Penundaan Pemilu Berbahaya bagi Demokrasi dan Sistem Ketatanegaraan

3 Min Read
Dr Abdul Kholik SH MSi

SEMARANG (Jatengdaily.com) – Wacana penundaan Pemilu yang dimunculkan sejumlah pimpinan partai politik dinilai membahayakan demokrasi dan sistem ketatanegaraan. Membahayakan karena akan merusak tatanan demokrasi yang sudah terbentuk dan berjalan baik, dibawa ke arah ketidakpastian.

”Apalagi jika terjadi penundaan dan perpanjangan jabatan tidak ada jaminan pula akan menjadi baik, sebaliknya apabila kondisi memburuk justru berpotensi terjadi kekacauan dan konflik,” tegas anggota Komite I DPD RI, Dr Abdul Kholik SH MSi pada Webinar tentang Telaah Kritis Usul Perpanjangan Jabatan Presiden dan Penundaan Pemilu yang digelar Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) secara virtual, Sabtu (5/03/2022).

Dia memaparkan, tidak ada yang lebih baik dari menaati konstitusi agar Pemilu dilaksanakan setiap lima tahun. Indonesia memiliki sejarah panjang sukses menyelenggarakan Pemilu sejak tahun 1955. Kenapa tiba-tiba muncul keinginan menunda Pemilu.

”Ini jelas ahistoris dan terindikasi hanya keinginan segilintir kelompok semata. Terbukti hasil survei yang dilakukan menunjukkan warga sebagian besar menolak penundaan Pemilu. Jadi alasan menunda Pemilu sangat sumir dan tidak memiliki relevansi sama sekali,” ujar senator asal Jateng tersebut.

Menurut Abdul Kholik, sistem ketatanegaraan juga terancam ketika Pemilu ditunda yang berimplikasi jabatan Presiden dan lembaga lainya diperpanjang. Soal otoritas lembaga mana yang menetapkan penundaan dan perpanjangan jabatan, juga bermasalah. Lalu apa dasarnya untuk menetapkan dan mengisi, karena kelembagaan negara seperti Presiden, DPR, DPD, DPRD, didasarkan hasil Pemilu. Jadi sangat problematik bagi sistem ketatanegaraan dan berisiko terjadi deligitimasi dan gugatan keabsahan kelembagaan negara apabila diperpanjang.

Efesiensi
Salah satu alasan penundaan adalah mahalnya biaya Pemilu. Padahal kalo dibandingkan, anggaran yang diajukan oleh KPU sekitar Rp 86 triliun, tidak seberapa dibandingkan dengan anggaran proyek pemerintah, sehingga alasan ini sangat tidak logis. Namun demikian ada baiknya anggaran Pemilu masih dapat ditinjau dengan skema penyederhanaan tahapan tanpa mengurangi kualitas Pemilu.

Penyederhanaan ini dapat dilakukan karena adanya fakta empiris sudah berubahnya variable tahapan dan fakta inefesiensi selama pelaksanaan Pemilu sebelumnya. Penyerderhaan tersebut khususnya terkait tahapan penetapan daftar pemilih (DPT) yang disingkat menjadi lima tahap, menjadi dua tahap karena sudah lengkap data e-ktp.

Selanjutnya, lanjut Abdul Kholik, tahap pencalonan juga dapat disederhanakan. Termasuk soal saksi dapat mengoptimalkan menggunakan pengawas lapangan yang ada di setiap TPS, yang dapat diakses oleh semua peserta Pemilu.

Dalam hal penyelenggaraan Pemilu dihadapkan pada tantangan tenaga pelaksana, di era model kampus merdeka, dan merdeka belajar mahasiswa bisa diarahkan untuk menjadi relawan Pemilu. Artinya tidak ada alasan yang kuat dan dapat diterima untuk menunda Pemilu. Mari kita jaga bersama demokrasi yang sudah berjalan baik dan diakui dunia sehingga mengarah pada sistem pemerintahan yang kuat dan demokratis. st

0
Share This Article
Privacy Preferences
When you visit our website, it may store information through your browser from specific services, usually in form of cookies. Here you can change your privacy preferences. Please note that blocking some types of cookies may impact your experience on our website and the services we offer.