in

Sisi Lain dari Kehidupan Normal

Oleh: Sahara Titania

Sebagian orang mempunyai keberuntungan dengan anggota tubuh dan mental yang normal. Tapi di sisi lain Tuhan juga menciptakan makhluknya dengan kekurangan. Saya mempunyai kehidupan berpindah – pindah dari pulau ke pulau, daerah sepi ke daerah ramai dari kota kecil ke kota besar.

Orang tua saya sebagai abdi negara mengharuskan mengikuti kemana mereka ditugaskan. Disini saya jadi banyak berkenalan dengan karakter orang-orang dari berbagai daerah.

Kelebihannya, mempunyai banyak teman seumuran yang saya temui dari berbagai suku tentunya. Di suatu kota kecil saya juga bertemu dengan satu orang yang sedikit berbeda dengan anak – anak yang lain. Saat itu umurku 13 tahun dan memasuki masa Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Temanku ini mempunyai nilai sangat tinggi tetapi dia memiliki kekurangan. Dia penyandang disabilitas namun mempunyai percaya diri yang luar biasa. Terbukti dia bisa sekolah di sekolah umum. Dan tentunya karena kecerdasannya dia bisa di terima di SMP favorit. Waktu itu masuk SMP masih menggunakan nilai, belum zonasi seperti saat ini.

Suatu hari hal buruk terjadi dengan dia. Dimana dia mendapatkan kotoran di celananya. Seharusnya jika memang kami semua teman sekelas yang baik saat itu dan dapat berpikiran dewasa, bukan tertawaan yang seharusnya menjadi buah bibir mereka. Melainkan bagaimana cara kita membantu dia agar masalah itu dapat teratasi. Yang saya lakukan hanya berani menyuruh teman sekelas untuk berhenti menatap dan menertawakannya dan usaha saya adalah memanggil guru.

Setelah itu guru pun masuk ke kelas kami dan membicarakan ketidaksopanan anak kelas terhadap teman saya itu. Akhirnya anak kelas saat itu diam. Akan tetapi keesokan harinya saya mendapati, diri saya menjadi buah bibir mereka.

Mereka berbicara seakan saya menyukai teman saya tersebut. Hal itu tidak mengusik saya sama sekali, karena mereka juga tidak ada yang berani langsung berbicara mengenai hal itu, dan rumor itu lambat laun terkubur.

Sejujurnya, dari hal yang terjadi saat itu cukup membuat saya sedih. Pandangan orang – orang dengan anak yang memiliki keterbelakangan terhadap fisik maupun mental, sangat tidak baik. Padahal mereka juga manusia biasa seperti kita yang makan nasi, minum air putih, menggunakan uang, dan lain – lain.

Data Anak Penyandang Disabilitas
Menurut data dari BPS di tahun 2022, jumlah kedisabilitasan 22.480 anak dan disabilitas fisik berjumlah 13.222 anak. Jumlah ini tentu masih jauh dibanding dengan jumlah anak nondisabilitas.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), persentase penyandang disabilitas di Indonesia sebanyak 10 persen dari total jumlah penduduk tahun 2022. Tidak jarang dengan jumlah minoritas itu, anak – anak difabel mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan. Terlebih dengan anak disabilitas mental.

Kerap orang lain menganggap hal itu adalah sebuah gangguan mental yang mengganggu lingkungan. Padahal semua anak menginginkan kasih sayang dan perlakuan yang sama. Tak heran perlakuan tersebut membuat anak – anak disabilitas merasa sedih, terkucilkan dan sendiri.

Sahara Titania, Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta. Jatengdaily.com-st

 

Written by Jatengdaily.com

Pengasuh Ponpes Buntet; Kami Yakin Pak Ganjar akan Mewujudkan Indonesia Emas

PWI Bersinergi dengan Diskominfo Jateng Kembali Gelar UKW, Diikuti 24 Peserta