in

Memilih Pemimpin dalam Islam

Oleh : Nur Khoirin YD.

Dalam Al Qur’an dan Hadits Nabi saw ada banyak sebutan yang mengandung arti pemimpin dan kepemimpinan. Seperti kata khalifah, imam, wali, ra’in, amir, ulil amri, sulthan, amir, dan lain-lain.

Para pemimpin pengganti Nabi dinamakan khalifah (pengganti), jama’nya khulafa’, yaitu khalifah Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali, yang sering disebut Khualafa’urrasyidin. Manusia juga menjadi khalifah di bumi.

Dalam QS Al Baqarah ayat 30, Allah swt berfirman : “ (Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.”
Istilah Imam juga bermakna pemimpin. misalnya, Nabi Muhammad saw disebut “imamul anbiya wal mursalin” (pemimpin para nabi dan rasul).

Sebutan wali menunjukkan makna penguasa dan pelindung, misalnya ada wali songo, wali kota, wali murid. Istilah ra’in diambil dari sebuah hadits Nabi, “kullukum ra’in mau’ulun an ra’iyyatihi” (kamu semua adalah pemimpin, akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinanmu).

‘Ulil amri artinya adalah pemerintah, orang yang mengurus berbagai permasalahan hidup berbangsa dan bermasyarakat. Sedangkan sulthan artinya adalah pemimpin suatu negara. Pemimpin kerajaan-kerajaan Islam di Jawa disebut sultan.

Wajib ada pemimpin
Hukum memilih pemimpin menurut Islam adalah wajib. Hal ini telah menjadi ijma’ (kesepakatan) ulama. Nabi saw bersabda : إِذَا كَانَ ثَلاَثَةٌ فِي سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ
“Jika ada tiga orang bepergian, hendaknya mereka mengangkat salah seorang di antara mereka menjadi pemimpinnya.” (HR Abu Dawud dari Abu Hurairah). Dari hadits ini bisa dipahami bahwa tiga orang saja yang hidup bersama diwajibkan adanya pemimpin di antara mereka, apalagi dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.

Mengapa kepemimpinan ini sedemikian penting?. Alasannya rasionalnya adalah karena hanya dengan kepemimpinan kemaslahatan umum (al-mashlahah al-‘ammah) dapat diwujudkan.

Dalam kehidupan ini ternyata ada beberapa kebaikan dan kebutuhan pokok yang tidak bisa atau sulit diwujudkan oleh orang-perorang, seperti lingkungan yang aman, penegakakn hukum, pengadaan pendidikan bagi umat, pusat-pusat kesehatan masyarakat, program pengentasan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ini semua hanya mungkin diwujudkan secara kolektif dengan kepemimpinan yang baik.

Tanpa pemimpin, sistem bermasyarakat akan kacau, tidak ada tatanan kehidupan sosial, tidak ada ketenangan, bahkan tidak akan pernah tercipta sebuah peradaban umat manusia.

Pentingnya kepemimpinan ini Umar ra berkata : “la nizhama liddini illa binizhamid dunya” (tidak ada keteraturan agama (Islam) kecuali diatur dengan hukum dunia). Dari sinilah maka lahir berbagai hukum positif agar perintah dan larangan agama bisa dijalankan secara efektif.

Seperti pekawinan diatur dengan undang-undang (uu-1/1974 jo. UU-16/2019) pengelolaan zakat (UU-23/2011), penyelenggaraan haji dan umrah (UU-8/2019), wakaf (UU-41/2004), untuk menghiindari riba yang dilarang, maka dibentuklah undang-undang perbankan syari’ah (UU-21/2008), agar umat Islam terhindar dari produk-produk yang haram, maka lahirlah undang-undang jaminan produk halal (UU-33/2014), dan berbagai peraturan perundang-undangan yang ain.

Ungkapan senada juga disampaikan Umar r.a :

إِنَّهُ لَا إِسْلَامَ إِلَّا بِجَمَاعَةٍ وَلَا جَمَاعَةَ إِلَّا بِإِمَارَةٍ وَلَا إِمَارَةَ إِلَّا بِطَاعَةٍ.
“Ingatlah, sesungguhnya tidak ada Islam kecuali dengan berjama’ah, dan tidak ada jama’ah kecuali dengan adanya kepemimpinan, dan tidak ada (gunanya) kepemimpinan kecuali dengan ketaatan.” HR. Al-Darimi: 253.

