in

Masalah Pemutakhiran Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah

Gunoto Saparie

Oleh Gunoto Saparie

Pemutakhiran Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) merupakan langkah strategis dalam pengembangan dan pelestarian kebudayaan lokal/daerah di Indonesia. PPKD adalah upaya untuk mencatat dan menggali nilai-nilai kebudayaan yang ada di setiap daerah sebagai dasar dalam merumuskan kebijakan dan program kebudayaan yang relevan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat. Meskipun PPKD memiliki tujuan yang baik, penerapannya menghadapi berbagai tantangan yang perlu diatasi agar dapat berjalan dengan efektif.

Tujuan utama dari pemutakhiran PPKD adalah untuk memberikan arah dan pedoman dalam pengelolaan kebudayaan daerah. Hal ini bertujuan agar kebudayaan yang ada di suatu daerah tidak hilang atau tergerus oleh perubahan zaman, tetapi dapat terus berkembang dan memberi manfaat kepada masyarakat. Pemutakhiran PPKD ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi kebudayaan yang perlu dilestarikan dan dipromosikan, agar dapat menjadi daya tarik wisata, serta meningkatkan identitas daerah dalam skala nasional dan internasional.

Beberapa manfaat dari PPKD antara lain adalah dalam rangka upaya pelestarian kebudayaan lokal/daerah. Dengan pemutakhiran PPKD, kebudayaan daerah dapat lebih mudah dikembangkan dan dilestarikan, dan pengetahuan tentang kebudayaan tersebut dapat diwariskan kepada generasi berikutnya. Selain itu, pemutakhiran tersebut dapat menjadi alat untuk menarik perhatian wisatawan, memperkenalkan potensi daerah, dan meningkatkan perekonomian lokal melalui sektor pariwisata.

Pemutakhiran PPKD juga bermanfaat dalam upaya pemberdayaan masyarakat lokal/daerah. Dengan mengidentifikasi kebudayaan yang ada, masyarakat daerah dapat lebih diberdayakan untuk mengelola dan mengembangkan kebudayaan mereka sendiri. Selain itu, pemutakhiran PPKD sangat penting berkaitan dengan penyusunan kebijakan kebudayaan yang tepat sasaran. PPKD yang akurat dan terupdate memberikan dasar yang kuat bagi pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan yang lebih efektif dalam melestarikan dan memajukan kebudayaan lokal/daerah.

Meskipun PPKD memiliki tujuan yang jelas dan manfaat yang besar, dalam praktiknya, penyusunan dan pemutakhiran PPKD di daerah menghadapi beberapa masalah dan kendala yang signifikan. Beberapa masalah dan kendala tersebut antara lain adalah keterbatasan sumber daya manusia (SDM). Salah satu kendala terbesar dalam pemutakhiran PPKD adalah kurangnya SDM yang memiliki keahlian dalam bidang kebudayaan. Banyak daerah, terutama yang terpencil, tidak memiliki tenaga ahli yang dapat melakukan inventarisasi kebudayaan secara komprehensif. Hal ini menyebabkan pengumpulan data yang tidak lengkap dan tidak akurat, sehingga PPKD yang dihasilkan kurang optimal.

Penyusunan PPKD juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Mulai dari pengumpulan data, riset, hingga pelaporan dan dokumentasi kebudayaan. Banyak kabupaten/kota, terutama yang berada di daerah dengan anggaran terbatas, menghadapi kesulitan dalam menyediakan dana yang memadai untuk proses pemutakhiran PPKD. Akibatnya, banyak kebudayaan lokal/daerah yang tidak terdata dengan baik.

Masyarakat daerah sering tidak menyadari pentingnya melestarikan kebudayaan daerah mereka, atau mereka merasa kebudayaan tersebut tidak relevan lagi dengan kehidupan modern. Selain itu, pemerintah daerah juga kadang tidak memberikan perhatian yang cukup serius terhadap pembinaan, pengembangan, pelindungan, dan pelestarian kebudayaan, sehingga PPKD menjadi kurang prioritas dalam program kerja mereka.

