in

Pelaut Sang Penjaga Lingkungan

Oleh: Iksiroh El Husna

SETIAP tanggal 25 Juni selalu diperingati sebagai Hari Pelaut se-Dunia, ini merupakan peringatan tahunan yang sudah diperingati sejak tahun 2011. Melalui situs resminya, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementrian Perhubungan Republik Indonesia (Dirjen Hubla Kemenhub RI) menyampaikan bahwa, hari pelaut sedunia pertama kali diperkenalkan pada bulan Juni 2010, Amandemen STWC 1978 di Manila.

Peringatan ini untuk mengapresiasi jasa para pelaut dalam berkontribusi pada perdagangan internasional. Karena perdagangan dunia menggunakan kapal sebagai moda transportasi pilihan. Seperti yang disampaikan oleh Fugassa et al. (2017) dan Erga et al (2019) bahwa moda transportasi laut atau kapal menjadi pilihan utama kegiatan ekspor-impor karena lebih murah dengan daya angkut yang besar sehingga dapat diandalkan.

Lebih dari 90 % komoditas perdagangan dunia dengan nilai ekonomi tinggi diangkut dengan kapal (Khee, A.2005 dalam Elçiçe. 2013).

Hari Pelaut se-Dunia tahun 2023 oleh IMO diperingati dengan tema “Seafarers Contribution to Protecting the Marine Environment” yang artinya “Kontribusi Pelaut dalam Menjaga Lingkungan Laut”. Pelaut sebagai operator kapal yang dalam kehidupan sehari-hari menghabiskan sebagian besar waktunya ada di kapal, hendaknya banyak memberikan peran dalam melindungi lingkungan laut seperti yang diamanatkan Marpol (Marine Pollution).

Tema peringatan tahun ini sejalan dengan tema Hari Maritim se-Dunia 2023 yaitu “MARPOL at 50 – Our commitment goes on” yang berarti MARPOL di usia 50 – Komitmen kami terus berlanjut” dalam melindungi lingkungan laut dari pencemaran.

Marpol Dalam Melindungi Lingkungan Laut

Tahun 2023 ini, Marpol yang merupakan aturan mengenai pencegahan polusi dari kapal, telah berusia 50 tahun sejak pertama kali di adopsi dengan nama populer Marpol 1973. Pada awalnya Marpol hanya memiliki 2 Annex, yang pertama yaitu tentang pencegahan polusi yang berasal dari minyak. Annex kedua yaitu tentang pengendalian pencemaran oleh zat cair berbahaya dalam jumlah besar.

Aturan ini menjelaskan tentang pembuangan serta langkah-langkah pengendalian pencemaran oleh zat cair berbahaya dalam jumlah besar. Selain itu, lampiran ini juga merinci tentang pembuangan residu yang tidak diperbolehkan dalam jarak 12 mil dari darat.

Pada tahun 1978 (MARPOL Protocol 1978) yang selanjutnya disebut MARPOL 73/78, mulai diberlakukan sejak tanggal 2 Oktober 1983, berturut-turut bertambah menjadi 5 Annex. Annex yang ketiga tentang pencegahan dari polusi zat berbahaya dalam bentuk kemasan.

Aturan ini berisi persyaratan umum atas standarisasi pengemasan, penamaan kemasan, pelabelan kemasan, batasan kuantitas serta beberapa pengecualian dalam pengemasan. Selain itu, zat-zat berbahaya yang dimaksud merupakan zat yang termasuk dalam polusi laut sesuai dengan kode IMDG (International Maritime Dangerous Goods).

Annex keempat tentang aturan pencegahan dari polusi penyaluran limbah. Aturan ini berisi tentang persyaratan untuk mengontrol polusi sampah laut akibat penyaluran limbah. Selain itu, lampiran ini juga menyebutkan pelarangan pembuangan limbah yang diizinkan yaitu jika kapal memiliki instalasi pengelolaan limbah yang telah disetujui.

Sedangkan annex kelima tentang pencegahan pencemaran dari kapal. Aturan ini memuat tentang jenis-jenis sampah yang dapat dibuang, penentuan jarak dapat dibuangnya sampah, serta cara pembuangan sampah. Selain itu, bagian paling penting dalam lampiran ini adalah pelarangan pembuangan semua jenis bentuk plastik ke laut.

Sejak 1997 dalam Marpol 73/78 bertambah lagi, annex yang keenam yaitu tentang aturan pencegahan polusi udara yang disebabkan oleh kapal. Aturan ini memuat bahwa kapal yang beroperasi harus mengikuti batasan emisi nitrogen dan sulfur oksida serta pelarangan keras bahwa kapal tidak boleh menggunakan bahan perusak ozon secara sengaja.

