Scroll Top

Pengaruh Perubahan Pemanfaatan Ruang Hulu DAS Babon terhadap Banjir Kawasan Hilir Semarang

Oleh: Agus Ricky Hartanto, S.T.

Pemanfaatan ruang hulu DAS Babon yang berubah fungsi menjadi kawasan terbangun mengurangi resapan air, meningkatkan limpasan, dan memicu banjir parah di hilir Kota Semarang, memperparah risiko akibat penurunan muka tanah.

Kota Semarang sebagai kota metropolitan di Jawa Tengah memiliki kondisi topografi yang unik dan bervariasi. Secara umum, wilayah Semarang terbagi menjadi dua, yaitu Semarang atas dengan wilayah perbukitan dan Semarang bawah yang merupakan dataran rendah serta kawasan pesisir.

Perbedaan topografi ini memicu tantangan tersendiri dalam pembangunan infrastruktur dan pengelolaan tata ruang, terutama dalam menghadapi masalah banjir. Wilayah Semarang bawah paling rentan mengalami banjir karena berada di dataran rendah dengan kondisi penurunan muka tanah mencapai 5-10 cm per tahun.

Selain itu, banjir yang terjadi tidak hanya lokal, melainkan juga dampak dari luapan air dari kawasan hulu DAS Babon akibat perubahan pemanfaatan ruang yang berdampak pada berkurangnya wilayah resapan.

Topografi dan Dampaknya Pada Banjir Kota Semarang
Karakteristik topografi daerah Semarang menyebabkan perbedaan risiko banjir antara kawasan Semarang atas dan bawah. Semarang bawah yang berada pada dataran rendah sering mengalami genangan air yang parah.

Penurunan muka tanah (land subsidence) yang cukup signifikan memperparah kondisi ini. Wilayah ini terletak di hilir dari sejumlah sungai seperti Kali Babon, Kali Garang, Kali Bringin, dan beberapa kanal utama yaitu Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur yang sering meluap saat curah hujan tinggi di hulu.

Wilayah hulu, terutama di Kabupaten Semarang, yang merupakan daerah aliran sungai (DAS) Babon mengalami perubahan pemanfaatan ruang dari fungsi resapan menjadi kawasan terbangun dan budidaya.
Perubahan ini mengurangi kemampuan tanah menyerap air hujan, sehingga limpasan air langsung mengalir ke hilir.

Akibatnya, kapasitas sungai dan anak-anak sungai di hilir menjadi tidak mampu menampung debit air yang meningkat, memicu banjir melanda kawasan kota.

Sejarah Banjir di Kota Semarang
Banjir bukanlah fenomena baru bagi Kota Semarang. Sejak masa kolonial, banjir telah menjadi masalah kronis, sebagaimana tergambar dalam lagu berjudul “Semarang Kaline Banjir” karya Anjar Any yang dipopulerkan oleh Waldjinah.

Data sejarah mencatat beberapa peristiwa banjir besar dengan dampak serius, antara lain:
Pada tahun 1913, banjir menyebabkan genangan di Jalan Pemuda (dulu Jalan Bojong).

Tahun 1990, terjadi banjir bandang akibat jebolnya tanggul Banjir Kanal Barat dengan ketinggian air mencapai 10 meter, yang menewaskan sekitar 200 orang.

Pada tahun 2022, tanggul penahan air laut di Pelabuhan Tanjung Emas jebol, mengakibatkan banjir rob yang besar.

Tahun 2024, banjir parah melanda enam kecamatan, dengan 158.000 warga terdampak, bahkan banyak penduduk harus mengungsi selama tiga hari. Banjir yang terjadi pada Maret 2024 merupakan peristiwa terparah dalam beberapa waktu terakhir.

Kota Semarang beserta wilayah sekitarnya mengalami curah hujan merata dengan intensitas tinggi dari tanggal 9 sampai 13 Maret. Hal ini memicu meluapnya air dari Banjir Kanal Timur (BKT) dan Banjir Kanal Barat (BKB), yang merupakan bagian dari aliran Sungai Babon.

Kondisi Banjir Tahun 2024 dan Dampaknya
Banjir Maret 2024 merendam hampir 60% wilayah Kota Semarang, khususnya di empat kecamatan yaitu Genuk, Pedurungan, Gayamsari, dan Semarang Utara.

