Oleh: Diana Dwi Susanti
ASN BPS Provinsi Jawa Tengah
KALI ini pemerintah telah mengeluarkan kebijakan cuti bersama dan memperbolehkan mudik. Setelah selama dua tahun masa pandemi pemerintah melarang masyarakat untuk melakukan budaya mudik yang biasa dilakukan setiap lebaran. Hal ini dilakukan semata-mata untuk mencegah penularan virus Covid-19 yang melanda sejak Maret 2020. Akibatnya lebaran effect tidak terlalu dirasakan selama dua tahun terakhir.
Dilihat dari sisi inflasi tidak ada lonjakan signifikan ketika lebaran. Tahun 2019 inflasi tahunan mencapai 2,72 persen (https://www.bps.go.id/website/materi_ind/materiBrsInd-20200102115356 ). Tahun 2020 dan 2021 masing-masing hanya tercatat 1,68 persen (https://www.bps.go.id/website/materi_ind/materiBrsInd-20210104114541.pdf ) dan 1,87 persen (https://www.bps.go.id/website/materi_ind/materiBrsInd-20220103112443.pdf) , ini disebabkan konsumsi masyarakat tertahan. Terutama konsumsi untuk pengeluaran pakaian, transportasi dan leisure. Pengeluaran makanan pun juga tidak terlalu besar karena hanya dinikmati oleh keluarga.
Dampak THR
Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi maka perlu mendorong konsumsi masyarakat kelas menengah ke atas. THR yang sebagian besar diterima oleh masyarakat menengah ke atas diharapkan dapat menggerakkan komponen konsumsi rumah tangga.
THR yang dibelanjakan untuk membeli kebutuhan pokok, berpengaruh terhadap penjual dan produsen. Jika setiap orang membelanjakan uang THR itu, maka konsumsi rumah tangga akan tumbuh. Dampak positif THR juga akan mengangkat pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang otomatis akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Saat ini kesempatan industri riil meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan ramadhan dan lebaran. Maka efek selanjutnya pendapatan karyawan dan perusahaan akan meningkat. Seterusnya akan mendorong juga daya beli karyawan dan perusahan untuk belanja. Dan akhirnya berdampak pada penerimaan negara dari pajak dan mendorong kemampuan pemerintah untuk memberi layanan publik yang semakin baik.
Begitulah seterusnya menjadi sebuah lingkaran yang terus berputar dan menjadi sistem yang harus dikelola dengan baik dan hati-hati penuh antisipasi dan perhitungan oleh pemerintah.
Mudik Dongkrak Daya Beli
Setelah pertumbuhan ekonomi mengalami keterpurukan pada masa pandemi tahun 2020 dan tahun 2021 ekonomi masih belum kembali seperti sebelum pandemi yang disebabkan oleh melambatnya dua motor penggerak ekonomi nasional. Yaitu konsumsi rumah tangga dan investasi.
Dengan kontribusi 54 persen (https://www.bps.go.id/pressrelease/2022/02/07/1911/ekonomi-indonesia-triwulan-iv-2021-tumbuh-5-02-persen–y-on-y-.html ), konsumsi rumah tangga menjadi salah satu acuan untuk mengukur ekonomi secara keseluruhan. Tren pertumbuhan konsumsi selalu sejalan dengan laju ekonomi.
Saat konsumsi melambat, hampir dipastikan akan berefek pada agregat pertumbuhan ekonomi. Tahun 2019 sebelum masa pandemi konsumsi rumah tangga tumbuh 5,04 persen (https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/02/05/1755/ekonomi-indonesia-2019-tumbuh-5-02-persen.html , tahun 2020 terkontraksi sebesar -2,63 persen (https://www.bps.go.id/pressrelease/2021/02/05/1811/ekonomi-indonesia-2020-turun-sebesar-2-07-persen–c-to-c-.html ). Pada masa pemulihan ekonomi 2021, konsumsi rumah tangga hanya mampu tumbuh 2,02 persen (https://www.bps.go.id/pressrelease/2022/02/07/1911/ekonomi-indonesia-triwulan-iv-2021-tumbuh-5-02-persen–y-on-y-.html ).
Melambatnya konsumsi rumah tangga pada tahun 2021 disebabkan oleh pembatasan mobilitas terutama pada saat lebaran dan ditiadakan cuti bersama. Padahal momen cuti bersama bisa mengungkit golongan kelas menengah ke atas meningkatkan pengeluaran terutama pada konsumsi leisure.
Pengeluaran masyarakat golongan menengah ke atas mempunyai kontribusi pengeluaran tertinggi sebesar 45,57 persen dan masyarakat dengan pengeluaran menengah sebesar 36,96 persen (https://www.bps.go.id/pressrelease/2022/01/17/1929/persentase-penduduk-miskin-september-2021-turun-menjadi-9-71-persen.html ). Sedangkan masyarakat dengan pengeluaran rendah hanya 17,47 persen (https://www.bps.go.id/pressrelease/2022/01/17/1929/persentase-penduduk-miskin-september-2021-turun-menjadi-9-71-persen.html ).
Masyarakat golongan menengah ke atas sangat royal dalam pengeluaran leisure. Pengeluaran leisure menjadi efek karambol untuk meningkatkan ekonomi. Cuti bersama dan mudik tahun ini menjadi momen besar untuk mendongkrak ekonomi. Terutama mendorong pengeluaran masyarakat golongan menengah ke atas.
Lebaran “effect” selalu ditunggu oleh masyarakat, karena dampaknya sangat berpengaruh ke semua lapisan masyarakat. Mayoritas penduduk di Indonesia yang berasal dari kalangan muslim saat ini tengah menikmati tradisi bulan ramadhan dan lebaran tanpa ada pembatasan. Ramadhan dan lebaran biasanya ditandai dengan meningkatnya konsumsi rumah tangga.
Apalagi THR diterima oleh sebagian besar karyawan baik negeri maupun swasta. Belum lagi dengan aliran zakat/donasi sosial lainnya yang dalam durasi singkat akan mengerek daya beli masyarakat ekonomi bawah. Bahkan bisa dikatakan lebaran “effect” ini bisa menjadikan masyarakat menjadi kaya. Karena hampir semua lapisan masyarakat mendapatkan rejeki. Jatengdaily.com-yds