Sebagaimana yang diamanahkan oleh Marpol maka pelaut dalam bekerja menggunakannya sebagai petunjuk langkah agar kapal yang dibawanya tidak memberi kontribusi pada pencemaran lingkungan laut.

Pencemaran lingkungan laut yang berasal dari kapal, selama ini akibat dari terjadinya kecelakaan kapal, adanya ledakan, kebakaran atau bocornya lambung kapal, sehingga menumpahkan minyak dalam jumlah yang sangat besar ke lautan.

Ternyata masih ada beberapa aktifitas opersional kapal yang berpotensi besar mencemari lautan dan mengancam keaneka ragaman biota laut dan ekosistim laut.

Aktivitas yang berpotensi mencemari lingkungan laut

Tank cleaning atau pembersihan tangki pada kapal tanker setelah proses bongkar muatan, ternyata menyisakan limbah air kotor yang nantinya akan dipompa keluar ke dalam tangki penampungan limbah di pelabuhan. Limbah air kotor dari sisa pembersihan tangki ini dapat mencemari area pelabuhan, tentu bukan masalah kecil sebab limbah air kotor tersebut dapat terbawa arus, angin dan ombak dan meluas kebagian laut lainnya.

Kapal secara berkala harus dilakukan perbaikan dan perawatan terhadap bagian-bagiannya. Seperti bagian mesin, lambung dan tanki (pada kapal tanker). Proses ini tentunya juga akan menghasilkan limbah air kotor yang tercampur oli danminyak. Sudah barang tentu ini juga akan dapat mencemari lingkungan laut di sekitar galangan kapal, dan meluas ke laut.

Bahan pencemar lain yang berasal dari kapal adalah ballast water atau air balas, yaitu air yang digunakan kapal sebagai penyeimbang (stabilisator) pada saat kapal tanpa muatan. Air ini diambil dari pelabuhan keberangkatan dan dibuang di pelabuhan tujuan.

Bahaya dari Air Balas
Agar kapal dapat berlayar dengan aman dan nyaman maka apabila kapal tanpa/ sedikit muatan akan menambahkan air balas sebagai penyeimbang. Air balas ini berasal dari pelabuhan sehingga tidak dapat dipastikan kebersihannya. Di dalam air bisa saja terdapat hewan, tumbuhan, bakteri, parasit dan makhluk hidup lain yang bersifat asing bagi lingkungan laut tempat pembuangan.

Makhluk hidup yang bersifat asing ini agar dapat hidup di tempat baru yang bukan merupakan habitatnya mungkin akan melakukan berbagai cara, salah satunya dengan mutasi. Dapat juga menjadi lebih kuat dan menjadi predator bagi habitat asli yang ada.

Apabila pencemaran oleh karena air kotor yang mengandung minyak, minyak dapat dilokalisir dengan menggunakan perangkap minyak, ditarik ke darat dan akan menjadikan air lebih bersih sehingga dampak pencemarannya dapat diminimalisir. Akan tetapi dampak dari pencemaran air balas sulit untuk dilokalisir, oleh karena bahan pencemarnya berupa makhluk hidup yang tentu akan berkembang biak begitu menemukan habitat yang tepat. Bila habitatnya tidak memungkinkan akan menyesuaikan diri bahkan mungkin akan bermutasi.

Untuk itu sekarang IMO telah memberlakukan aturan, bahwa setiap kapal apabila akan membuang air balas harus melakukan pengelolaan dan pengolahan terlebih dahulu. IMO mengundangkan Ballast Water Management (BWM) Conventian dan telah diberlakukan sejak tanggal 8 September 2017. Konvensi ini adalah upaya untuk mengurangi dampak dari buangan air balas kapal, dari mulai ballast water exchange sampai ballast water treatment.

Tugas berat bagi pelaut, namun mulia dalam kerangka melakukan perlindungan untuk Menjaga Lingkungan Laut. Mengikuti semua ketentuan Marpol adalah sebuah keharusan untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan lingkungan laut.

Selamat Hari Pelaut se-Dunia 2023, Pelaut Memberi Kontribuasi Menjaga Lingkungan Laut adalah salah satu cara untuk mensyukuri anugerah Tuhan akan laut yang banyak memberikan semua kebutuhan dan hajat hidup manusia. Ini juga cara kita memuliakan bumi Allah.

Allah-lah yang menundukkan laut untukmu agar kapal-kapal dapat berlayar di atasnya dengan perintah-Nya, dan agar kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya dan agar kamu bersyukur (QS. Al-Jatsiya Ayat 12) Wallaahua’lam.

Iksiroh El Husna, Dokter pada Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang, Alumni Doktor Ilmu Lingkungan UNDIP. Jatengdaily.com-St

Written by Jatengdaily.com

Wardah Suport Fashion Show Keke Busana

FGD Penguatan Toleransi Umat Islam Lahirkan Piagam Wahid Hasyim