Islam tidak akan tegak kecuali dengan berjamaah, artinya adalah umat harus membentuk kepemimpinan yang efektif dan ditaati. Dalam sejarah kenabian, ternyata dakwah lebih efektif jika dijalankan dengan kekuasaan. Hampir semua nabi yang menyebarkan agama tauhid adalah seorang raja yang ditaati.

Kisah pembaiatan Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai khalifah sesaat pasca wafatnya Rasulullah SAW di Saqifah Bani Saidah adalah bukti betapa pentingnya arti kepemimpinan dalam Islam. Saat jasad Nabi SAW yang belum lagi dimakamkan, para sahabat lebih mendahulukan memilih khalifah pengganti Nabi Muhammad SAW daripada menyegarakan pemakaman jenazah beliau yang agung dan mulia.

Demikian pentingnya memilih pemimpin, Ibnu Taimiyah  dalam kitabnya al-Siyasah al-Syar’iyah mengatakan, “lebih baik dipimpin oleh seorang pemimpin yang dzalim daripada satu malam tanpa ada kepemimpinan”.

Imam al-Mawardi dalam kitab al-Ahkam al-Sulthaniyah mengatakan, bahwa kepemimpinan adalah satu tema yang bertujuan menggantikan fungsi kenabian untuk menjaga agama dan mengatur urusan dunia. Maksudnya adalah, kepemimpinan adalah wasilah untuk memelihara agama, agar ajaran-ajaran agama dapat dilaksanakan dengan maksimal.

Pemilu di Indonesia
Dalam kontek di Indonesia, Pemilu adalah cara yang sudah disepakati oleh segenap bangsa untuk memilih pemimpin dalam berbagai tingkatannya.

Dari mulai Presiden, gubernur, bupati/walikota, sampai kepala desa, dan termasuk memilih wakil-wakil rakyat (DPR RI, DPRD I, DPRD II, dan DPD, yang akan membentuk undang-undang dan sekaligus mengawasi pelaksanaannya oleh eksekutif. Maka menyelenggarakan pemilu sebagai salah satu mekanisme memilih pemimpin yang baik, baik legislatif maupun eksekutif, adalah wajib hukumnya.

Semua warga negara juga wajib mendukung dan menggunakan hak pilihnya untuk memilih pemimpin yang baik. Orang Islam wajib menggunakan hak pilihnya untuk memilih pemimpin yang amanah, yang mampu membaca dan memperjuangkan aspirasi umat.

Jika orang Islam yang mayoritas ini masa bodoh dan bahkan golput, maka bisa jadi yang akan terpilih adalah pemimpin-pemimpin dan wakil-wakil rakyat yang buruk, yang korup, yang hanya memikirkan diri sendiri, yang justru bisa menggunakan kekuasaannya untuk mendukung kemungkaran dan kezaliman. Umat Islam harus bersatu memilih dan mendukung pemimpin yang diyakini mampu amanah dan ‘adalah.

Semoga pemilu mendatang bisa berjalan aman, lancar, dan benar, serta dapat melahirkan wakil-wakil dan pemimpin yang shidiq, amanah, tabligh, dan fathonah.

Khutbah Jum’ah di Masjid Al Muqarrabin Perum Permata Puri Ngaliyan Kota Semarang, 19 Jumadil Akhir 1445H/3 Nopember 2023M.

Prof. DR. H. Nur Khoirin YD., MAg, Guru Besar Hukum Islam pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo Semarang, Ketua BP4 Propinsi Jawa Tengah/ Wakil Sekretaris Bidang Takmir dan Pendidikan PP- MAJT/Anggota Komisi Hukum dan HAM MUI Jawa Tengah/Ketua Devisi Litbang Badan Wakaf Indonesia Jawa Tengah/Ketua Remaja dan Kaderisasi Masjid Raya Baiturrahman Simpang lima Semarang, Advokat/Mediator/Arbiter Basyarnas/Nazhir Kompeten. Tinggal di Tambakaji H-40 RT 08 RW I Ngaliyan Kota Semarang.Jatengdaily.com.St

Written by Jatengdaily.com

Komitmen Kurangi Kesenjangan Digital, Telkomsat Targetkan Layani 1.000 Lokasi di Indonesia Timur

Gerindra Jateng Pastikan Jika Prabowo Presiden Anak Muda Sejahtera, Nelayan dan Petani Makmur