SEMARANG (Jatengdaily.com) – Suasana haru dan khidmat menyelimuti Aula Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Gayamsari, Semarang, Senin pagi (6/10/2025).
Puluhan santri bersarung rapi duduk berbaris di depan para tamu undangan. Mereka hadir dalam Haflah ke-6 Imtihan Tahfidz Semester I Pondok Pesantren Tahfidz Al-Qur’an MAJT–Baznas, sebuah tradisi rutin untuk menandai capaian hafalan para penghafal Al-Qur’an.
Sebanyak 31 santri mengikuti acara tersebut, dengan capaian mengesankan: satu santri khatam 30 juz, satu santri hafal 25 juz, lima santri hafal 20 juz, empat santri hafal 15 juz, sepuluh santri hafal 10 juz, dan enam santri hafal 5 juz.
Hadir dalam kesempatan itu Ketua PP MAJT sekaligus Ketua Baznas Pusat Prof. Dr. KH Noor Ahmad, MA, Ketua Baznas Jateng dan Ketua Umum MUI Jateng Dr. KH Ahmad Darodji, Sekretaris PP MAJT Drs. Muhyiddin, MA, Direktur Ponpes Tahfidz Al-Qur’an MAJT–Baznas Dr. KH Muhammad Saifuddin, MA, serta sejumlah pengurus MAJT, Baznas kabupaten/kota se-Jawa Tengah, wali santri, dan tamu undangan.
Selain penyerahan sertifikat sanad kepada santri yang menuntaskan hafalan 30 juz, acara juga diisi dengan peluncuran website resmi pesantren di alamat pesantren.majt.or.id, serta pemberian penghargaan kepada santri berprestasi. Baznas Jawa Tengah turut menyerahkan beasiswa pendidikan S1 senilai Rp64,54 juta, diserahkan secara simbolis oleh Ketua Baznas Jateng.
Hafidz 30 Juz Asal Brebes
Momen paling berkesan datang saat Adnan Baihaqi (27 tahun), santri asal Brebes, dinyatakan khatam hafalan 30 juz. Adnan mulai mondok di Ponpes MAJT–Baznas pada Januari 2023 dan berhasil menyelesaikan hafalan pada Juni 2025, hanya dalam waktu dua tahun enam bulan. Tiga bulan berikutnya ia gunakan untuk murojaah memperkuat hafalan hingga mampu membaca Al-Qur’an bil hifdzi dalam satu duduk.
“Saya masuk pesantren tanpa membawa hafalan. Niat menghafal muncul setelah delapan tahun mondok di pondok kitab di Denanyar, Jombang. Setelah memahami makna ayat-ayatnya, barulah muncul keinginan kuat untuk menghafal,” tutur Adnan, lulusan S1 Fakultas Ushuluddin dari salah satu perguruan tinggi swasta di Jawa Timur.
Ia mengaku keberhasilannya tidak lepas dari doa dan restu orang tua, Saro’in dan Alfiah. “Utamanya doa dari orang tua. Alhamdulillah, mereka selalu mendukung dan mendoakan dari rumah,” ujarnya haru.
Pesantren dengan Ciri Khas
Direktur Ponpes Tahfidz Al-Qur’an MAJT–Baznas, Dr. KH Muhammad Saifuddin, menegaskan bahwa pesantren ini memiliki kekhasan tersendiri. Para santri tidak hanya dituntut menghafal, tetapi juga harus mutqin – benar-benar kuat hafalannya, dibuktikan dengan kemampuan menjadi imam salat tarawih sebulan penuh dengan membaca 30 juz, sebagaimana tradisi di MAJT.
“Selain tahfidz, para santri juga dibekali ilmu agama, bahasa, jurnalistik, hingga pengetahuan umum lainnya. Bahkan, mereka mendapat kesempatan kuliah gratis,” jelasnya.
Saifuddin juga menekankan pentingnya pendampingan pasca-khatam. “Kami bersama Baznas tetap memantau para alumni agar terus menjaga hafalan. Kami mencari tahu apakah mereka masih aktif mengaji atau tidak. Kami tidak ingin ada santri yang lupa hafalannya,” ujarnya.
Terkait peluncuran website, Saifuddin menjelaskan bahwa situs baru tersebut menjadi media transparansi dan komunikasi antara pesantren, wali santri, Baznas, dan masyarakat. “Ada laporan perkembangan hafalan, catatan kedisiplinan, hingga kanal percakapan dengan admin. Namun, akses dibagi tiga kategori: publik, semi privat, dan privat,” paparnya.
Ia juga mengapresiasi dukungan Baznas Jateng dan Baznas kabupaten/kota yang konsisten mendukung keberlangsungan pesantren. “Jumlah santri baru tahun ini meningkat dari 10 menjadi 16. Kami berharap daerah lain yang belum mengirim santri bisa berpartisipasi,” ujarnya.
Pesan Para Ulama
Dalam tausiyahnya, Prof. KH Noor Ahmad menegaskan bahwa penghafal Al-Qur’an adalah golongan istimewa. “Banyak yang berniat menghafal, tapi tak semua menyelesaikan. Santri yang khatam 30 juz adalah orang pilihan. Pesan saya, jaga hafalan dan terus belajar,” katanya.
Ia mengutip Surat Fatir ayat 32 yang menjelaskan tiga golongan pewaris Al-Qur’an: dzalimun linafsih (yang menzalimi diri sendiri), muqtashid (golongan pertengahan), dan sabiq bil khairat (golongan terbaik). “Semoga kita termasuk golongan ketiga,” ujar mantan Rektor Unwahas itu.
Sementara itu, Dr. KH Ahmad Darodji menyebut haflah ini sebagai momen “panen” dari pembinaan santri. “Hari ini kita menuai hasil pembinaan, yaitu santri kedua MAJT–Baznas yang berhasil menuntaskan hafalannya. Mereka adalah tangan-tangan Allah yang menjaga kemurnian Al-Qur’an,” ujarnya.
Darodji juga menegaskan pentingnya dukungan berkelanjutan untuk program tahfidz. “Program ini sesuai dengan asnaf penerima zakat, yakni fisabilillah. Jadi jangan ragu mendukung. Insyaallah, setiap dukungan akan berbuah pahala yang besar,” pungkasnya.St
1