Puluhan tahun silam pemerintah telah menghapuskan jabatan fungsional Penilik Kebudayaan di kecamatan-kecamatan, yang sebelumnya berfungsi sebagai ujung tombak dalam pendataan dan pengelolaan kebudayaan lokal/daerah. Langkah ini menimbulkan kekosongan dalam struktur yang sangat vital bagi proses penyusunan PPKD. Penghapusan jabatan ini berdampak langsung pada kualitas dan kelancaran proses penyusunan PPKD, yang sering kali kurang memadai akibat minimnya tenaga yang memiliki pengetahuan dan pengalaman khusus dalam bidang kebudayaan daerah.

Penilik Kebudayaan adalah pegawai negeri sipil yang memiliki peran strategis dalam pemetaan, pendataan, dan pengelolaan kebudayaan lokal. Mereka bertugas mengidentifikasi potensi kebudayaan yang ada di masing-masing daerah, termasuk seni tradisional, adat istiadat, bahasa daerah, dan lain-lain. Selain itu, Penilik Kebudayaan juga berperan dalam memberikan pembinaan kepada masyarakat setempat terkait pengelolaan kebudayaan dan kesenian, serta memastikan keberlanjutan kebudayaan lokal agar tidak punah.

Sebelum penghapusan jabatan fungsional ini, Penilik Kebudayaan yang ditempatkan di kecamatan-kecamatan memiliki kedekatan langsung dengan masyarakat. Mereka dapat berkoordinasi dengan berbagai elemen masyarakat, termasuk seniman, budayawan, dan tokoh adat, untuk memperoleh data yang akurat dan relevan mengenai kondisi kebudayaan setempat. Hal ini sangat penting dalam menyusun PPKD yang akurat dan mencerminkan kondisi riil kebudayaan di setiap daerah.

Dengan dihapusnya jabatan fungsional Penilik Kebudayaan, terjadi kekosongan yang signifikan dalam sistem pendataan kebudayaan di tingkat kecamatan. Akibatnya, pihak yang seharusnya memiliki pemahaman mendalam tentang kebudayaan daerah, yang berperan dalam pengumpulan data dan informasi untuk PPKD, kini tidak lagi tersedia di setiap kecamatan. PPKD yang seharusnya menggambarkan kekayaan dan keragaman kebudayaan suatu daerah sering kali kurang memadai, bahkan tidak dapat mencakup seluruh potensi kebudayaan yang ada. Hal ini mengurangi efektivitas program-program kebudayaan dan menghambat upaya pemajuan kebudayaan daerah.

Kekosongan jabatan ini juga menyebabkan terjadinya fragmentasi dalam pengelolaan kebudayaan daerah. Tanpa adanya Penilik Kebudayaan yang dapat mengkoordinasikan dan mengawasi kegiatan kebudayaan di tingkat kecamatan, program-program kebudayaan sering kali berjalan tidak terarah dan kurang terintegrasi. Padahal, kebudayaan daerah merupakan bagian dari identitas bangsa yang perlu dijaga dan dikembangkan melalui pendekatan yang komprehensif.

Penghapusan jabatan Penilik Kebudayaan seharusnya tidak mengurangi pentingnya pendataan dan pengelolaan kebudayaan daerah. Sebagai solusi, pemerintah daerah perlu mempertimbangkan pengembalian atau penguatan kembali jabatan fungsional ini di tingkat kecamatan. Dengan melibatkan tenaga ahli yang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang kebudayaan daerah, penyusunan PPKD dapat berjalan lebih efektif dan hasilnya akan lebih akurat.

Selain itu, pelibatan masyarakat dalam proses pengumpulan data kebudayaan juga perlu ditingkatkan. Pemerintah daerah dapat melibatkan lembaga kebudayaan lokal, komunitas seni, serta tokoh adat dalam proses pendataan untuk memastikan bahwa data yang dihimpun benar-benar mencerminkan kondisi kebudayaan yang ada. Kerja sama antara pemerintah dan masyarakat dalam hal ini sangat penting, agar kebudayaan daerah tetap dapat berkembang maju dan dilestarikan dengan baik.

*Gunoto Saparie adalah Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT). Jatengdaily.com-st

Written by Jatengdaily.com

Menteri ESDM Pantau Kesiapan Mudik Lebaran, Pastikan Stok BBM di Jateng Aman

Kalah dari Australia, Timnas Indonesia Kembali ke Jakarta, Fokus Persiapan Lawan Bahrain