in

Idul Fitri dan Kemenangan Sejati

Oleh : Dr. H Multazam Ahmad,MA
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar. Laa Ilaaha Illallah wa Allahu Akbar. Allahu Akbar Walilllahil Hamdu.

KALIMAT takbir dan tahmid selalu mengiringi datangnya Hari Raya Idul Fitri1442H. Kalimat-kalimat itu sangat menyentuh hati kaum Muslimin yang baru saja selesai menjalani ibadah puasa. Terlebih kita semua masih berduka dalam situasi Covid-19. Pemahaman secara umum umat Islam Indonesia, Idul Fitri dipahami “ kembali kepada kecucian”.

Ibadah puasa selama Ramadan, Allah swt akan memberi penghargaan kepada orang-orang yang konsisten menjalankan perintah-Nya yakni, dosa-dosa kita diampuni, memeroleh kembali status kesucian, dan terlahirkan dalam keadaan suci. Baik suci ucapan, tingkah laku, dan akhlaknya. Itulah merupakan dambaan setiap orang mendapat derajat yang tinggi dihadapan Allah swt (muttaqiin).

Menurut Ali Syariati, seorang mufti sosiolog Iran, bahwa mengagunkan dan mengumandangkan asma Allah swt saat Idul Fitri, merupakan deklarasi dan kemenangan manusia. Manusia dilahirkan dalam keadaan merdeka dan kemuliaan yang sama di dunia ini. Konsekuensinya, tidak ada yang ditakuti ,di sembah, dan dituju kecuali hanya Allah swt.

Penghambaan terhadap manusia karena memiliki atribut yang melekat seperti , memuji-muji kedudukan, jabatan, kekayaan, kepandaian, yang sering membuat manusia silau dan lupa diri yang pada giliranya bisa menilai dan merendahkan orang lain. Inilah merupakan sikap yang tidak terpuji dan tidak dibenarkan dalam agama.

Tidak ada perbedaan kehormatan yang didasarkan etnis, ras, dan golongan.Yang membedakan adalah nilai ketaqwaanya.“ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.

Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal” ( QS. Al Hujurat: 13).
Kemenangan Sejati

Hari kemenangan manusia dalam Idul fitri, yang sering dimaknai “hari raya berbuka”( festival of fast breaking) bukan berarti pelonggaran (relaksasi) melakukan apa saja sesuai kehendak. Tetapi justru kemenangan untuk menampakan mencari jati diri atau hakekat hidup manusia yang sesungguhnya. Kemenagan bukanlah kemewahan. Nabi Muhamad saw pernah menyampaikan,”Bahwa hari raya Idul Fitri bukanlah untuk mereka yang berpakaian serba dan mewah tapi Idul Fitri itu bagi mereka yang ketaatan dan kepatuhanya semakin meningkat”.

Hadis ini menunjukan bahwa islam adalah agama yang hanif yang tidak membutuhkan kehidupan hedonisme yang serba menggoda dan menakjubkan.

Oleh karena itu, meskipun hari kemenangan ini hanya dirayakan dengan sederhana tanpa berlebihan tapi nilai ibadah mereka bagus dan kuat, dan menjahui segala larang Allah swt itulah kemenagan yang sesungguhnya. Siapa yang mendapat tiket kemenangan atau al-faizin?

Pertama, orang yang sudah mengikuti latihan (training) secara jasmani dan rohaniah selama satu bulan. Mereka dituntut melakukan hal-hal yang baik dan penuh dengan kedisiplinan. Dalam jasmani kita dididik untuk menahan nafsu yang bersumber dari perut dan seksual, dan rohaniah merupakan sentral untuk menahan hal-hal yang membedakan antara baik dan tidak baik dalam kehidupan.

Kedua, orang yang berhasil menggeser orientasi hidup yang sebelumnya sangat mempentingkan ego seperti, egoisme kelompok, golongan, politik, ekonomi, terasa masih dominan. Menurut Martin Lings ( 1990 ) egoisme tersebut merupaka potret krisis kehidupan moderen dan sangat berbahaya (The Spiritual Crisis of the Modern World in the Light of Tradition Prophecy ) karena akan merugikan orang .

Dengan melaksanakan ibadah puasa bisa dilandasi iman dan taqwa, akan berubah menjadi peka dengan orang lain. “ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.( QS.Al-Baqarah:183).

Bertaqwa adalah orang yang bertanggung jawab atas dirinya dan lingkunganya. Bagi seseorang yang dapat meniggalkan egoisme tersebut, merupakan pribadi yang paling berhak menyandang Idul Fitri.

Ketiga, kemenangan manusia sabar. Artinya hasil didikan puasa adalah mendidik manusia sabar, terpuji karena menunjukan konsistensi dalam hal ketaatan kepada Allah untuk menjalankan peintah dan menjahui segala larangan-Nya. Nabi Muhamad saw, pernah menyampaikan “ Tidaklah seseorang diberikan pemberian yang lebih baik dan luas daripada sifat sabar. ”( HR Bukhari dan Muslim).

Sejarah umat manusia juga menginyaratkan bahwa kemenangan suatu bangsa juga dikarenakan sifat sabar dalam ikhtiar. Bangsa Indonesia sedang menghadapi ujian berat Covid-19, yang belum ada tanda-tanda berakhir. Untuk meraih kemenangan diakhir ramadan, merayakan hari raya Idul Fitri juga dituntut kesabaran seperti, tradisi mudik untuk bertemu orang tua, saudara, teman dan halal bi halal, ujung-ujung (bahasa jawa), untuk sementara waktu benar-benar kehilangan. Tetapi masih ada jalan dilakukan dengan virtual.

Memang berat rasanya, itu semua untuk menghindari berkerumun yang punya potensi penularan Covidan 19, dan untuk menyelamatkan kehidupan manusia.Tetapi yakinlah apa yang kita lakukan semua itu, Allah SWT tidak akan mengurangi pahala kita, sepanjang ibadah kita lakukan dengan benar sesuai tuntunan agama.

Marilah, hari raya Idul Fiitri ini kita jadikan momentum bersama untuk mendeklarasikan bebaikan manusia menuju kesucian serta kemenangan “Minal Aidin wal Faizin” semoga kita termasuk orang –orang yang kembali dan orang-orang yang menang. Mohon maaf lahir dan batin.

Dr. H Multazam Ahmad,MA Sekretaris MUI Provinsi Jawa Tengah. Ketua Ganas Annar Provinsi Jateng Jatengdaily.com–st

Written by Jatengdaily.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

GIPHY App Key not set. Please check settings

630 Ribu Pemudik Masuk Jateng

Masono

Perlu Persiapan Hadapi Kematian