Keempat wilayah ini merupakan daerah aliran Sungai Babon yang menerima aliran air besar dari hulu sungai. Meluapnya air yang melebihi kapasitas kanal menyebabkan genangan air selama 3 hingga 7 hari di sejumlah kelurahan. Warga yang terdampak terpaksa mengungsi ke titik evakuasi dan mengalami kerugian material serta psikologis yang cukup besar.

Menurut data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang, penyebab utama banjir ekstrem ini adalah curah hujan tinggi yang mengakibatkan debit air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Babon meningkat tajam. Kapasitas sungai dan kanal di bagian hilir tidak mampu menampung limpasan air sehingga terjadi luapan besar.

Faktor Penyebab Kejadian Banjir dengan Fokus pada Pemanfaatan Ruang Hulu
Selain faktor cuaca ekstrem, salah satu penyebab penting adalah perubahan fungsi lahan di kawasan hulu DAS Babon. Wilayah yang sebelumnya berperan sebagai daerah resapan berubah menjadi kawasan budidaya terbangun, seperti pemukiman dan kegiatan usaha.

Pengamatan citra satelit menunjukkan perubahan signifikan di wilayah Leyangan, Kabupaten Semarang, hingga melewati kecamatan Tembalang, Pedurungan, Genuk, Gayamsari, dan Semarang Utara.

Kondisi ini mengurangi wilayah resapan dan mempercepat aliran air permukaan menuju hilir. Akibatnya, kapasitas sungai semakin terbatas dan banjir menjadi lebih sering terjadi. Kondisi ini bukan hanya membawa dampak di wilayah hulu, tetapi juga dirasakan di hilir Kota Semarang sebagai kumulasi air kiriman yang tidak terkelola dengan baik.

Pentingnya Sinergi Perencanaan Tata Ruang Antara Kota dan Kabupaten
Permasalahan banjir yang berakar pada pemanfaatan ruang menggarisbawahi pentingnya sinergi tata ruang antara Pemerintah Kota Semarang dan Kabupaten Semarang. Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) harus diselaraskan agar fungsi ruang tetap terjaga dan kegiatan pembangunan berjalan sesuai dengan perencanaan. Pengendalian pemanfaatan ruang, termasuk pemberian izin yang sesuai Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), merupakan instrumen penting untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan pembangunan dan konservasi fungsi ruang sebagai daerah resapan air.

Instrumen Pengendalian Pemanfaatan Ruang sebagai Mitigasi Banjir
Untuk mengurangi risiko banjir, pemerintah dapat melakukan pengendalian lewat insentif dan disinsentif. Insentif diberikan kepada pelaku usaha dan masyarakat yang taat terhadap aturan tata ruang dan menjaga fungsi ruang dengan baik. Disinsentif, berupa pembatasan dan sanksi baik administratif maupun pidana, diberlakukan bagi yang melanggar peraturan.

Sanksi ini merupakan penegakan hukum yang penting untuk mendorong kepatuhan dalam perencanaan dan pemanfaatan ruang. Ketika proses perencanaan dan izin pemanfaatan ruang berjalan dengan benar, maka diharapkan tata ruang dan fungsi wilayah dapat berjalan optimal, khususnya di kawasan hulu DAS Babon.

Kesimpulan
Pemanfaatan ruang di kawasan hulu DAS Babon yang berubah dari daerah resapan menjadi kawasan terbangun sangat berpengaruh terhadap terjadinya banjir di kawasan hilir Kota Semarang. Penurunan muka tanah di wilayah Semarang bawah memperparah risiko banjir, terutama saat curah hujan tinggi dan limpasan air meningkat.

Selain itu, kegagalan koordinasi tata ruang antara Kota Semarang dan Kabupaten Semarang menyebabkan kurang optimalnya pengelolaan ruang.

Untuk mengantisipasi dan mengurangi dampak banjir, diperlukan sinergi perencanaan tata ruang yang baik, pengendalian pemanfaatan ruang berbasis KKPR, serta penerapan insentif-disinsentif sebagai upaya mitigasi.

Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan ke depan banjir di Kota Semarang dapat diminimalkan, sehingga memberikan ruang yang lebih aman, nyaman, dan berkelanjutan bagi masyarakat.

Agus Ricky Hartanto, S.T. adalah Mahasiswa Program Studi S2 Magister Perencanaan Wilayah dan Kota di Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang.Jatengdaily.com-st

Privacy Preferences
When you visit our website, it may store information through your browser from specific services, usually in form of cookies. Here you can change your privacy preferences. Please note that blocking some types of cookies may impact your experience on our website and the services we offer.