Oleh : Nur Khoirin YD
Setiap tanggal 27 Rajab, umat Islam memperingati peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW yang kemudian membawa perintah salat lima waktu yang wajib dilakukan oleh umat Islam. Salat adalah salah satu ibadah pokok dalam Islam, sebagai tiang agama (imaduddin), dan menjadi standart bagi ibadah-ibadah yang lain. Jika shalatnya bagus, maka ibadah yang lain ikut bagus. Sebaliknya, jika shalatnya buruk, maka ibadah yang lain dianggap buruk.
Salat merupakan ibadah yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apapun, meskipun repot, seperti ketika sedang sakit (maridl), maupun dalam kondisi berpergian jauh (safar).
Salat wajib lima waktu itu, waktunya telah ditentukan dan menjadi syarat sahnya. Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT sendiri,
“Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. (QS. An-Nisaa’: 103). Artinya, tidak sah salat jika dilakukan di luar waktunya. Seperti shalat subuh dilakukan di waktu dhuha, dhuhur dikerjakan di waktu ashar, atau sebaliknya. Syarat sahnya salat harus sudah masuk waktunya.
Jadwal Harian
Pembagian waktu-waktu salat dalam sehari semalam menjadi lima waktu itu, tentu terkandung hikmah (kebaikan rahasia) yang besar, yang sering nalar dangkal kita tidak bisa menangkapnya. Tetapi hikmah yang jelas adalah, bahwa seorang muslim telah dibuatkan jadwal harian yang sedemikian pas untuk mengisi waktu-waktu agar tidak berlalu tanpa berdzikir.
Kita diperintahkan agar selalu berdzikir, mengingat Allah setiap waktu, bahkan setiap nafas yang berhembus, yang keluar adalah Asma Allah dan sifat-sifat kebesarannya. Al Qur’an menyebutkan, “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar Ra’d : 28).. Dan memang shalat itu tujuannya untuk berdzikir. Al Qur’an menyebutkan, “Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (QS. Thaha:14). Dalam sehari semalam itu setidaknya kita memiliki 5 waktu yang tetap untuk mengingat Allah.
Waktu-waktu salat wajib itu tersebar di lima titik dalam setiap hari. Sejak matahari terbit, pagi, siang, sore, tenggelam, berganti malam, hingga terbit lagi. Pembagian waktunya tidak merata. Tidak sehari semalam yang 24 jam itu dibagi rata menjadi lima, sehingga memiliki rentang waktu yang sama antara satu waktu shalat dengan salat berikutnya. Tetapi waktu-waktu salat itu terbagi secara proporsional dan sangat sesuai dengan aktivitas fisik manusiawi.
Ada yang terpisah jauh, seperti shubuh ke ashar, atau isya’ ke shubuh. Ada pula yang waktunya agak pendek, seperti ashar ke maghrib dan maghrib ke isya. Bilangan shalat berjumlah 17 rakaat itu juga dibuat tidak sama, ada yang dua, tiga dan empat, yang harus dijalankan seperti itu, dan tidak boleh dikumpulkan dalam satu waktu 17 rakaat sekaligus.
Salat mendidik manusia disiplin dan tertib. Kita bisa membayangkan jika tidak ada jadwal waktu salat yang lima waktu itu, maka orang bisa tidur sepanjang hari atau berkerja lupa waktu tanpa ada yang mengganggu. Orang juga bisa lupa Tuhan yang menciptakan. Shalat mengajarkan agar manusia terus bersyukur atas nikmat-nikmat yang tidak terukur. Agar manusia terus berdzikir, mengingat kebesaran-Nya, dan menyadari kelemahannya, sehingga tidak sombong.
Waktu-waktu yang Pas
Waktu-waktu salat yang lima kali itu telah ditentukan sedemikian rupa, sehingga sesuai dengan aktifitas manusia dan tidak memberatkan. Pertama, waktu shubuh, disebut juga dengan waktu fajar. Waktu shalat dimulai saat fajar datang sampai terbitnya matahari pagi. Waktu ini merupakan alarm awal kehidupan manusia dimulai. Khususnya, mereka yang tinggal di wilayah katulistiwa, yang memiliki waktu siang dan malamnya hampir sama.
