in ,

Membangun Jateng Maju dengan Data Industri dan Konstruksi Berkualitas

Oleh : Tri Karjono
ASN BPS
Provinsi Jawa Tengah

SEBELUM pandemi terjadi, tepatnya pada awal kepemimpinan periode kedua Gubernur Ganjar Pranowo telah mencanangkan tumbuhnya ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2023 pada level 7 persen. Tekad ini didasari oleh posisi Jawa Tengah yang dianggap strategis oleh pemerintah pusat sebagai wilayah penopang baru dan berpotensi untuk mampu mengangkat tumbuhnya ekonomi nasional lebih tinggi.

Peran ekonomi Pulau Jawa yang begitu besar pada level nasional, ingin semakin ditingkatkan dengan tidak hanya mengandalkan Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat sebagai episentrumnya. Pemerintah pusat mencoba mendistribusikan peran ekonomi dari Pulau Jawa ini ke kedua provinsi yang lain yaitu Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Upaya tersebut sebenarnya telah dimulai ketika saat pemerintahan pertama Joko Widodo, Jawa Tengah menjadi salah satu objek termasif terkait pembangunan infrastruktur sebagai daya dukung dalam menarik investor di Indonesia. Namun apa daya virus corona yang mulai muncul di akhir tahun 2019 dan mengakibatkan pandemi di awal tahun 2020 cukup membuat kekhawatiran akan tercapainya target tersebut.

Apalagi kita ketahui bahwa ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2020 yang lalu terkontraksi cukup dalam yaitu sebesar 2,65 persen. Bahkan kontraksi yang terjadi di Jawa Tengah lebih dalam dibanding ekonomi nasional yang walaupun juga terkontraksi tetapi masih lebih baik dengan angka minus 2,07 persen.

Berkaca dari situasi tersebut menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi Jawa Tengah untuk dapat segera keluar dari situasi yang sulit ini. Bahkan tantangan ini semakin besar ketika hingga sekarang target tersebut belum ada wacana untuk direvisi.

Harapannya tanpa adanya revisi menjadikan motivasi yang semakin besar untuk berkinerja lebih baik. Walau memang target pertumbuhan ekonomi di tahun 2021 dengan situasi yang masih seperti ini harus sedikit mundur dari target awal untuk berharap bisa melangkah lebih jauh di tahun kemudian.

Namun ketidakadanya revisi tersebut juga bukan tanpa alasan. Walau secara tahunan ekonomi Jawa Tengah terkontraksi cukup dalam, namun jika dilihat dari tren triwulanan setelah sempat terjadi palung yang cukup dalam di kuartal kedua, pada kuartal ketiga dan keempat tahun 2020 yang lalu menunjukkan adanya perbaikan.

Apalagi dengan telah dilaksanakannya vaksinasi akan mempercepat geliat ekonomi semakin baik. Berdasar realita tersebut PDRB 2021 pada RPJMD yang semula di tagetkan sebesar 5,4-5,8 persen (RPJMD 2018-2023), pada RKPD 2021 ditargetkan hanya 4,3 persen plus minus 0,5 persen.

Sektor Industri dan Konstruksi
Dua di antara sektor dominan penyumbang struktur ekonomi Jawa Tengah selama ini adalah sektor industri pengolahan dan sektor konstruksi. Selama ini tidak kurang dari 30 persen ekonomi Jawa Tengah disumbang oleh sektor industri pengolahan yang menempatkan sektor ini dengan gagahnya pada urutan teratas. Sementara sektor konstruksi yang mampu menyumbang tidak kurang dari 10 persen berada pada urutan keempat setelah pertanian dan perdagangan yang sedikit berada diatasnya.

Pada tahun 2020 kedua sektor ini dengan masing-masing sumbangannya sebesar 34,52 persen dan 10,50 persen menjadikan hampir separoh ekonomi Jawa Tengah ditentukan oleh perkembangan keduanya (45,02 persen). Maka menjaga kedua sektor ini untuk tetap tumbuh bahkan dapat ditingkatkan akan menjadi jaminan bagi tumbuhnya ekonomi Jawa Tengah lebih baik.

Sebaliknya mengabaikan kedua sektor ini akan menjadi kerugian bahkan dipastikan target pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah yang sejak awal di canangkan mustahil akan tercapai.

Terkontraksinya ekonomi Jawa Tengah tahun 2020 yang lalu tidak lepas dari menurunnya kinerja kedua sektor ini yang masing-masing turun sebesar 3,74 persen dan 3,76 persen. Bahkan minus 1,28 persen dari minus 2,65 persen kontraksi tersebut berasal dari sektor industri sebagai penyebab utama.

