in

Jangan Banyak Alasan untuk Tidak Menulis

Dr Ir Mohammad Agung Ridlo

SEMARANG (Jatengdaily.com) – Janganlah banyak alasan seseorang ketika ditanya mengapa tidak menulis. Entah itu beralasan tidak memiliki bakat, tidak punya waktu, sibuk, lelah, tidak suka pamer dan ambisius, takut ditolak redaktur, tidak pernah riset, dan sebagainya. Yang penting adalah kemauan besar untuk menulis, menulis, dan menulis.

Hal itu dikemukakan oleh peneliti Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang Dr Ir Mohammad Agung Ridlo MT ketika menjadi narasumber Pelatihan Menulis Artikel untuk Dipublikasi di Media Massa di Gedung Amanah Center, Jalan Taman Karonsih Raya, Ngaliyan, Semarang, Minggu, 20 November 2022.

Dalam kegiatan yang diselenggarakan LPPM Unisssula dan Satupena Jawa Tengah yang didukung Rukun Warga IV Ngaliyan Semarang itu, Agung menjadi narasumber bersama Ketua Umum Satupena Jateng Gunoto Saparie. Sedangkan sebagai moderator wartawan Suara Merdeka Sarby yang juga Seksi Media Cetak dan Siber Satupena Jateng. Pelatihan dibuka oleh Ketua Rukun Warga IV Ngaliyan Sunaryo.

Mohammad Agung dalam makalahnya berjudul “Bagaimana Menulis Artikel di Media Massa?” menunjukkan pentingnya metode pohon masalah sebagai langkah kegiatan untuk mencari sebab akibat dari berbagai persoalan, yang pada akhirnya ditemukan penyebab utamanya. Masalah adalah suatu kondisi yang bertentangan dengan harapan atau penghalang terhadap tercapainya suatu tujuan atau kondisi yang diinginkan. Artinya, ada kesenjangan antara kondisi yang ada saat ini dengan kondisi yang diharapkan.

Misalnya, lanjut Agung yang juga Sekretaris Umum Satupena Jateng, pohon masalah itu bernama banjir. Banjir mungkin terjadi karena pembuangan sampah bebas, erosi atau sedimentasi, endapan tinggi, saluran mampat, atau tidak ada saluran. Banjir tentu saja mengakibatkan perekonomian terganggu, prasarana rusak, dan terjadi korban jiwa maupun harta benda. Dari sini, maka kita mendapatkan bahan tulisan.

Mohammad Agung mengingatkan perlunya para calon penulis atau penulis pemula memakai cara berpikir 5 W dan 1 H. Lima W itu adalah what, why, where, when, who, dan how. Dari pertanyaan, ada permasalahan apa, mengapa bisa terjadi, kapan waktunya, siapa saja yang terlibat, dan bagaimana jalan keluarnya, maka kita menciptakan sebuah tulisan.

“Waktu mahasiswa di Bandung saya mulai menulis di Pikiran Rakyat. Bahan tulisannya dari tugas yang diberikan dosen. Saya revisi, saya sesuaikan dengan artikel di koran, lalu saya kirimkan. Ketika dimuat tentu saja saya senang bukan main. Apalagi ternyata mendapatkan honor,” ujarnya.

Gunoto dalam makalahnya berjudul “Strategi dan Taktik Menulis Artikel Ilmiah Populer di Media Massa” menunjukkan artikel atau opini merupakan salah satu isi media massa. Lainnya adalah berita dan iklan. Berbeda dengan berita yang ditulis berdasarkan fakta, opini atau artikel merupakan pandangan penulis yang bersifat subyektif.

Menurut Gunoto, ciri-ciri artikel antara lain adalah ditulis berdasarkan pandangan penulisnya, mengandung gagasan aktual, intelektual, orisinal, mengungkapkan suatu masalah, singkat, padat, dan tuntas. Selain itu artikel menggunakan bahasa sederhana, jelas, hidup, menarik, segar, dan komunikatif. Artikel juga harus menyangkut kepentingan publik.

“Nama seorang penulis harus dicantumkan karena artikel merupakan karya individual. Nama penulisnya biasanya dicantumkan di bawah judul,” ujarnya seraya menambahkan tentang pentingny membuat judul artikel yang menarik, provokatif, singkat, padat, relevan, fungsional, dan representatif.

Pada sesi tanya jawab yang dipandu Sarby SB Wietha, muncul berbagai pertanyaan dari para peserta antara lain tentang sulitnya menembus media massa karena harus bersaing dengan para penulis senior. Sarby yang saat ini menjabat redaktur opini Harian Suara Merdeka mengemukakan sejumlah kelemahan penulis pemula, antara lain menyangkut ejaan, kurang fokus, lemah dari segi bentuk pengungkapan, dan sebagainya.

“Yang penting para penulis pemula tidak mudah menyerah. Harus tertantang untuk menulis, menulis, dan menulis. Meskipun tulisan ditolak, kirim lagi, kirim lagi. Lama-lama semoga mendapatkan perhatian redaktur dan dimuat,” ujar Agung.

Pada kesempatan itu penulis senior Lukman Wibowo yang juga pengurus Satupena Jateng. Ia menyampaikan pengalamannya sebagai penulis yang harus berjuang dan berdarah-darah untuk bisa dimuat di lima koran yang menjadi barometer bagi tulisan-tulisan bermutu.

“Alhamdulillah, tulisan saya akhirnya bisa dimuat di Kompas. Karena itu, saya menyemangati dan memberikan motivasi kepada para penulis pemula dan calon penulis untuk tidak mengenal putus asa,” katanya. st

Written by Jatengdaily.com

Latih Hobi Berkebun, Mbak Ita Memanen Sayur Bersama Siswa Sekolah Dasar

BIAS Tumbuhkan Imun Anak pada Penyakit Menular