Oleh : Tri Karjono
ASN BPS Provinsi Jawa Tengah
UPAH Minimum Provinsi (UMP) pada tahun 2021 sesuai dengan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan (SE Menaker) Republik Indonesia Nomor 11/HK04/X/2020, tentang Penetapan Upah Minimum tahun 2021 meminta kepada para Gubernur untuk melakukan penyesuaian penetapan upah minimum tahun 2021 sama dengan nilai upah minimum tahun 2020, melaksanakan penetapan upah minimum setelah tahun 2021 sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan, dan menetapkan dan mengumumkan Upah Minimum Provinsi Tahun 2021 pada tanggal 31 Oktober 2020.
Terkait dengan upah minimum baik provinsi (UMP) maupun kabupaten/kota (UMK) tahun 2021 pada SE tersebut yang disamakan dengan upah minimum tahun 2020 ini, pemerintah beralasan bahwa pandemi COVID-19 telah berdampak buruk terhadap situasi ekonomi dunia termasuk Indonesia. Dan masa pemulihan baru saja akan dimulai. Bahkan di tahun depanpun belum dapat diharapkan ekonomi akan seratus persen pulih seperti sebelum pandemi terjadi.

Jika mengacu pada peraturan terakhir (PP Nomor 78 Tahun 2015), maka sebagai dasar penghitungan besaran kenaikan upah minimum adalah inflasi nasional yoy bulan September dan pertumbuhan ekonomi kuartal-III tahun sebelumnya hingga kuartal-II tahun berjalan. Dengan formula tersebut, jika pertumbuhan PDB acuannya adalah yoy kuartal-II/2020 dan inflasi yoy September 2020, maka akan terjadi penurunan upah minimum di tahun 2020. Namun pada kesempatan sebelum keluarnya SE Menaker di atas, Presiden Joko Widodo telah menyatakan walau situasi ekonomi terkontraksi atau tumbuh minus, tetapi jangan sampai upah minimum mengalami penurunan.
Menyikapi Surat Edaran
Hanya bertahan sekitar empat hari surat edaran tersebut tidak muncul dalam wacana publik. Wacana dan polemik mulai muncul ketika batas waktu yang ditetapkan saat sebagian besar gubernur mengumumkan penetapan UMP masing—masing provinsinya. Bahkan hingga hari inipun polemik itu masih terasa hangat. Informasi terakhir (3/11/2020) sebanyak 23 gubernur menindaklanjuti surat edaran tersebut untuk menjadi acuan penetapan UMP.
Tetapi ada beberapa provinsi yang lain tidak mempedomani surat edaran tersebut sebagai sebuah instruksi yang mengikat. Mereka memutuskan untuk tetap memberlakukan kenaikan terhadap UMP-nya berdasar PP Nomor 78 Tahun 2015. Salah satu alasannya adalah bahwa surat edaran tidak lebih tinggi kedudukannya dibanding dengan peraturan pemerintah.
Walau di antaranya terlihat bahwa keputusan yang diambil tidak mengacu kepada formula yang ada di PP tersebut. Buktinya jika itu yang digunakan seharusnya besaran kenaikannya seragam untuk seluruh provinsi yang menaikkan UMP-nya, karena formula PP tersebut didasari oleh variabel yang sama yaitu pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional bukan daerah.
Sebut saja Jawa Tengah sebagai salah satu yang berani tampil beda dengan menaikkan UMP 2021 sebesar 3,27 persen. Kemudian DKI Jakarta dengan besaran yang sama dengan Jawa Tengah bagi sektor yang tidak terdampak COVID-19 dan sesuai SE Menaker bagi yang terdampak. DI Yogyakarta naik sebesar 3,54 persen dan yang tertinggi adalah Jawa Timur dengan kenaikan sebesar 5,65 persen. Sementara Jawa Barat dan Banten adalah di antara provinsi di Jawa yang tidak menaikkan UMP-nya.
UMP Jawa Tengah disebutkan oleh gubernur bahwa kenaikan sebesar 3,27 persen menjadi Rp 1.798.979 telah sesuai dengan PP Nomor 78 Tahun 2015 yang mengacu pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional. Di mana pertumbuhan ekonomi selama kuartal-III/2019 hingga kuartal-II/2020 tumbuh rata-rata sebesar 1,85 persen (yang berdasar literasi, rilis resmi BPS serta simulasi penulis belum menemukan angka tersebut diperoleh darimana) dan inflasi yoy September sebesar 1,42 persen, sehingga ketika dijumlah menghasilkan besaran 3,27 persen.
Upah Minimum Kabupaten/Kota
Bagi UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota), keputusan akan naik atau tidak di masing-masing kabupaten/kota masih ada waktu hingga tanggal 21 November mendatang bagi dewan pengupahan tingkat kabupaten/kota dengan rekomendasi bupati/walikota untuk mengusulkan ke gubernur. Apakah pihak terkait di kabupaten/kota tersebut akan mempedomani SE Menaker atau mengikuti jejak provinsi yang menaikkan UMK-nya, sepertinya akan menambah panjang proses tarik menariknya.
