Oleh: Gunoto Saparie
PADA masa pemerintahan pasangan Walikota dan Wakil Walikota Semarang, Agustina Wilujeng Pramestutiar dan Iswar Aminuddin, tercatat sebuah janji kampanye yang kemungkinan besar akan direalisasi pertengahan tahun ini berupa pemberian dana operasional sebesar Rp25 juta per tahun untuk setiap Rukun Tetangga (RT) di Kota Semarang. Inisiatif ini tentunya menggembirakan para Ketua RT dan warga setempat karena diharapkan dapat memperlancar berbagai kegiatan dan program yang bermanfaat bagi masyarakat.
Dana operasional tersebut diharapkan dapat memberikan dampak yang nyata dalam memajukan kehidupan komunitas di tingkat paling dasar ini. Namun, meskipun tujuan mulia ini sangat patut diapresiasi, tantangan utama terletak pada pemanfaatan dana tersebut agar sesuai dengan aspirasi warga dan terhindar dari potensi penyalahgunaan atau korupsi.
Dengan alokasi dana sebesar Rp25 juta per tahun untuk setiap RT, diharapkan kegiatan yang bersifat rutin, seperti gotong royong, pertemuan warga, hingga program-program pemberdayaan masyarakat, dapat dilaksanakan dengan lebih baik. Ketika dana ini digunakan secara tepat, tidak hanya akan mendorong kebersamaan dan semangat gotong royong, tetapi juga mempercepat terwujudnya pembangunan di tingkat lingkungan. Misalnya, dana tersebut bisa digunakan untuk memperbaiki fasilitas umum, mengadakan pelatihan keterampilan bagi warga, atau menyediakan alat kesehatan yang diperlukan di lingkungan setempat.
Bagi Ketua RT yang selama ini sering kesulitan mencari dana untuk kegiatan sosial atau infrastruktur, pemberian dana ini tentu saja menjadi kabar gembira. Keberadaan dana ini memberi peluang untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, memperkuat solidaritas antarwarga, dan memajukan potensi lokal yang ada. Namun, kendati tujuan mulia ini sangat jelas, keberhasilan program ini sangat tergantung pada bagaimana dana tersebut dikelola dan dimanfaatkan.
Salah satu persoalan utama yang muncul adalah bagaimana memastikan bahwa dana tersebut benar-benar digunakan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Tanpa mekanisme yang jelas, mudah bagi dana tersebut untuk disalahgunakan atau bahkan jatuh ke dalam praktik penyelewengan. Ketidaktahuan atau kelalaian dalam pengelolaan dana bisa memunculkan potensi penyalahgunaan, yang tentunya akan merusak niat baik pemerintah untuk membantu warga.
Untuk menghindari hal ini, dibutuhkan petunjuk teknis yang jelas dalam penggunaan dana operasional RT. Petunjuk teknis ini harus memuat aturan yang terinci mengenai alokasi dana, prioritas kegiatan, serta mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban. Selain itu, peran pengawasan juga harus ditekankan, baik oleh warga, lembaga masyarakat, maupun pemerintah. Proses ini tidak hanya bertujuan untuk memastikan bahwa dana digunakan untuk kepentingan warga, tetapi juga untuk mencegah adanya penyelewengan yang merugikan masyarakat.
Salah satu langkah yang bisa diambil adalah dengan melibatkan warga dalam setiap tahap perencanaan dan pengawasan penggunaan dana. Setiap rencana penggunaan dana operasional harus melalui musyawarah dengan warga untuk memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil mencerminkan kebutuhan masyarakat setempat. Misalnya, jika dana akan digunakan untuk memperbaiki jalan lingkungan, maka harus ada musyawarah yang melibatkan warga untuk menentukan prioritas, apakah jalan yang rusak parah harus didahulukan, atau ada program lain yang lebih urgen. Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan juga penting agar tidak ada pihak yang memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan pribadi.
Pemerintah Kota Semarang memiliki peran yang sangat penting dalam memastikan penggunaan dana operasional RT berjalan sesuai aturan dan tidak terjebak dalam praktik korupsi. Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan bahwa setiap RT memiliki petunjuk teknis yang jelas dan mudah dipahami. Dalam hal ini, Pemerintah Kota Semarang dapat memberikan pelatihan kepada para Ketua RT dalam pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel.
Selain itu, pengawasan secara berkala dan independen juga diperlukan. Pemerintah Kota Semarang dapat membentuk tim audit atau melibatkan lembaga pengawasan eksternal yang bertugas untuk memantau penggunaan dana di tingkat RT. Proses pelaporan yang jelas dan terbuka juga harus diimplementasikan, sehingga setiap aliran dana bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Melalui transparansi ini, potensi korupsi bisa diminimalisasi, dan kepercayaan warga terhadap pemerintah semakin meningkat.
Pemberian dana operasional RT di Kota Semarang sebesar Rp25 juta per tahun tentu saja menjadi langkah yang positif untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat di tingkat lingkungan. Akan tetapi, agar dana tersebut dapat digunakan dengan efektif dan tidak disalahgunakan, diperlukan petunjuk teknis yang jelas, pengawasan yang ketat, serta keterlibatan warga dalam setiap tahap perencanaan dan penggunaan dana. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan dana operasional RT dapat benar-benar bermanfaat bagi masyarakat dan menjadi contoh pengelolaan keuangan publik yang transparan, akuntabel, dan bebas dari korupsi.
*Gunoto Saparie adalah Ketua RW IV Kelurahan Ngaliyan, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang. Jatengdaily.com-st