DEMAK (Jatengdaily.com)– Banyak warga yang tinggal di pesisir pantai Utara Pulau Jawa, berharap besar terhadap program giant sea wall (tanggul laut) yang saat ini sedang dikebut pengerjaannya oleh pemerintah pusat. Keberadaan tanggul laut menjadi satu-satunya solusi penanganan dampak dari bencana rob di pesisir utara pulau Jawa.
Salah satu tokoh masyarakat Dukuh Pandansari, Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Zamroni (50), mengatakan, warga sangat berharap proyek tanggul laut yang saat ini sedang dikerjakan, bisa segera terealisasi.
“Warga ingin sekali bencana rob ini sesegera mungkin teratasi, dan bisa terselesaikan. Masyarakat sini kalau ditanya tentang rob, mungkin sudah tidak bisa merasakan lagi apa itu rob, karena sudah terlalu lama terbiasa hidup di tengah rob. Sudah akrab dengan rob 20 tahun lebih,” ungkap Zamroni, ditemui di depan warung, yang juga menjadi tempat tinggal bersama istri, Selasa (24/6/2025).
Menurutnya, warga desa sudah tahu kalau solusi mengatasi rob ini hanya dengan tanggul laut. Warga juga paham, penyedotan air dan pengerukan sungai, tak akan menyelesaikan persoalan rob untuk jangka panjang. Namun, sifatnya hanya sementara.
“Warga juga tahu selama menunggu tanggul laut selesai, pemerintah juga mengusahakan menangani rob dalam jangka pendek. Semoga (tanggul laut) tidak sampai molor dan tertunda,” ungkapnya dilansir dari laman prov Jateng.
Zamroni mengungkapkan, dia semula tinggal di RT 02 RW 04. Namun karena rob kian tahun meninggi, dia memutuskan hengkang dari rumah yang selama ini ditinggali bersama anak istri.
Rumahnya dibiarkan tenggelam. Zamroni kemudian menumpang tinggal di lahan milih BBWS, yang ada di dekat dukuhnya. Di tempat itu, ia mendirikan warung untuk menghidupi keluarga sejak 2015 sampai sekarang. Di area itu saat ini ada proyek pembangunan jalan tol Semarang Demak, yang juga terintegrasi dengan tanggul laut.
“Rob paling parah itu mulai 2021. Di sini dampaknya yang paling parah. Setiap tahun warga di sini selalu meninggikan rumah satu meter. Bahkan tidak sampai setahun sudah meninggikan lagi. Lama-lama kan habis uangnya. Padahal kebutuhan kita tidak hanya soal meninggikan rumah, tapi juga kebutuhan sehari-hari, belum lagi anak sekolah,” kata Zamroni.
Dia dan sebagian besar warga tidak mampu lagi meninggikan rumah. Sebagian masih bertahan di tempat. Salah satunya, Sumaerah (70), yang juga tetangga Zamroni.
Boleh dibilang, kehidupan Mbah Sumaerah sangat memprihatinkan. Bersama anaknya, Unawanah (35) dan menantu, Syukron Akbar (37), serta dua cucu, Narulita Noverona (8) dan Yunia Amalia (5), mereka tinggal di dalam rumah papan yang sudah tergenang air rob, bahkan air menggenang setinggi perut orang dewasa. Dari luar, sepintas seperti rumah apung. Namun, kalau melongok ke dalam, kondisinya sudah sangat tidak layak untuk ditempati.
“Saya tinggal di sini sejak umur 15 tahun. Dulu saat saya remaja, robnya tidak setinggi ini. Sekarang parah banget,” ungkap Mbah Sumaerah.
Untuk masuk ke dalam rumah, oranh harus membungkukkan badan. Perlu tambahan rangkaian bambu dan papan, sebagai jembatan untuk jalan masuknya. Kalau kurang hati-hati, bisa terpeleset dan tercebur. Tak banyak perabot laiknya rumah pada umumnya. she