SEMARANG (Jatengdaily.com) – Kasus pengeroyokan pengemudi ojek online di Semarang yang berbuntut aksi balas dendam dan slah satu pengeroyok tewas, menjadi perhatian sejumlah pihak.
Pakar Kriminolog Universitas Diponegoro, Budi Wicaksono menyatakan tindakan yang dilakukan pihak-pihak tersebut akibat kurangnya kesadaran hukum.
Baca Juga: Pengeroyokan Pengemudi Ojol di Semarang, Korban Tewas Akibat Pendarahan Otak

Dirinya sangat menyayangkan adanya tindakan main hakim sendiri yang dilakukan oleh kelompok tertentu dan berujung merenggut nyawa seseorang. “Ini kan negara hukum, seharusnya bisa diselesaikan secara hukum bukannya malah main hakim sendiri,” kata budi Wicaksono, Rabu (28/9).
Kasus tersebut bermula, ketika sekelompok driver ojek online membela rekan kerjanya yang sebelumnya menjadi korban penganiayaan tukang parkir di SPBU Majapahit, Semarang pada (24/9/2022). “Itu jelas motifnya balas dendam,” ungkapnya
Menurut Budi, faktor psikologi sosial dalam bertindak secara berkelompok mampu mempengaruhi jiwa seseorang dalam mengambil keputusan. Seperti contoh, ketika seseorang mendapatkan dorongan dalam berkelompok akan lebih berani dalam bertindak.
“Contohnya kalau sendirian kan pasti mikir-mikir dulu, tapi kalau ada sejumlah orang sebut saja kelompok akal sehat pasti tidak akan dipakai,” terangnya.
Pentingnya masyarakat memiliki kesadaran hukum dan budi pekerti dalam setiap perilaku. “Budi pekerti itukan untuk menghaluskan perilaku ya dan sadar hukum itu juga perlu,” jelasnya.
Pelaku tindak main hakim sendiri bisa dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuh yang disengaja dengan hukuman penjara maksimal 15 tahun penjara. Atau pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan pidana hingga seumur hidup.
“Pengeroyokan pasti juga sudah di rencana apalagi sampai merampas nyawa seseorang dan ada Undang-Undang yang mengatur tindakan tersebut,” pungkasnya. adri-yds