Oleh : Tri Karjono
ASN di Jawa Tengah
HARI ini tanggal 26 Juni 2021 diperingati sebagai Hari Anti Narkoba Internasional (HANI 2021). KemarIn berhasil dibongkar jaringan narkotika antar pulau di Surabaya. Dua hari yang lalu tiga oknum anggota polri ditangkap karena penggunaan sabu-sabu di Manokwari. Pada hari yang sama oknum PNS ditangkap di Sumatera Selatan.
Beberapa hari sebelumnya seorang artis yang cukup terkenal juga tertangkap karena hal yang sama. Ini melengkapi sederet panjang artis, tokoh publik, aparat negara dan masyarakat umum yang tertangkap karena penyalahgunaan narkoba. Tak ada hari tanpa berita terkait penyalahgunaan narkoba. Sepertinya situasi ini akan terus terjadi dengan intensitas yang lebih ketika penanganan mujarab belum ditemukan.
Kasus narkoba bak mati satu tumbuh seribu. Bisa jadi panangkapan yang semakin sering itu bukan karena prestasi aparat yang mampu semakin banyak membongkar kemudian mengurangi jumlah penyalahguna, tetapi justru karena semakin maraknya pengguna yang ada di tengah-tengah masyarakat sehingga semakin memungkinkan aparat untuk lebih banyak mengungkap.
Yang pernah terjerat susah sembuh dan seringkali kembali menjadi konsumen atau pengedar, sementara pemain baru banyak ditemukan. Adanya kampung yang teridentifikasi sebagai kampung narkoba menjadi salah satu bukti bahwa narkoba telah masif dalam kehidupan masyarakat.
Badan PBB yang bertanggung jawab pada narkoba dan kejahatan, UNODC, dalam laporan terbarunya (Kamis, 24/6/2020) menyebutkan bahwa pengguna narkoba secara global diperkirakan akan meningkat sebesar 11 persen hingga tahun 2030. Selama sepuluh tahun terakhir pengguna narkoba dunia meningkat cukup tinggi yaitu sebesar 22 persen.
Dari 226 juta pengguna pada tahun 2010, pada tahun 2020 tercatat sebanyak 275 juta orang. Angka tersebut lebih banyak dibanding jumlah penduduk Indonesia hasil Sensus Penduduk 2020 yang hanya sebesar 170,20 juta orang (BPS).
Lebih lanjut dalam laporannya, pandemi COVID-19 semakin memperburuk penyalahgunaan narkoba. Peningkatan kemiskinan, pengangguran dan pemberlakuan pendidikan yang terbatas selama pandemi manjadi beberapa penyebabnya.
Pada tahun 2020, 124 juta orang di dunia terdorong tenggelam dibawah permukaan garis kemiskinan. Sebanyak 1,6 miliar siswa terkena dampak penutupan sekolah. Lebih banyak dari itu siswa harus belajar di rumah tanpa kesibukan dan pengawasan sekolah seperti layaknya ketika tatap muka.
Sementara disinyalir penggunaan narkoba meningkat cukup tinggi pada negara-negara dengan tingkat pendapatan yang rendah. Dari rata-rata peningkatan 11 persen pada tahun 2030, peningkatan tertinggi terjadi pada negara dengan berpengasilan rendah dengan 43 persen, 10 persen pada negara berpenghasilan menengah dan pada negara berpenghasilan tinggi terprediksi akan menurun jumlah pengguna narkobanya.
Narkotika
Narkotika dan obat-obatan yang mengandung zat psikotropika pada dasarnya merupakan zat yang bersifat alamiah, sintetis maupun semi sintetis yang menimbulkan efek penurunan kesadaran, halusinasi serta daya rangsang. Sedangkan menurut UU Narkotika nomor 35 tahun 2009 pada pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa narkotika merupakan zat buatan ataupun yang berasal dari tanaman yang memberikan efek halusinasi, menurunnya kesadaran serta menyebabkan kecanduan.
Pemakaian narkotika hanya diperbolehkan untuk kepentingan medis melalui pengawasan dokter serta untuk keperluan penelitian. Diluar penggunaan tersebut tidak memberi keuntungan apapun pada tubuh kecuali kualitas hidup yang terganggu, kesehatan menurun, keluarga kacau hingga terjadinya kematian.
Potensi Itu Ada di Jawa Tengah
Penyebab peningkatan pengguna narkotika yang disampaikan PBB oleh sebab yang semakin tinggi akibat pandemi COVID-19 ini juga perlu bahkan wajib diantisipasi oleh Indonesia secara umum dan Jawa Tengah khususnya.
Kenaikan angka kemiskinan yang terjadi pada September 2020 dari kondisi September 2019 di Jawa Tengah dari 10,80 persen menjadi 11,41 persen telah menambah jumlah penduduk miskin sebanyak 440,53 ribu orang. Dengan penambahan tersebut penduduk miskin Jawa Tengah 14,95 persen dari jumlah penduduk miskin di Indonesia, yang menempatkan Jawa Tengah sebagai peringkat ke-3 provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbanyak.
