in

FISIP Unwahas Kerja Sama dengan UT dan Unperba

Dekan Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Hukum Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Terbuka (UT) Dr Meita Istianda SIP MSI dan Dekan FISIP Unwahas Dr Agus Riyanto SIP MSI menunjukkan naskah kerja sama disaksikan Rektor Unwahas Prof Dr Mudzakir Ali di sela-sela Senaspolhi Ke-6 2024 FISIP Unwahas, Senin (27/8).Foto:dok

SEMARANG (Jatengdaily.com) – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang sukses menggelar Seminar Nasional Politik dan Hubungan Internasional (Senaspolhi) Ke-6, Senin (27/8).

Dekan FISIP Unwahas Agus Riyanto menjelaskan, Senaspolhi bertema “Meneropong Masa Depan Demokrasi Indonesia” diselenggarakan dalam rangka Dies Ke-24 FISIP dan Unwahas.

Seminar digelar sehari di Theater Room Fakultas Kedokteran, Kampus 2 Unwahas Gunungpati Semarang dihadiri Ketua MPR RI Bambang Soesatyo secara online.

Dalam sambutannya, tokoh nasional yang akrab disapa ‘Bamsoet’ itu berbicara mengenai empat Pilar Pancasila, dan perkembangan demokrasi Indonesia saat ini.

Senaspolhi dibuka Rektor Unwahas Mudzakir Ali menghadirkan empat pembicara yaitu anggota DPD RI Abdul Kholik, Anggota DPR RI dari Partai Golkar Mujib Rohmad, pengamat politik Undip Wijayanto, dan dosen FISIP Unwahas Joko J Prihatmoko dengan moderator Wakil Dekan FISIP Anna Yulia Hartati.

Hadir dalam kesempatan itu Deputi bidang pengkajian dan pemasyarakatan konstitusi MPR RI Hentoro Cahyono.

Di sela-sela seminar dilakukan penandatangan kerja sama antara FISIP Unwahas dengan Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Hukum Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Terbuka (UT) dan Universitas Perwira Purbalingga (Unperba).

Rektor Unwahas Mudzakir Ali mengatakan, ‘’siyasatul ummah mabniyyatun ‘ala aqidatiha” artinya politik bangsa dibangun di atas Aqidah atau ideologinya.

‘’Maka politik Indonesia akan baik-baik saja bila berpedoman kepada Pancasila. Mengapa? Karena Pancasila itu wujud ideologi bangsa yang sudah mengakar lama di masyarakat. Sebaliknya bila politik tidak nyambung dengan Pancasila maka politik Indonesia akan tidak baik-baik saja,’’ katanya.

Dinasti Politik
Dosen FISIP Unwahas Joko J Prihatmoko menyoroti praktik dinasti politik yang muncul belakangan ini. Menurutnya dinasti politik muncul sebagai ekses dari warisan feodalisme yang masih menancap kuat di masyarakat.

‘’Feodalisme bukan penguasaan sumber ekonomi saja, tetapi juga terbentuknya jejaring loyalitas dalam masyarakat dengan melibatkan para tokoh informal yang pada umumnya memiliki massa besar, yang digunakan untuk menopang kekuasaan baru dan kekuasaan keluarga,’’ kata Joko.

Mutualisme itu menurutnya dibangun atas mekanisme pertukaran kepentingan , yakni tokoh informal mendapatkan aksesibilitas terhadap pembuatan kebijakan publik sedang keluarga bisa mengikat loyalitas pemilih melalui pengaruh tokoh informal (raja, kiai, bos, dan lain-lain).

Pada ekstrem tertentu, kekuatan negara melemah karena kontrol klan politik. ‘’Di sini, dinasti politik sudah berkembang seperti negara dalam negara (state qua state) dalam sistem politik yang lemah,’’ katanya.

Pengamat politik Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Wijayanto mengkhawatirkan, dalam struktur kekuasaan yang oligarkis, Pemilu 2024 hanya akan menjadi ajang sirkulasi kekuasaan di antara elite oligarki yang memunggungi demokrasi di satu sisi dan mengabaikan warga negara
dalam kebijakan-kebijakan mereka di sisi yang lain.

‘’Dengan demikian, pemilu hanya menjadi ritual yang tidak bermakna bagi upaya konsolidasi demokrasi di Indonesia,’’ katanya.st

Written by Jatengdaily.com

Kolaborasi SIG dan Kementerian PUPR Tingkatkan Kompetensi Tenaga Konstruksi di IKN

Indro Warkop Menangis Setelah Puluhan Tahun Kasino dan Dono Meninggal, Inilah Alasannya