in ,

Manajemen Berbasis Lingkungan Demografi di Era COVID-19

Oleh: Moh Fatichuddin
Statistisi Ahli Madya BPS Provinsi Bengkulu

PRAHARA wabah COVID-19 telah melanda jagad raya ini hampir sepanjang 2020, para ahli belum memastikan kapan akan berakhir. Kondisi 31 Januari 2021 total kasus di dunia mencapai 103 juta dengan angka 56,8 juta sembuh dan 2,22 juta meninggal dunia. Untuk Indonesia di waktu yang sama telah mencapai 1,07 juta kasus, 863 ribu sembuh dan 29.728 meninggal dunia. COVID-19 sudah pasti mempengaruhi hampir semua tatanan kehidupan di muka bumi, tatanan ekonomi, sosial budaya, politik dan keamanan.

Lingkungan demografi sebagai bagian dari tatanan sosial budaya menerima dampak langsung dari wabah ini. COVID-19 memaksa terjadinya perubahan lingkungan demografi baik secara lokal maupun global. Lingkungan demografi menggambarkan berbagai karakteristik penduduk, seperti pertumbuhan, distribusi, umur, etnis, dan pendidikan, jenis rumah tangga, pergeseran populasi secara geografi dan sebagainya. Sedangkan arti demografi sendiri adalah studi kependudukan manusia menyangkut ukuran, kepadatan, lokasi, usia, jenis kelamin, ras, lapangan kerja, dan statistik lainnya.

Lingkungan demografis adalah karakteristik populasi manusia yang mengelilingi suatu perusahaan atau bangsa dan itu sangat mempengaruhi pasar dan kinerja perusahaan. perubahan lingkungan demografi menghadirkan peluang dan ancaman bagi perusahaan dan dapat memiliki implikasi besar bagi organisasi. Lingkungan demografi menjadi minat utama perusahaan karena lingkungan demografis menyangkut masyarakat, dan masyarakat membentuk pasar. (https://cerdasco.com/lingkungan-demografis).

Era COVID-19 juga menunjukkan terjadinya perubahan pola komunikasi masyarakat, masyarakat Indonesia yang dikenal dengan ramah tamah, akrab, tepa selira dan gotong royong dipaksa untuk merubah pola tersebut dengan tetap memegang nilai-nilai tersebut. Masyarakat dipaksa untuk physical distancing menjaga jarak antar satu dengan yang lainnya, menutup masker dan “sering-sering” mencuci tangan dengan sabun. Perilaku tersebut dimaksudkan untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona, dan diyakini berdampak signifikan meski sangat mungkin berat untuk dilaksanakan. Physical distancing ini menyebabkan peningkatan kebutuhan area/ruang agar kebiasaan yang dilakukan selama ini tetap berjalan.

Lingkungan Demografi Era COVID-19
Pada umumnya COVID-19 telah mempengaruhi lingkungan demografi baik positif maupun negatif. Hasil Survei Sosial Demografi Dampak COVID-19 yang dilakukan oleh BPS menunjukkan beberapa gambaran lingkungan demografi Indonesia. COVID-19 telah memicu terjadinya peningkatan konsumsi rumah tangga. Berkumpulnya keluarga telah merubah pola konsumsi masyarakat yang biasanya mengkonsumsi di luar rumah pada saat jam kerja menjadi masak dan makan di rumah. Peningkatan pola konsumsi ini berakibat pada kenaikan kebutuhan bahan makanan baik mentah ataupun sudah dalam bentuk olahan.

Dengan aktivitas berkumpul dengan keluarga (tetap di rumah) menyebabkan peningkatan belanja online dan bermunculannya/berkembangnya usaha online. Survey BPS menunjukkan terjadi kenaikan 42 persen dalam aktivitas belanja online pada responden yang mengaku belanja onlinenya meningkat selama COVID-19.

Kebijakan lain yang diterapkan selama era COVID-19 adalah bekerja di rumah (WFH), kebijakan ini merapkan hanya sebagian pekerja yang tetap bekerja di kantor atau tempat kerja. Survei BPS menyebutkan 39,09 persen sampel survei selalu bekerja dari rumah, kemudian 34,76 persen bekerja di rumah tapi masih ada jadwal masuk kantor. Tidak semua pekerjaan dapat dilakukan dari rumah, semakin tinggi pendidikan responden survey, semakin memungkinkan untuk penerapan WFH atas pekerjaan yang dimilikinya. Ada 19,06 persen sampel survey menyampaikan pekerjaan tidak memungkinkan WFH dan selanjutnya sekitar 707 persen melakukan aktivitas masuk kerja seperti biasa.

