SEMARANG (Jatengdaily.com) – Kota Lama Semarang telah menjadi destinasi wisata unggulan Kota Semarang dalam beberapa tahun belakangan ini berkat keberhasilan penataan dan revitalisasi tempat bersejarah tersebut oleh Pemerintah Kota Semarang. Wali kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu bahkan melakukan penelitian sosial sebagai upaya yang mendukung pembenahan dan pengembangan Kota Lama dari berbagai aspek.
“Kami ingin mendapatkan masukan-masukan yang merupakan tantangan. Saya ingin ada sudut pandang lain di luar BPK2L. Kami butuh ada masukan-masukan, ada saran-saran yang harusnya lebih galak, greget gitu,” ujar Mbak Ita, sapaan akrab wali kota Semarang dalam kegiatan FGD Kolaborasi dalam Penataan Situs Kota Lama di Ruang Sitroom Balaikota, Minggu (9/7).
Menurut wali kota perempuan pertama di ibu kota Jawa Tengah tersebut, Kota Lama masih menghadapi beberapa persoalaan dalam pengelolaannya. Mulai dari kondisi lingkungan Kota Lama yang rawan terkena rob, kurangnya RTH, belum optimalnya pemanfaatan bangunan yang ada, hingga belum adanya kejelasan mengenai tupoksi pengelola Kota Lama dan kurangnya koordinasi antar stakeholder.
“Tantangan yang dihadapi kota lama Semarang sebenarnya sama atau mirip dengan tantangan-tantangan yang dihadapi oleh kota-kota tua yang ada di Eropa seperti di Polandia, Italia, Kroasia dan Slovenia yaitu keterbatasan dana perawatan maupun perencanaan,” lanjut Mbak Ita.
“Collaborative governance ini ada banyak bahan pendukungnya. Salah satunya kerja sama membangun komunitas dan kelembagaan. Kalau kita melihat di Kota Lama Semarang ini ada namanya BPK2L tetapi sepertinya belum optimal mengkolaborasi antara pemerintah dengan komunitas-komunitas yang ada,” imbuh Mbak Ita.
Dirinya pun berharap, ke depannya kolaborasi dalam pengelolaan Kota Lama dapat ditingkatkan sehingga menjadi cagar budaya yang terawat sekaligus destinasi wisata yang indah, aman, serta nyaman bagi pengunjung maupun bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Karena itu pihaknya tengah menggali faktor-faktor yang berhubungan langsung dengan kolaborasi dalam pengelolaan Kota Lama.
“Hasil konstruksi atau analisa faktor-faktor yang kami lakukan menunjukkan bahwa dalam dimensi proses (pengelolaan) perlu mengoptimalkan kerja sama, konsistensi, negosiasi, kompromi, koordinasi, pengawasan kebijakan. Dan dalam dimensi kelembagaan perlu melibatkan pemerintah, pihak swasta dan juga akademisi maupun media di dalam pengelolaan Kota Lama,” tandas Mbak Ita.St