ah telah hadir di depan mata dengan mendeklair diri secara tegas mendasarkan prinsip-prinsip syari’ah yang bebas riba. Produk-produk perbankan syari’ah sudah digodok sedemikian rupa oleh para ahli dibidangnya, melalui Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) MUI. Untuk menjamin kesyari’ahannya, operasional bank syari’ah dan lembaga keuangan nonbank lainnya juga diawasi secara ketat oleh Dewan Pengawas Syari’ah (DPS). Orang yang bisa diangkat menjadi DPS juga sudah melalui pelatihan kompetensi yang terukur. Para praktis dan pegawai bank syari’ah juga sudah dilatih, tidak hanya kemampuan teknis, tetapi juga doktrin-diktrin kesyari’ahan.
Oleh karena itu, umat Islam yang umumnya awam tentang ekonomi Syari’ah tinggal manut (ittiba’) dan percaya. Ibarat makanan, produk-produk bank Syari’ah adalah makanan yang sudah siap santap. Sebelumnya sudah dimasak dengan menggunakan bahan-bahan yang halal, tempat masak yang higenis, dengan racikan aneka bumbu, dan kemudian disajikan dengan kemasan yang menarik.
Orang awam tidak perlu repot ikut memasak di dapur. Karena sudah ada ahlinya. Kalau bukan ahlinya ikut masak, malah bisa kacau resepnya. Kita percaya saja, maka dosa-dosa kita tentang riba sudah terhapus dan ditanggung oleh bank Syari’ah, dan hati kita tenang. Mengikuti bank syari’ah harus diniatkan, tidak hanya untuk mendapatkan profit, tetapi yang penting adalah untuk mendapatkan ketenangan batin, karena telah terbebas dari dosa riba.
DR. H. Nur Khoirin YD, MAg, Ketua BP4 Propinsi Jawa Tengah/ Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo/Advokat Syariah, Tinggal di Tambakaji H-40 Ngaliyan Kota Semarang, Telp. 08122843498. Jatengdaily.com-st