Siapa pun orangnya yang tidur secara normal, bisa dipastikan bangun pagi dengan sendirinya. Entah karena kebelet ke toilet atau karena sudah cukup tidurnya. Tidak hanya ke kamar kecil buang hajat dan cuci muka, tetapi bagi bagi muslim diwajibkan mengambil air wudlu dan salat subuh. Jadi sebelum manusia beraktivitas memulai hari, mereka seperti di-charge agar baterenya kembali full kembali. Fisiknya bersih dan akal fikirannya jernih dengan air wudlu, serta ikatan ruhaninya menjadi erat dengan Allah SWT.
Kedua, waktu salat kedua di hari itu adalah Zuhur. Waktunya datang saat matahari seperti tepat berada di atas kepala kita. Saat terik terasa luar biasa. Saat sebagian besar aktivitas kerja ditunda untuk istirahat. Zuhur datang ketika panas energi pada puncaknya. Hal itu ditandai dengan lelah fisik, bosan, dan sejenisnya. Saat itulah fisik dan ruhani kembali di-charge ulang untuk menemui keseimbangannya. Seorang muslim mengawali jam istirahatnya untuk shalat. Baru makan, minum, ngobrol-ngobrol dengan teman, dan mungkin tidur sejenak.
Maka shalat Zuhur seperti menyirami ruhani yang lelah setelah bekerja untuk menemui kesegarannya kembali. Salat dhuhur mendudukkan batin yang resah ke posisi tenangnya.
Ketiga, waktu Ashar datang seperti penanda waktu siang dalam peralihan. Ashar seperti momen untuk mengevaluasi diri dari masa pagi hingga siang tadi. Sekitar 8 jam beraktifitas sejak pagi hingga waktu ashar datang. Jam bekerja sudah selesai.
Maka saatnya mengevaluasi dan mencatat amal-amal yang sudah dilakukan sehari. Kembali seorang hamba diperintahkan untuk melaksanakan shalat ashar, guna bersembah sujud kehadirat Allah Sang Rabbul Izzati.
Keempat, waktu magrib datang sebagai mengawali waktu malam. Sinar matahari yang semula terang pun telah redup. Warna jingga nampak menyelimuti langit ufuq barat. Umumnya semua orang telah berada di rumah. Khususnya kaum wanita. Karena waktu magrib seperti pertanda setan-setan berkeliaran, seiring dengan energi warna jingga yang seirama dengan warna mereka.
Maka azan magrib membuyarkan kerumunan setan-setan itu. Mereka lari tunggang-langgang tak tentu arah mencari selamat. Pergantian waktu dari siang ke malam pun diawali dengan shalat. Memohon ampunan dari dosa di siang itu. Dan memohon perlindungan pada Allah untuk malam yang akan bergulir pelan. Kelima, Tak berselang lama dari waktu maghrib, waktu isya’pun datang mengiringi magrib yang sangat sebentar.
Magrib hilang setelah langit tak lagi berwarna jingga. Langit sudah berwarna hitam pekat jika tanpa bulan dan bintang-bintang. Shalat isya mengantarkan hamba-hamba Allah ke dalam rengkuhan malam yang tenang dan penuh keberkahan.
Jika kita perhatikan waktu-waktu shalat fardlu yang lima itu sudah diatur sedemikian rupa oleh Allah Yang Maha Bijaksana, sehingga sesuai dengan aktifitas beberja dan tidak memberatkan. Nabi saw pernah mengatakan, “andai aku tidak khawatir akan memberatkan umatku, maka shalat isya akan ditunaikan menjelang tengah malam”. Apalagi jika shalat itu sudah biasa dilakukan tepat waktu dengan cara berjamaah, orang akan merasakan ketenangan batin. Sebaliknya, jika belum shalat, ia akan merasakan resah dan gelisah, tidur tidak nyenyak, dan makanpun tidak enak.
DR. H. Nur Khoirin YD, MAg, Ketua BP4 Propinsi Jawa Tengah/Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Walisongo/Advokat Syari’ah/Mediator/Arbiter Basyarnas/Nazhir Kompeten, Tinggal di Jl. Tugulapangan H.40 Tambakaji Ngaliyan Kota Semarang. Jatengdaily.com-st