SEMARANG (Jatengdaily.com) – Pemerintah Kota Semarang melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) menanggapi serius keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ilegal yang berada di perbatasan Kelurahan Rowosari, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang dengan Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak. Masalah ini tidak hanya menyangkut pengelolaan sampah, tetapi juga berimplikasi besar terhadap kesehatan warga dan kelestarian lingkungan sekitar.
“Permasalahan ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Bukan sekadar soal sampah, tapi soal tanggung jawab kita bersama untuk menjaga lingkungan dan kualitas hidup masyarakat,” tegas Arwita, Kepala DLH Kota Semarang, saat ditemui usai rapat koordinasi, Rabu (6/8/2025).
Arwita menjelaskan bahwa Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Jawa Tengah telah menggelar rapat koordinasi (rakor) lintas wilayah yang mempertemukan DLH Kota Semarang dan DLH Kabupaten Demak. Salah satu hasil penting dari rakor tersebut adalah dorongan agar Pemkot Semarang melakukan sosialisasi dan himbauan aktif kepada masyarakat, khususnya warga Kecamatan Tembalang, untuk tidak lagi membuang sampah di lokasi perbatasan tersebut.

Menindaklanjuti arahan tersebut, DLH Kota Semarang telah mengirimkan surat resmi kepada seluruh camat dan lurah di Kecamatan Tembalang. Surat ini berisi instruksi untuk menyampaikan sosialisasi kepada masyarakat secara aktif dan berkelanjutan.
“Kesadaran masyarakat adalah kunci utama. Kami tidak bisa bekerja sendiri. Butuh dukungan dari semua pihak, mulai dari pemerintah kelurahan, RT/RW, hingga warga sendiri,” kata Arwita.
Sebagai bentuk solusi konkret, DLH Kota Semarang telah menempatkan kontainer sampah di RW 6 Kelurahan Rowosari. Warga kini memiliki tempat yang resmi dan aman untuk membuang sampah. DLH menjamin pengangkutan kontainer dilakukan setiap hari dengan ritase yang dimaksimalkan.
“Kontainer ini kami tempatkan agar warga tidak lagi bingung harus membuang sampah ke mana. Kami maksimalkan armada untuk pengangkutannya setiap hari,” jelas Arwita.
Tak berhenti di sana, DLH Kota Semarang juga membentuk regu piket pengawasan yang terdiri dari personel gabungan DLH, Damkar, dan Satpol PP. Regu ini akan melakukan patroli rutin ke wilayah perbatasan untuk mencegah aktivitas pembuangan sampah ilegal yang masih mungkin terjadi.
“Kami lakukan patroli rutin, dan hasilnya akan kami laporkan secara berkala kepada DLHK Provinsi Jawa Tengah. Ini adalah langkah pengawasan jangka pendek yang akan kami lakukan sampai masyarakat benar-benar sadar,” ujarnya.
Namun Arwita mengingatkan, patroli dan pengawasan hanyalah solusi sementara. Dalam jangka panjang, yang diharapkan adalah kesadaran kolektif warga untuk tidak lagi menjadikan area tersebut sebagai lokasi buang sampah liar.
“Kami pastikan tidak boleh ada aktivitas buang sampah di sana. Kalau masih ada warga Semarang yang membandel padahal sudah kami beri himbauan, ya tentu akan kami beri penegasan. Karena sesuai rencana tata ruang, lokasi itu bukan TPA dan tidak boleh dijadikan tempat buang sampah,” tandasnya.
Sebagai bagian dari upaya menyeluruh, DLHK Provinsi Jawa Tengah juga meminta agar tiap wilayah menyediakan sarana dan prasarana penanganan sampah sendiri, mulai dari tempat pengumpulan sementara (TPS), TPS3R, hingga pengangkutan yang terjadwal.
Dengan langkah kolaboratif antara Pemkot Semarang, Pemkab Demak, DLHK Provinsi, dan partisipasi aktif masyarakat, diharapkan kawasan perbatasan tidak lagi menjadi titik rawan pencemaran. Sebaliknya, akan menjadi contoh keberhasilan pengelolaan lingkungan yang berbasis kesadaran bersama. St