in ,

Kemiskinan Perkotaan vs Perdesaan

Oleh: Iskandar
Statistisi Ahli pada BPS Provinsi Jawa Tengah

Pada tanggal 15 Juli 2020 yang lalu BPS Provinsi Jawa Tengah telah merilis angka kemiskinan Provinsi Jawa Tengah kondisi Maret 2020. Pada rilis tersebut dijelaskan selama kurang lebih 6 bulan (September 2019-Maret 2020) angka kemiskinan Jawa Tengah mengalami kenaikan sebesar 0,83 persen poin dari 10,58 persen pada September 2019 menjadi 11,41 persen pada Maret 2020. Secara absolut jumlah penduduk miskin Jawa Tengah bertambah 301,5 ribu orang.

Sebenarnya tingkat kemiskinan di Jawa Tengah selama kurun waktu sembilan tahun terakhir sudah on the track menuju angka kemiskinan satu digit. Pada Maret 2011, angka kemiskinan Jawa Tengah mencapai 15,72 persen. Dan sampai dengan September 2019, angka kemiskinan ini terus mengalami penurunan menjadi 10,58. Melihat trend kemiskinan yang semakin menurun ini menjadi wajar bila kemudian Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menuangkan target penurunan kemiskinan ke dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2018-2023 sebesar 7,48 persen pada akhir periode nanti.

Namun dengan bertambahnya jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah di bulan Maret 2020 ini menjadikan upaya pemerintah Provinsi Jawa Tengah harus bekerja lebih keras lagi agar bisa mengatasi kemiskinan dengan baik dan bisa mewujudkan target angka kemiskinan Jawa Tengah sebesar satu digit pada akhir tahun 2023. Karena seperti diketahui, kemiskinan adalah masalah yang cukup kompleks dan perlu penanganan yang menyeluruh jika benar-benar menginginkan kemiskinan bisa menurun secara permanen.

Kemiskinan sendiri diukur oleh BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan penduduk dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.

Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan (GK) dikategorikan sebagai penduduk miskin. GK sendiri merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). GKM merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilo kalori perkapita perhari. Sedangkan GKBM adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan.

Dampak PSBB
Kondisi kemiskinan Jawa Tengah yang meningkat di bulan Maret 2020 ini sebenarnya sudah bisa diprediksi sejak Pemerintah Pusat mengambil kebijakan jaga jarak atau yang lebih dikenal dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) lebih kurang sebulan setelah kasus COVID-19 pertama ditemukan di Indonesia. Kebijakan ini diambil untuk memutus rantai penyebaran virus penyakit tersebut secara meluas ke seluruh wilayah Indonesia.

Penerapan kebijakan ini secara langsung ataupun tidak telah berpengaruh pada kondisi sosial ekonomi masyarakat Indonesia termasuk Jawa Tengah, di antaranya dari sisi ketenagakerjaan. Menurut BPS Provinsi Jawa Tengah selama rentang setahun terakhir (Februari 2019-Februari 2020) angka pengangguran di Jawa Tengah telah meningkat sebesar 0,03 persen poin dari 4,22 persen pada Februari 2019 menjadi 4,25 persen pada Februari 2020.

Penurunan jumlah pekerja terjadi di beberapa sektor, namun yang terbesar terjadi pada sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan besar dan eceran, masing-masing turun sebesar 0,49 persen poin (dari 22,20 persen pada Februari 2019 menjadi 21,71 persen pada Maret 2020) dan 0,25 persen (dari 18,79 persen pada Februari 2019 menjadi 18,54 persen pada Maret 2020). Kedua sektor ini sebagian besar berada di wilayah perkotaan.

Sehingga cukup beralasan mengapa angka kemiskinan perkotaan lebih tinggi kenaikannya dibandingkan dengan angka kemiskinan perdesaan. Persentase penduduk miskin di perkotaan naik sebesar 1,1 persen poin dari 8,99 persen (September 2019) menjadi 10,09 persen (Maret 2020). Sedangkan persentase penduduk miskin di perdesaan naik sebesar 0,54 persen poin dari 12,26 persen (September 2019) menjadi 12,80 persen (Maret 2020).

Hal ini menunjukkan betapa dahsyatnya dampak pandemi COVID-19 terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat Jawa Tengah. Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan di era pandemi COVID-19 ini diperlukan usaha yang terpadu dan tepat sasaran serta kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Selain itu, karakteristik antara perdesaan dan perkotaan harus menjadi landasan dalam menyusun program guna menurunkan angka kemiskinan.

Program yang diambil seyogyanya bukanlah program yang tidak hanya memberikan umpan saja namun juga memberikan kailnya. Program tersebut berupa peningkatan keterampilan dan modal usaha, sehingga dalam jangka panjang penduduk miskin mampu menciptakan usaha sendiri yang dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga. Jika ini terjadi maka pencapaian target angka kemiskinan sebesar 7,48 persen pada akhir tahun 2023 adalah sebuah keniscayaan yang bisa diraih. Jatengdaily.com-yds

Written by Jatengdaily.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

GIPHY App Key not set. Please check settings

Perubahan Perilaku, Cara Memutus Rantai Penularan COVID-19

Petugas Gabungan Razia Kelompok Intoleran di Solo