Tantangan Kualitas Data
Pertumbuhan ekonomi (PDB pada level nasional dan PDRB pada level Provinsi/Kabupaten/Kota) menjadi salah satu indikator kondisi ekonomi suatu wilayah pada kurun waktu tertentu. Pertumbuhan ekonomi pula menjadi salah satu cerminan kinerja pemerintah dalam membangun ekonominya. Maka mengupayakan untuk tumbuh lebih baik menjadi prioritas yang tak perlu ditawar lagi.

Jika ingin indikator pertumbuhan ekonomi mampu mencerminkan kondisi riil yang terjadi ditengah-tengah masyarakat harus pula didukung oleh ketersediaan data seluruh sektor yang lengkap, up-to-date dan yang sebenar-benarnya. Tak terkecuali data sektor industri pengolahan dan konstruksi yang cukup berperan dominan dalam struktur ekonomi Jawa Tengah, seperti diuraikan di atas.

Maka ketika penulis mengikuti FGD Statistik Industri dan Konstruksi yang dilakukan oleh BPS Provinsi Jawa Tengah, yang mempertemukan pemerintah daerah sebagai pengambil kebijakan wilayah atas indikator yang dihasilkan, BPS sendiri sebagai pengumpul, pengolah data dan penghasil indikator, pihak pengusaha industri dan konstruksi sebagai penyedia data dasar serta asosiasi industri dan konstruksi sebagai pembina atau komunitas pengusaha, merupakan salah satu solusi yang tepat untuk mendapatkan data dasar yang lengkap, up-to-date dan benar tersebut.

Pemahaman yang sama atas tujuan dan manfaat data pada FGD tersebut diharapkan menjadikan sebuah komitmen bersama untuk membangun indikator ekonomi Jawa Tengah yang lebih riil.

Selama ini masih ada pihak-pihak tertentu terutama pelaku usaha yang mungkin karena pemahaman yang masih terbatas, responsibilitas mereka terhadap data yang diminta oleh pemerintah termasuk BPS dapat dibilang masih rendah. Ketakutan akan pajak, tidak peduli, kesibukan, menyampaikan data yang sekedarnya atau yang baik-baik saja menjadi beberapa alasannya.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Frans Kongi, Ketua Apindo Jawa Tengah, bahwa masih ada beberapa perusahaan tidak mau mengisi, kurang serius dalam menanggapi permintaan data BPS, data yang terlambat yang akhirnya tidak ada gunanya, yang disampaikan tidak dan kurang dapat dipertanggungjawabkan dan sebagainya.

Komitmen Bersama
Namun pada kesempatan yang sama Frans Kongi juga berkomitmen untuk menyampaikan, menyosialisasikan, memberi pemahaman dan menginstruksikan kepada seluruh ketua di Kabupaten/Kota dan anggotanya untuk membantu permintaan data sebagai dasar pembentukan indikator pembangunan ini melalui BPS. Dengan begitu indikator yang dihasilkan akan benar, kebijakan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah dan dunia usaha sendiri menjadi benar.

Komitmen bersama ini menjadi salah satu prototipe kolaborasi antar seluruh pemangku kepentingan pada semua sektor yang seharusnya dibangun. Bukan saatnya lagi kita bersikap silo dan berjalan sendiri-sendiri. Apalagi di era keterbukaan seperti ini, data yang berkualitas dan benar sebagai pembentuk sebuah indikator adalah mutlak, agar menjadi pijakan yang kokoh dalam melangkah semakin maju.

Jika pijakannya rapuh oleh indikator yang salah maka terjatuh, tersungkur hingga hal yang fatal niscaya akan terjadi. Apalagi saat ini ketika upaya pemerintah Jawa Tengah yang bertekad untuk segera secepatnya terjadi pemulihan ekonomi akibat pandemi.

Jika komitmen ini terealisasi nyata pada tataran lapangan maka bukan dapat dipastikan kualitas data industri dan konstruksi Jawa Tengah sebagai pemberi andil yang sangat tinggi terhadap perekonomian Jawa Tengah akan semakin baik. Jatengdaily.com-yds

What do you think?

Written by Jatengdaily.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

GIPHY App Key not set. Please check settings

Komisi X DPR Minta Matangkan Rencana PTM

Mudik 2021 Dilarang, Ini Aturan Transportasi Masa Lebaran