JAKARTA (Jatengdaily.com) — Komisi Informasi (KI) Pusat bersama seluruh KI Provinsi serta kabupaten/kota se-Indonesia menggelar Focus Group Discussion (FGD) untuk merumuskan Peraturan Komisi Informasi (Perki) terkait keberadaan dan penguatan Majelis Etik, Jumat (11/7/2025).
FGD yang dilaksanakan secara hybrid tersebut menjadi forum penting dalam menyamakan persepsi dan menggali masukan dari berbagai daerah terkait regulasi etik di tubuh Komisi Informasi.
Komisioner KI Pusat, Handoko Saputra, yang memimpin jalannya diskusi, mengungkapkan bahwa pembahasan masih berada pada tahap awal. Untuk itu, seluruh peserta diminta menyatukan pandangan kelembagaan, mulai dari nomenklatur hingga mekanisme kerja Majelis Etik.
“Kita perlu menyamakan persepsi, mulai dari penamaan, apakah tetap disebut Majelis Etik, Dewan Etik, atau Dewas Komisioner, sampai pada struktur dan tata kerjanya,” ujar Handoko, yang juga mantan Komisioner KI Jawa Tengah.
Ia menjelaskan, struktur sementara yang diusulkan terdiri dari lima orang untuk Majelis Etik di tingkat pusat, dan tiga orang di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Salah satu unsur penting dalam struktur itu adalah kehadiran mantan komisioner KI yang bertugas secara ad hoc.
“Semua masukan hari ini masih bersifat dinamis. Belum final. Nantinya akan kita rangkum menjadi draf Perki Etik yang solid dan bisa diterapkan secara nasional,” lanjut Handoko.
Selama FGD, para pimpinan KI daerah secara aktif memberikan pandangan serta pengalaman dalam menangani isu-isu etik di wilayah masing-masing. Gagasan yang muncul menjadi bahan pertimbangan penting dalam merancang regulasi etik yang aplikatif dan menjawab kebutuhan daerah.
Ketua KI Jawa Tengah, Indra Ashoka Mahendrayana, turut memberikan dukungan penuh terhadap pembentukan Majelis Etik dan penyusunan Perki Etik. Menurutnya, langkah ini sangat penting dalam menjaga integritas dan profesionalisme lembaga.
“Pembahasan mendalam ini sangat penting. Dengan demikian, ketika ada perkara etik, bisa ditangani secara baik demi menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap lembaga KI, baik di pusat maupun daerah,” ujarnya.
Indra menambahkan, kehadiran Majelis Etik juga diharapkan dapat mencegah potensi konflik kepentingan, penyalahgunaan wewenang, serta penyimpangan moral yang bisa mencoreng nama baik lembaga.
Ia optimistis, Perki Etik yang disusun secara partisipatif dan matang akan memperkuat posisi Komisi Informasi sebagai institusi publik yang menjunjung tinggi nilai-nilai transparansi, akuntabilitas, serta etika dalam pelayanan informasi kepada masyarakat. St