Padahal pandemi saat itu hanya berpengaruh dalam kurun waktu kurang lebih delapan bulan. Artinya jika pandemi berpengaruh penuh selama setahun maka semakin banyak jumlah penambahannya. Berkaca dari hasil laporan PBB maka penambahan tingkat dan jumlah penduduk ini sangat berpotensi terjadinya peningkatan pengguna narkoba.
Potensi kedua sebagai pendorong peningkatan pengguna narkotika adalah pengangguran. BPS Jawa Tengah mencatat bahwa pandemi telah mengakibatkan sebagian masyarakat berkurang jam kerja hingga kehilangan pekerjaannya. Pekerja formal harus rela mengalami pengurangan jam atau pemutusan hubungan kerja, pekerja informal kehilangan usahanya atau job panggungnya dan sebagainya.
Dalam kurun waktu Agustus 2019 hingga Agustus 2020 terjadi peningkatan pengangguran terbuka di Jawa Tengah sebanyak 1,99 persen dari 4,49 persen menjadi 6,448 persen atau mencapai 1,21 juta orang lebih. Kemiskinan dan pengangguran disinyalir mampu menjadikan tingkat stressing seseorang semakin tinggi. Menganggur dan ketidaktahuan harus berbuat apa dalam menyikapi kondisi yang ada dapat mendorong seseorang untuk berpikir tidak semestinya.
Pendapatan yang berkurang oleh sebab berkurang atau hilangnya pekerjaan dan menganggur diikuti dengan daya beli yang rendah pada akhirnya berakibat pada berkurang dan hilangnya kegiatan ekonomi masyarakat secara luas. Berkurangnya pendapatan yang terjadi pada level masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah semakin mendorong peningkatan laju tingkat kemiskinan.
Potensi ketiga adalah pembatasan tatap muka kegiatan pendidikan akibat pandemi. Kita ketahui bersama bahwa narkoba semakin berpotensi menjangkiti para generasi muda. Generasi muda yang selama pandemi tidak melakukan pembelajaran tatap muka harus lebih banyak beraktifitas di rumah. Interaksi yang selama ini dengan banyak orang, dengan banyak teman dan dengan guru harus dihadapkan pada berdiam diri di rumah dengan interaksi sedikit orang. Situasi ini akan berpotensi memberi tekanan pada posisi jenuh.
Hal ini ditambah dengan tingkat pengawasan orang tua yang justru rendah. Ini terjadi, walaupun posisi di rumah yang notabene lebih dekat dan lebih panjang waktunya untuk bersama orang tua, tetapi dengan kesibukan orang tua yang lebih fokus pada bagaimana menjamin kelangsungan ekonomi keluarga akibat imbas pandemi, pada akhirnya perhatian pada anaknya sedikit berkurang.
Berteman dengan gadjet dengan segala informasi yang bebas, tak terkecuali akses terhadap narkotika dan obat psikotropika, sangat mungkin terjadi dan perlu diwaspadai. Dengan jumlah sebanyak 6,19 juta siswa Jawa Tengah (belum termasuk mahasiswa) atau 11,71 persen dari seluruh siswa di Indonesia merupakan jumlah yang besar sebagai aset yang harus diyakinkan selamat dari narkoba demi masa depan Jawa Tengah dan bangsa (Dapodik, semester genap 2020/2021).
Bahaya Laten
Semua itu ditambah dengan mudahnya mendapatkan barang haram tersebut melalui media online darknet menambah potensi penyalahgunaan narkotika semakin besar. Oleh karenanya tidak berlebihan ketika jika kita harus menempatkan penyalahgunaan narkotika ini sebagai salah satu bahaya laten bangsa yang nyata yang harus ditangani secara super serius.
Vaksin narkotika. Ya, kenapa tidak. Saat ini kata vaksin sedang ‘in’ terkait upaya penanggulangan wabah corona. Vaksin narkotika dapat dijadikan tawaran alternatif solusi ditengah berbagai upaya yang sepertinya kandas begitu saja. Bukan dalam rangka memberi kekebalan tubuh terhadap zat narkotika melainkan sebaliknya. Penerima vaksin justru akan terganggu ketika terpapar narkotika. Tentunya diberikan kepada masyarakat yang disinyalir rentan terpapar narkoba, atau mantan napi narkoba yang seringkali taka ada kapoknya untuk mengulangi.
Jadi ketika seseorang telah divaksin narkoba atau zat tertentu yang terkandung dalam narkoba tersebut maka ketika yang bersangkutan menggunakan narkoba, tubuh akan menolak dan menimbulkan gejala semacam alergi, seperti ruam kulit, gatal-gatal atau lainnya. Tetapi ketika seseorang secara medis harus menerima narkoba sebagai obat, sedangkan yang bersangutan sebelumnya telah menerima vaksin narkoba maka vaksin tersebut harus dinetralisir dulu, agar efek samping tidak terjadi.
Mungkin ini sebuah ide penulis yang ‘ngoyoworo’ dan sedikit ‘konyol’, namun siapa tahu dan sangka dari ide yang sangat sederhana ini ditangan para ahli dapat menjadi tonggak bagi terciptanya solusi yang besar bagi terjaminnya sumber daya manusia berkualitas dan kelangsungan bangsa dimasa yang akan datang. Jatengdaily.com-yds
GIPHY App Key not set. Please check settings