SEMARANG (Jatengdaily.com) – Ruang Audio-Visual Dinas Arsip dan Perpustakaan Kota Semarang, Senin (22/12/2025), sore itu terasa berbeda. Kursi-kursi tertata rapi, lampu temaram, dan suara puisi mengalir perlahan—mengajak hadirin menyelami kisah perempuan, ibu, dan bencana. Satupena Jawa Tengah menggelar Parade Baca Puisi Esai bertema Perempuan dan Bencana, bertepatan dengan peringatan Hari Ibu sekaligus perayaan ulang tahun ke-70 Ketua Umum Satupena Jawa Tengah, Gunoto Saparie.
Acara dibuka oleh Kepala Dinas Arsip dan Perpustakaan Kota Semarang yang diwakili Sekretaris Dinas, Bambang Rudi Hartono. Dalam sambutannya, Bambang menyampaikan apresiasi atas konsistensi Satupena Jawa Tengah dalam menghidupkan iklim literasi, khususnya di Kota Semarang. Menurutnya, parade baca puisi esai ini bukan sekadar kegiatan seni, melainkan bentuk literasi kreatif yang bermakna karena mengangkat isu kemanusiaan yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. “Puisi esai memberi ruang bagi suara-suara yang kerap tak terdengar. Ia menghadirkan data, fakta, sekaligus rasa,” ujarnya.
Sebelumnya, Gunoto Saparie menegaskan bahwa kegiatan ini menjadi wadah bagi para penyair untuk menulis dan membacakan puisi esai dengan tema ibu, perempuan, dan kerentanan mereka dalam situasi bencana. Ia menyoroti bagaimana perempuan sering berada di posisi paling rapuh ketika bencana datang, namun pengalaman mereka justru kerap terpinggirkan. “Lewat puisi esai, realitas itu kita suarakan dengan cara yang reflektif dan menyentuh,” kata Gunoto.
Nada serupa disampaikan Ketua Umum Satupena Pusat, Denny JA. Ia mengingatkan bahwa bencana sering dipahami sebatas angka—jumlah korban, rumah roboh, jalan terputus. Padahal, bagi perempuan, bencana hadir sebagai kehilangan yang paling personal.
“Ketika air datang dan tanah runtuh, perempuan tidak hanya menyelamatkan diri. Ia menyelamatkan anak-anaknya lebih dulu, menyembunyikan ketakutannya sendiri agar dunia tetap merasa aman, di pelukan yang gemetar,” ungkapnya.
Sejumlah penyair tampil membacakan puisi dan puisi esai, di antaranya Siti Fatimah, Yusri Yusuf, Sun Djok San, Sulis Bambang, Ajeng DK, Agus Wariyanto, Susi Kapas, Driya Widiana, Cinta Logika, Dewi Tri Nugraheni, Bambang AS, dan Ignatius Item De. Selain karya sendiri, mereka juga membawakan puisi penyair besar Indonesia seperti W.S. Rendra, Chairil Anwar, dan Masrur Ridwan, menambah kekayaan rasa dan makna acara.
Sebelum sesi pembacaan puisi, panitia menayangkan video musikalisasi puisi “Surga Sebelum Surga” karya dr. Siti Qomariyah, Komisaris Rumah Sakit Baitul Hikmah Kendal. Disusul video pembacaan puisi “Oksigen yang Bernama Ibu” karya Ani Murtanti, yang dibacakan Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Kota Semarang, Imaniar Yordan Christy.
Hadir pula sejumlah tokoh seni dan budaya, antara lain Ketua Umum Komite Seni Budaya Nusantara Jawa Tengah Agus Wariyanto, perwakilan Balai Bahasa Jawa Tengah Dian Pranawengtyas, Ketua Bengkel Sastra Taman Maluku Sulis Bambang, serta mubalig Binmas Polda Jawa Tengah Sun Djok San.
Acara berlangsung khidmat dan penuh apresiasi. Ia ditutup dengan pemotongan tumpeng—sebuah simbol syukur dan perayaan—menegaskan bahwa puisi bukan hanya kata-kata, melainkan medium refleksi, empati, dan perlawanan terhadap lupa. St
0



