SEMARANG (Jatengdaily.com) — Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Tengah secara tegas menetapkan bahwa membuka usaha peternakan babi, bekerja di dalamnya, memberi izin pendiriannya, serta mendukung atau memfasilitasinya adalah haram.
Fatwa ini menjadi respons atas rencana pendirian peternakan babi oleh sebuah perusahaan besar di wilayah mayoritas Muslim, yakni Kabupaten Jepara.
Keputusan tersebut dituangkan dalam Keputusan Komisi Fatwa MUI Jawa Tengah Nomor: Kep.FW.01/DP-P.XIII/SK/VIII/2025 tertanggal 1 Agustus 2025, tentang Hukum Usaha Peternakan Babi.
Penetapan ini dilakukan dalam rapat khusus yang berlangsung di Gedung KHMA Sahal Mahfudh, Kompleks Masjid Raya Baiturrahman, Jalan Pandanaran 126, Simpang Lima, Kota Semarang.
Fatwa ini ditandatangani oleh Ketua Umum MUI Jateng Dr KH Ahmad Darodji MSi, Sekretaris Umum Drs KH Muhyiddin MAg, Ketua Komisi Fatwa Dr KH Fadlolan Musyaffa’ Lc MA, dan Sekretaris Komisi Fatwa Prof Dr KH Ahmad Izzuddin MAg, serta disaksikan oleh Ketua Dewan Pertimbangan Drs KH Ali Mufiz MPA dan jajaran pengurus lainnya.
Respons Terhadap Rencana Pendirian Peternakan Babi di Jepara
Rapat tersebut digelar untuk merespons surat permohonan dari PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. nomor: 5/PTCPI/P/VI/2025 tertanggal 5 Juni 2025, yang meminta fatwa atau pernyataan sikap tertulis atas rencana pendirian usaha peternakan babi modern di wilayah Kabupaten Jepara.
Ketua Umum MUI Kabupaten Jepara, Dr KH Mashudi MAg, dalam rapat menyampaikan hasil kajian dan studi lapangan yang dilakukan oleh tim MUI Jepara terhadap rencana tersebut. Hasil kajian ini menyimpulkan bahwa masyarakat Jepara yang mayoritas Muslim secara tegas menolak kehadiran usaha peternakan babi di wilayah mereka.
Dasar Hukum: Babi Najis dan Haram Dimanfaatkan
Ketua Komisi Fatwa, KH Fadlolan Musyaffa’, dalam penjelasannya menyampaikan landasan hukum yang jelas dalam Al-Qur’an, Hadis, dan pendapat ulama salaf bahwa babi merupakan hewan haram dan najis.
“Baik dikonsumsi maupun dimanfaatkan dalam bentuk apapun, termasuk dalam bentuk usaha peternakan tradisional maupun modern, hukum keharamannya tetap sama,” tegasnya.
MUI juga menyerukan agar pemerintah tidak memberikan izin atas pendirian usaha peternakan babi tersebut. “Kami mengajak umat Islam dan organisasi masyarakat Islam untuk bersama-sama menolak segala bentuk usaha peternakan babi di wilayah Jawa Tengah,” ujar KH Ahmad Darodji.
Menurutnya, fatwa ini tidak hanya berlaku untuk Kabupaten Jepara, tetapi untuk seluruh wilayah di Provinsi Jawa Tengah.
Dalam kesempatan itu, Prof. Dr. Mudjahirin Tohir yang juga Guru Besar Antropologi dari Universitas Diponegoro sekaligus Ketua Komisi Penelitian dan Pengembangan MUI Jateng, mempertanyakan pemilihan lokasi peternakan di Jepara.
“Mengapa Jepara, daerah dengan mayoritas Muslim, justru menjadi lokasi yang diajukan? Ini bukan hanya soal bisnis, tapi soal sensitivitas dan identitas religius masyarakat setempat,” katanya.
Ia menegaskan bahwa di wilayah dengan penduduk non-Muslim, mungkin tidak menjadi masalah. Namun, untuk daerah mayoritas Muslim, usaha seperti ini bisa menimbulkan kegelisahan sosial dan konflik nilai di tengah masyarakat.
Ketua Umum MUI Jateng, KH Ahmad Darodji, menegaskan bahwa keputusan ini diambil berdasarkan tiga peran utama yang diemban MUI: Khadimul Ummah (pelayan umat), Himayatul Ummah (pelindung umat), dan Shadiqul Hukumah (mitra strategis pemerintah).
“Fatwa ini adalah bagian dari komitmen kami dalam melindungi akidah dan nilai-nilai keagamaan umat Islam,” tegasnya.
Fatwa Berdasarkan Kajian Mendalam dan Koordinasi Pusat
Sekretaris Umum MUI Jateng, KH Muhyiddin, menambahkan bahwa fatwa ini disusun berdasarkan hasil rapat koordinasi antara Dewan Pimpinan MUI Pusat dan MUI Jawa Tengah pada 12 Juli 2025. Dalam rapat itu, MUI Jateng ditugaskan secara resmi untuk melakukan kajian hukum atas rencana pendirian peternakan babi tersebut.
Kajian lapangan oleh MUI Kabupaten Jepara juga telah dilakukan dengan menyerap aspirasi masyarakat. “Masyarakat menolak dengan tegas, karena bertentangan dengan ajaran agama dan nilai-nilai lokal. Maka sudah sewajarnya kami menyampaikan fatwa ini sebagai bentuk tanggung jawab moral dan keagamaan,” ujarnya.
Penutup: Seruan untuk Ketegasan Regulasi
Fatwa ini kini menjadi acuan resmi MUI Jawa Tengah dalam menyikapi polemik usaha peternakan babi. MUI berharap pemerintah daerah dan pusat dapat menjadikannya sebagai rujukan moral dan hukum agama, terutama dalam proses perizinan usaha yang berpotensi menimbulkan kegaduhan sosial dan konflik norma di tengah masyarakat Muslim.
“Umat Islam di Jepara dan Jawa Tengah harus dilindungi, baik dari segi aqidah, nilai sosial, maupun keharmonisan hidup bermasyarakat,” pungkas KH Ahmad Darodji. St