in

Senat UIN Walisongo Merekomendasi Pembukaan Prodi S1 Bisnis Digital

Ketua Senat UIN Walisongo Semarang Prof Dr H Abdul Djamil MA dan Sekretaris Prof Dr H Nur Khoirin MAg memimpin rapat senat membahas prodi baru S1 Bisnis Digital, Jumat (31/5). sore. Foto:dok

SEMARANG (Jatengdaily.com) – Rapat Senat UIN Walisongo Semarang memberikan rekomendasi usulan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Walisongo Semarang yang menggagas lahirnya program studi (Prodi) baru S1 Bisnis Digital. Rapat Senat UIN Walisongo dipimpin Prof Dr H Abdul Djamil MA dan Sekretaris Prof Dr H Nur Khoirin MAg, Jumat (31/05).

Ketua Senat UIN Walisongo Prof Dr H Abdul Djamil MA mengatakan, rapat senat membicarakan tentang rekomendasi untuk pembukaan jurusan Prodi baru S1 Bisnis Digital, setelah pihak Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam mengajukan permohonan untuk dibahas bersama. Rapat Senat akhirnya merekomendasikan inisiatif untuk membuka program S1 Bisnis Digital untuk segera diproses lebih lanjut.

”Gagasan untuk mendirikan Prodi baru ini dilandasi oleh adanya peningkatan aktivitas bisnis yang berbasis digital sebagai konsekuensi dari makin maju dan berkembangnya transaksi digital,” jelas Prof Abdul Djamil.

Prof Djamil mengakui, UIN Walisongo yang telah banyak memiliki tenaga pengajar dengan kualifikasi yang dibutuhkan, merasa tertantang untuk merespons kebutuhan masyarakat pada era digital sekarang dan yang akan datang.

”Ada yang menarik pada usulan tersebut yakni pemberian ciri khusus pengelolaan program ini di UIN Walisongo. Ciri tersebut adalah adanya orientasi yang kental kepada akhlak dan etika bisnis, sehingga outputnya diharapkan memiliki kualifikasi sebagai ahli yang memiliki kemampuan teknis dalam bisnis digital tetapi pada saat yang sama tetap memiliki komitmen moral yang tinggi.

Dekan FEBI UIN Walisongo Semarang Dr. H. Nur Fatoni,M.Ag mengatakan, pembukaan prodi S1 Bisnis Digital memberikan landasan bagi pengembangan kurikulum sebagai perangkat pendidikan yang terdiri atas tujuan, materi, kegiatan belajar dan lingkungan belajar yang positif bagi perolehan pengalaman pembelajaran yang relevan dengan perkembangan personal dan sosial pembelajaran.

Studi Banding

Menurut Nur Fatoni, pembukaan usulan Prodi S1 Bisnis Digital di UIN Walisongo mengingat pangsa pasar menuntut adanya prodi Bisnis Digital. Sebagai bahan pertimbangan pihaknya bersama tim telah melakukan studi banding ke sejumlah perguruan tinggi di DIY, Unpad Bandung, Undip, dan sejumlah perguruan tinggi yang telah memiliki prodi S1 Bisnis Digital.

”Sebagai gambaran, Prodi S1 Bisnis Digital di Undip yang baru beberapa tahun saja, jumlah pendaftarnya sampai ribuan. Padahal yang diterima hanya satu kelas. Hal ini menunjukkan adanya kebutuhan yang mendesak, khususnya ilmu bisnis digital tersebut. Oleh karena itu S1 Bisnis Digital di UIN diharapkan akan melahirkan programer bisnis digital,” ujar Nur Fatoni di sela Rapat Senat.

Dia berpendapat, kurikulum harus mampu mewariskan kebudayaan dari satu generasi ke generasi berikutnya di tengah terpaan pengaruh globalisasi yang terus mengikis eksistensi kebudayaan lokal. Berkaitan dengan hal ini sesuai pendapat Ascher dan Heffron (2010) menyatakan bahwa kita perlu memahami pada kondisi seperti apa justru globalisasi memiliki dampak negatif terhadap praktik kebudayaan serta keyakinan seseorang, sehingga melemahkan harkat dan martabat manusia.

Nur Fatoni dalam usulannya menyampaikan, jauh disampaikan pula oleh Ascher dan Heffron bahwa kita perlu mengenali aspek kebudayaan lokal untuk membentengi diri dari pengaruh globalisasi.

Hal ini sejalan dengan pendapat Plafreyman (2007) yang menyatakan bahwa masalah kebudayaan menjadi topik hangat di kalangan civitas academica di berbagai negara dimana perguruan tinggi diharapkan mampu meramu antara kepentingan, memajukan proses pembelajaran yang berorientasi kepada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan unsur keragaman budaya peserta didik, sehingga menghasilkan jiwa toleransi serta saling pengertian terhadap hadirnya suatu keragaman.

”Kurikulum harus mampu melepaskan pembelajar dari kungkungan tembok pembatas budayanya sendiri (capsulation) yang kaku, dan tidak menyadari kelemahan budayanya sendiri. Dalam konteks kekinian peserta didik diharapkan mampu memiliki kelincahan budaya (cultural agility) yang dianggap sebagai mega kompetensi yang wajib dimiliki oleh calon profesional di abad ke-21 ini,” katanya.

Dengan penguasaan minimal tiga kompetensi, lanjut Nur Fatoni, yaitu minimisasi budaya (cultural minimization, yaitu kemampuan kontrol diri dan menyesuaikan dengan standar, dalam kondisi bekerja pada tataran internasional), adaptasi budaya (cultural adaptation), serta integrasi budaya (cultural integration). Konsep ini kiranya sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantoro dalam konsep “TriKon” yang dikemukakan di atas.

Sedangkan dilihat dari landasan historis, kurikulum yang mampu memfasilitasi mahasiswa belajar sesuai dengan zamannya, kurikulum yang mampu mewariskan nilai budaya dan sejarah keemasan bangsa-bangsa masa lalu, dan mentransformasikan dalam era di mana dia sedang belajar; kurikulum yang mampu mempersiapkan mahasiswa agar dapat hidup lebih baik di abad 21, memiliki peran aktif di era industri 4.0, serta mampu membaca tanda-tanda perkembangannya. St

What do you think?

Written by Jatengdaily.com

Smartfren Raih TOP CSR Awards 2024 Lewat Pemberdayaan Digital Berbasis Komunitas

Ditarget PAD Rp 352 Juta, Bupati Demak Ingatkan Diana Ria Keamanan Wahana Permainan