Aktivitas WFH tersebut berpengaruh pada pola mobilitas penduduk, sehingga secara tidak langsung berpengaruh pada sektor transportasi dan angkutan. Beberapa wilayah sebagai dampak covid-19 melakukan lockdown ataupun pembatasan aktivitas transportasi. Masyarakat yang akan melakukan perjalanan/berpergian diwajibkan memenuhi berbagai ketentuan. Masyarakat diwajibkan melakukan serangkaian tes/uji kesehatan sehingga dinyatakan tidak sedang “menderita” COVID-19. Secara tidak langsung pemenuhan kewajiban ini juga berdampak pada pola pengaturan pelayanan kesehatan.

Yang tak kalah pentingnya sebagai dampak COVID-19 adalah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) diberbagai lapangan usaha. Pembatasan aktivitas masyarakat, WFH, lockdown ataupun pembatasan/pengaturan transportasi berakibat pada lesunya perekonomian bahkan resesi ekonomipun terjadi pascatriwulan tiga. Banyak perusahaan melakukan PHK atau merumahkan para pekerjanya sampai waktu yang belum ditentukan, usaha perorangan banyak gulung tikar, PHK dan penutupan usaha semakin memperbesar jumlah pengangguran.

Green Consumer dan Silver Market
Dampak COVID-19 yang begitu dahsyat “melahirkan” kekhawatiran pada masyarakat akan tertular covid-19. Masyarakat lebih selektif dalam memilih dan memilah pemenuhan kebutuhannya baik berupa barang ataupun jasa. Kelompok masyarakat ini bisa di”analog”kan dengan sebutan Green Comsumer, kelompok konsumen yang memperhatikan/mengutamakan kemasan suatu produk barang/makanan berasal dari bahan yang ramah lingkungan (Rahayu Relawati dkk, Test Engineering and Management · February 2020).

Perusahaan atau pemerintah dapat memberi perhatian kepada kelompok masyarakat ini, regulasi atau strategi Green Consumer yang diambil dapat mengena langsung pada mereka. Beberapa faktor yang mungkin mempengaruhinya, pendapatan, pendidikan, jenis kelamin, umur. Dari sudut psikologis ada faktor kepedulian terhadap lingkungan, perilaku serta kontrol diri terhadap lingkungan. Yang tak kalah pentingnya adalah pengaruh dari sisi agama, kepatuhan pada keyakinan agama, disiplin dalam menjalankan aturan agama dan keaktifan dalam organisasi agama.

Setelah Green Consumer, selanjutnya kondisi lain yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penentuan strategi atau regulasi, Silver Market. In the developed countries, the dominant factor in the next society will be something to which most people are only beginning to pay attention: the rapid growth in the older population and the rapid shrinking of the younger generation (Peter F. Drucker).

Silver market adalah suatu strategi pemasaran yang ditujukan untuk target tertentu seperti penduduk usia 50 tahun ke atas, pendapatan tertentu, pendidikan, lokasi/geografis, dsb. Strategi ini pertama muncul di Jepang Tahun 1973 dengan “silver seat” di kereta api (Springer, The Silver Market Phenomenon). Dalam era COVID-19 silver market harus mendapat perhatian lebih, mengingat kondisinya berpeluang lebih rentan terhadap penularan virus tersebut.

Menghadapi lingkungan demografi akibat COVID-19, perusahaan ataupun pemerintah harus mau dan mampu bersinergi dalam melahirkan manajeman pengaturan kehidupan masyarakat maupun manajemen pasar agar barang/jasa yang dihasilkan perusahaan bisa dimanfaatkan atau dikonsumsi oleh konsumen/penduduk. Strategi manajemen yang diambil merupakan symbiosis mutualism antara regulasi (pemerintah), masyarakat dan lingkungan demografi.

Strategi yang diambil harus mempertimbangkan kondisi terkini dari gambaran demografi yang terpengaruh oleh kondisi COVID-19, Peraturan pemerintah harus tetap dipatuhi. COVID-19 sangat mungkin berlanjut, sehingga strategi pun akan sangat berkembang mengikuti perkembangan akibat pengaruh COVID-19. Jatengdaily.com-yds

Written by Jatengdaily.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

GIPHY App Key not set. Please check settings

Klub Chile Berniat Pinjam Pemain PSIS Jonathan Cantillana

Dua Warga Sakit di Desa Terisolasi Lokasi Gempa Sulbar Dievakuasi Helikopter BNPB