Oleh: Mohammad Agung Ridlo
“Banjir melanda Kota Semarang, melumpuhkan aktivitas, menyebabkan kemacetan parah, dan menunjukkan perlunya tata air hulu-hilir yang terintegrasi dengan koordinasi lintas instansi.”
Banjir kembali melanda Kota Semarang dan menyebabkan lumpuhnya sebagian besar aktivitas masyarakat. Kemacetan lalu lintas terjadi di berbagai titik akibat genangan air yang semakin meluas. Alih-alih menyusut, wilayah terdampak banjir justru semakin bertambah, menandakan adanya persoalan serius dalam sistem tata air kota yang perlu ditata ulang dari hulu hingga hilir.
Kondisi Sistem Tata Air di Hulu dan Hilir
Di wilayah hulu, yang melintasi batas administrasi antara Kota Semarang dan Kabupaten Semarang sebagai hinterland, perlu dirancang sistem tata air yang komprehensif. Rancangan ini meliputi jaringan infrastruktur drainase permukaan (surface drainage) dan bawah permukaan (subsurface drainage). Tujuannya adalah mengatur dan mengendalikan aliran air, baik air hujan maupun limbah, agar dapat dialirkan ke tempat yang lebih aman tanpa menimbulkan banjir.
Kerusakan sistem tata air saat ini disebabkan oleh kondisi jaringan drainase yang tidak memadai, banyak yang mengalami pendangkalan dan tersumbat. Sedimentasi di kawasan pantai dan muara sungai memperburuk situasi ini. Upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Semarang selama ini masih bersifat sementara atau darurat, lebih banyak berfokus pada optimalisasi kapasitas sungai dan saluran drainase melalui kegiatan normalisasi.
Untuk itu, Pemerintah Kota Semarang perlu menegaskan kembali deskripsi tugas (job description) setiap dinas agar koordinasi dalam penanggulangan banjir dapat berjalan efektif dan terintegrasi. Beberapa dinas utama yang berperan dalam penanganan banjir antara lain Dinas Pekerjaan Umum (Dinas PU), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN), serta Kementerian PUPR.
Dengan pembagian tugas yang jelas, diharapkan sinergi antarinstansi dapat meningkat sehingga penanggulangan banjir di Kota Semarang dapat dilakukan secara lebih optimal, terpadu, dan berkelanjutan.
Secara teknis, sistem drainase berfungsi mengeluarkan kelebihan air, terutama air hujan (run-off), dengan mengalirkannya ke selokan, sungai, kanal, dan akhirnya ke laut, agar lahan dapat dimanfaatkan secara optimal tanpa tergenang.
Sistem drainase kota dibedakan menjadi dua kategori:
- Sistem saluran drainase kota, yang bertujuan mengatasi banjir lokal dan menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota Semarang melalui Dinas PU.
- Sistem saluran pengendali banjir, yang menangani banjir kiriman dari wilayah hulu dan berada di bawah tanggung jawab Dinas PU bidang pengairan.
Langkah Strategis Mengantisipasi Banjir
Untuk mengantisipasi banjir yang kerap terjadi, beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan antara lain:
- Pengaturan, pembinaan, penataan, pemeliharaan, dan pengawasan sistem tata air kota secara menyeluruh dengan memperhatikan keseimbangan ekologi dan lingkungan.
- Pembangunan bendungan, waduk, dan embung di bagian hulu untuk konservasi air dan pengendalian banjir, sekaligus pemanfaatan multifungsi seperti sumber air baku, pembangkit listrik tenaga air, wisata, dan perikanan.
- Pengembangan area tampungan air hujan seperti polder di bagian hilir sebagai pengganti lahan tampungan air yang hilang akibat reklamasi.
- Pemeliharaan rutin drainase kota melalui kegiatan pembersihan dan normalisasi saluran (prokasih).
- Peningkatan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya wilayah resapan air dan peran sistem drainase dalam mencegah genangan.
- Pengawasan ketat izin pembuatan sumur bor (artesis) untuk mencegah intrusi air laut ke daratan.
- Antisipasi rob di wilayah pesisir sebagai dampak naiknya permukaan air laut.
Pentingnya Rencana Induk Sistem Drainase Terintegrasi
Drainase merupakan infrastruktur vital untuk mengatasi kelebihan air di permukaan tanah. Kelebihan air yang tidak tertangani dengan baik dapat merusak tanaman, infrastruktur, serta mengganggu keseimbangan lingkungan.
Beberapa permasalahan yang muncul akibat rusaknya sistem drainase dan tata air antara lain:
- Gangguan siklus hidrologi yang menyebabkan banjir dan menurunkan ketersediaan air bersih.
- Tersumbatnya saluran drainase di wilayah padat penduduk, memicu banjir lokal.
- Kerusakan fisik pada lingkungan serta sarana dan prasarana kota akibat genangan.
- Hilangnya lahan rawa yang berfungsi sebagai area resapan air karena alih fungsi lahan.
- Gangguan terhadap aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat di wilayah bawah Kota Semarang.
- Penurunan kualitas kesehatan masyarakat akibat lingkungan yang tidak higienis.
Oleh sebab itu, sistem drainase harus dirancang sebagai satu kesatuan wilayah yang terencana melalui rencana induk sistem drainase (Master Plan Drainase). Rencana ini perlu disinkronkan dengan rencana tata ruang kota yang mencakup kawasan permukiman, perdagangan, jaringan jalan utama, dan permukiman pesisir.
Kesimpulan
Banjir yang melanda Kota Semarang telah melumpuhkan aktivitas masyarakat dan menyebabkan kemacetan parah. Penyebab utamanya adalah kerusakan sistem tata air hulu-hilir dan drainase yang tidak memadai.
Penanganan banjir perlu dilakukan melalui koordinasi lintas dinas, pengelolaan drainase terpadu, pembangunan waduk dan embung, pengembangan tampungan air hujan, serta peningkatan kesadaran masyarakat. Hanya dengan langkah menyeluruh dan berkelanjutan, persoalan banjir di Kota Semarang dapat diatasi secara efektif.
Dr. Ir. Mohammad Agung Ridlo, M.T.
Ketua Program Studi S2 Magister Perencanaan Wilayah dan Kota (Planologi) Fakultas Teknik UNISSULA.
Sekretaris I Bidang Penataan Kota, Pemberdayaan Masyarakat Urban, Pengembangan Potensi Daerah, dan Pemanfaatan SDA, ICMI Orwil Jawa Tengah.
Ketua Bidang Teknologi Tradisional, Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Provinsi Jawa Tengah.
Sekretaris Umum Satupena Jawa Tengah. Jatengdaily.com-St