Jika akhirnya keputusan kabupaten/kota tidak menaikkan UMK-nya (mengikuti SE Menaker) maka sejatinya hanya akan ada dua kabupaten yang akan mengalami kenaikan. Di mana pada dua kabupaten tersebut yaitu Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonogiri UMK tahun 2020 masih berada dibawah UMP Jawa Tengah tahun 2021. Kabupaten Banjarnegara harus menaikkan UMK-nya sebesar Rp. 50.000 dan Kabupaten Wonogiri hanya menambah Rp. 1.000 untuk menjadi sama dengan UMP Jawa Tengah di tahun 2021.
Jika mengikuti jejak UMP Jawa Tengah dan formula PP Nomor 78 Tahun 2015 yang mengacu pada variabel nasional, maka harus menggunakan besaran yang sama yaitu 3,27 persen. Padahal jelas situasi ekonomi nasional tidak bisa disamaratakan untuk level kabupaten/kota terutama terkait dampak COVID-19 terhadap dunia usaha. Sementara jika menggunakan variabel kabupaten/kota, maka data tak akan tersedia, karena selama ini kabupaten/kota belum ada yang menghitung pertumbuhan ekonominya secara triwulanan.
Demikian pula laju inflasi, baru ada 6 kota di Jawa Tengah yang menghitung secara rutin setiap bulannya yaitu Cilacap, Purwokerto, Kudus, Surakarta, Kota Semarang dan Kota Tegal. Alhasil kepala daerah akan mendapat tantangan tersendiri menghadapi situasi ini, berani ambil resiko atau menyerah untuk diputuskan gubernur.
Sebenarnya dalam PP Nomor 78 tahun 2015 telah mengamanatkan bahwa setelah 6 (enam) tahun berjalan artinya pada penetapan upah tahun ini, formula yang ada harus ditinjau ulang berdasar pada hasil survei kebutuhan hidup layak (KHL), seperti cara penghitungan sebelum PP ini terbit. Jika ini dipahami sejak awal dimana jauh-jauh hari Dewan Pengupahan Provinsi/Kabupaten/Kota mengantisipasi dengan melakukan survei KHL, maka akan mempunyai referensi tambahan ketika terjadi deadlock terkait penentuan kenaikan upah ini.
Di tingkat pusat, Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) hal ini telah dilakukan. Perhitungan survei KHL Depenas justru menghasilkan KHL yang menurun sekitar 10 persen, akibat daya beli masyarakat selama pandemi ini yang melemah. Ini pula yang menjadi salah satu yang mendasari Menaker menerbitkan edaran tersebut, karena sejatinya kebijakan dengan tidak menaikkan UMP tahun depan telah menyelamatkan upah minimum untuk tidak turun. Karena jika hasil survei KHL (versi Depenas) diberlakukan maka upah minimum justru turun sebesar tersebut. Demikian halnya jika menggunakan pertumbuhan PDB yoy kuartal II/2020 dengan kombinasi inflasi juga akan mengalami penurunan.
Lepaskan Ego
Lebih dari itu naik berapapun maupun tidak sekalipun, khususnya pada tahun ini, bukan saatnya upah minimum untuk dijadikan perdebatan yang berkepanjangan. Apalagi hingga harus keluar dari arena musyawarah yang akhirnya menjadikan energi dan pikiran yang sudah terkuras akibat pandemi akan semakin cepat lemah dan habis, kemudian tak ada sisa lagi untuk bangkit kembali. Kita semua harus menyadari bahwa pandemi COVID-19 telah membuat ekonomi di tahun ini pertumbuhannya menjadi terhambat bahkan menurun.
Titik temu tanpa harus saling mementingkan egonya dan tidak saling mengesampingkan peran masing-masingnya harus dikedepankan. Utamakan situasi terbaik sehingga usaha ekonomi kembali dan tetap berjalan. Keduanya bagai dua sisi mata uang yang tak akan berharga, tak berguna dan tak memberi manfaat ketika saling lepas.
Semua harus menjaga agar pengusaha mampu membayar kewajibannya terhadap buruh agar tidak terjadi pengurangan jam kerja, hari kerja bahkan pengurangan tenaga kerja. Namun demikian pihak pengusaha sendiri juga harus memahami bahwa tak ada usaha dapat berjalan tanpa kontribusi buruh yang berhak untuk hidup layak.
Pemerintah sebagai penentu kebijakan juga berkewajiban untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil harus dilandasi dengan kejernihan hati, kejernihan pikiran serta pertimbangan berdasar realita dan fakta yang komprehensif. Dan kepastian tersebut harus mampu terkomunikasikan dan terjelaskan dengan baik kepada semua pihak. Sehingga tak ada yang berpikir bahwa pemerintah bersikap memihak, punya kepentingan kelompok tertentu atau politis sesaat atau nada sumbang yang lain. Jatengdaily.com-yds
GIPHY App Key not set. Please check settings