Oleh Lies Sri Lestari
Demokrasi dalam Pemilu 2024 menjadi penentu di mana pemilih bebas memilih sesuai dengan pilihannya masing-masing. Masyarakat yang kebanyakan bukan berangkat dari anggota partai akan merasa bahwa pemilu besok bukan merupakan persaingan antarpartai, melainkan persaingan figur yang dikenal rakyat, memiliki kapasitas dan yang terpenting dekat dengan konstituen. Partai tidak bisa lagi memprediksi calon mana yang bakal jadi dan mana yang tidak, karena masyarakat akan memilih figur yang dia kenal dan dia suka sesuai pilihannya.
Dalam pemilu, akan ada dua kategori: pemilih cerdas dan pemilih konvensional. Pemilih cerdas akan berpatokan pada figur yang dia kenal dari media mana pun. Baik lewat sosialisasi, atau lewat media yang bisa diakses (berita, media daring, dan lain-lain). Jadi mereka akan menjatuhkan pilihan benar-benar kepada yang mereka suka. Meskipun wakil yang mereka pilih berasal dari partai berbeda. Namun gol yang di targetkan nama figur. Bagi pemilih yang cerdas, mereka tidak akan memedulikan dari partai mana wakilnya diusung.
Sedangkan pemilih konvensional biasanya pemilih yang memiliki pandangan linier. Artinya mereka akan menjatuhkan pilihan berdasar patokan patai politik. Biasanya pemilih seperti ini ditempati oleh simpatisan partai, petugas partai atau anggota partai.
Meskipun banyak yang menyebutkan bahwa dalam pemilu, mesin partai bisa digerakkan, tapi kita tidak boleh langsung percaya karena masyarakat kita saat ini sudah terlalu cerdas. Mereka sudah tidak bisa di bohongi dengan janji-janji politik oleh para politisi partai. Keberadaan nitizen tidak ubahnya seperti lembaga pengawas yang bisa dengan cepat dan mudah mencari cacat para politisi atau pejabat.
Rakyat secara umum menginginkan wakil/pemimpin yang tahu kondisi rakyat yang sebenarnya. Di samping itu bisa memberikan solusi terhadap masalah yang ada serta membuat kebijakan yang prorakyat. Perlu ditekankan sekali lagi, bahwa seluruh warga negara yang memiliki hak pilih tidak semuanya simpatisan partai. Mereka ada yang tidak tahu sama sekali partai itu apa, bahkan banyak warga kita yang tidak suka dengan partai.
Sebenarnya dalam agenda pemilu, dibutuhkan tim untuk pengorganisasian massa. Basis yang ada di bawah tidak bisa diklaim bahwa seseorang adalah simpatisan partai A, karena masyarakat kita cenderung heterogen. Ada yang petani, pedagang, buruh, wirausaha, agamawan, santri, PNS, pelajar, mahasiswa dan masih banyak lagi.
Pemilih akan lebih nyaman apabila calon yang mereka pilih tidak diarahkan secara linier, tapi bebas memih. Misal, pemilih akan mencoblos DPR pusat, DPR Provinsi, dan DPR Kabupaten dari partai yang berbeda. Begitu juga untuk DPD dan pasangan presiden/wakil presiden.
Lies Sri Lestari adalah Wakil Ketua Satupena Kabupaten Blora. Jatengdaily.com-st